Sektor Pariwisata sebagai Mesin Baru Pertumbuhan Ekonomi

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Travel Kompas

Secara Global sektor pariwisata telah menjadi salah satu sektor dengan pertumbuhan paling dinamis dan cepat di seluruh Dunia. Wisatawan lintas negara meningkat dari 25 juta orang pada tahun 1950 menjadi 1,138 juta wisatawan pada tahun 2014. Indonesia juga mengalami peningkatan besar kedatangan wisatawan, dari sekitar 5 juta wisatawan asing pada tahun 2000 menjadi lebih dari 9,4 juta pada tahun 2014. Pertumbuhan pesat di sektor pariwisata telah menarik perhatian para pembuat kebijakan di Indonesia untuk meluncurkan pariwisata sebagai sektor kunci untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Secara spesifik, pemerintah pusat telah menetapkan target kedatangan 20 juta wisatawan internasional pada tahun 2019.

Studi kami menganalisis pengaruh pendapatan per kapita wisatawan, kapasitas akomodasi (Hotal) di Indonesia, harga relative destinasi, dan pembangunan infrastruktur di Indonesia terhadap pengeluaraan wisatawan asing di Indonesia. Sembilan negara asal utama dipelajari selama periode 2000-2014. Guncangan negatif (serangan terorisme, tsunami, dan krisis finansial) juga dievaluasi bersama dengan kebijakan promosi melalui free visa dan visa on-arrival.

Sektor pariwisata yang berkembang dengan baik dapat membantu menciptakan lapangan kerja baru, meninkatkan pendapatan pajak dan pendapatan nasional, serta memberikan dukungan bagi sektor lain secara ekonomi. Efek limpahan yang dipicu oleh pariwisata meningkatkan permintaan barang modal dan bahan baku yang mendorong pertumbuhan ekonomi di berbagai sektor seperti transportasi, komunikasi, perhotelan, kerajinan tangan, produk konsumen, jasa, restoran, dan lain-lain. Di Indonesia, sektor pariwisata mendukung pertumbuhan ekonomi tetapi telah menciptakan trade-off seperti ketimpangan pendapatan, degradasi lingkungan, dan gangguan sosial.

Kelimpahan sumber daya alam dan sumber daya lain dapat memicu kegiatan pariwisata. Namun demikian, faktor lain seperti aksesibilitas dan daya tarik penting bagi negara seperti Indonesia untuk mendapatkan keuntungan dari sumber daya yang berlimpah dan beragam. Infrastruktur transportasi sangat penting dalam menghubungkan pengunjung ke tujuan wisata. Faktor lain yang mempengaruhi permintaan dalam pariwisata termasuk pendapatan pribadi, hubungan ekonomi, kerjasama politik, peraturan pemerintah, teknologi, dan nilai tukar. Kekuatan perilaku yang terkait dengan citra destinasi, perilaku pengeluaran, persepsi di destinasi, struktur pasar, juga menjelaskan mengapa beberapa negara menjadi destinasi pariwisata favorit dibanding negara lain. Beberapa intervensi kebijakan yang juga dapat meningkatkan arus pariwisata antara lain  adalah visa turis gratis, kampanye pemasaran, diskon, dan lain-lain.

Namun demikian, peristiwa negatif dapat berdampak negatif pada kedatangan wisatawan. Terorisme adalah pencegah pariwisata. Bom Bali tahun 2002 telah mengakibatkan penurunan kedatangan pariwisata sebesar 50% yang berdampak pada pendapatan Bali, mengurangi lapangan kerja, dan merusak harga konsumen di bidang pariwisata. Indonesia juga mengalami dampak negatif terhadap kedatangan pariwisata pasca krisis keuangan pada tahun 2008.

Tiga poin utamanya memrupakan motivasi di balik Analisa ini. Pertama, target pariwisata nasional untuk meningkatkan pendapatan dari sektor pariwisata, hingga saat ini belum tercapai. Kedua, potensi besar sektor pariwisata di Indonesia masih belum tergali. Ketiga, hasil yang belum pasti mengenai faktor-faktor penentu permintaan pariwisata untuk Indonesia menunjukkan bahwa diperlukan pendekatan yang lebih komprehensif untuk menganalisis permintaan sector pariwisata. Dalam kegiatan pariwisata, negara dengan sumber daya yang unggul (keindahan alam, sumber daya manusia yang berkualitas, infrastruktur, kelembagaan, dan keamanan) dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi jika sumber daaya digunakan dengan baik. Sektor pariwisata yang berkembang dengan baik dapat membantu mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Selama periode 2000 – 2014, penting untuk menyoroti hal-hal berikut ini. Kedatangan turis asing di Indonesia meningkat hampir 90% dari tahun 2000 hingga 2014. Sembilan negara menyumbang 80% dari total turis asing; Singapura, Malaysia, Jepang, Italia, Inggris, Jerman, Belanda, Australia, dan Amerika Serikat. Negara-negara berpenghasilan tinggi mendominasi kedatangan wisatawan ke Indonesia. Dibandingkan dengan Rupiah, mata uang asing masih memiliki daya beli yang lebih kuat terhadap Rupiah di Indonesia sehingga Indonesia menjadi destinasi dengan harga bersaing. Walaupun Indeks harga konsumen Indonesia (IHK) meningkat, tingkat harga di Indonesia tetap kompetitif bagi turis asing.

Pembahasan dan kesimpulan

Hasil dari model permintaan pariwisata dari penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan pendapatan per kapita wisatawan berdampak positif terhadapa kunjungang wisatawan asing ke Indonesia. Tingkat pendapatan merupakan salah satu faktor utama pendorong konsumsi jasa pariwisata. Pada tahun 2014, pengeluaran pariwisata asing di Indonesia per kunjungan rata-rata $ 1.000 per orang (selama 3.1 hari). Walaupun pengeluaran lebih rendah dibandingkan negara lain, Indonesia merupakan tujuan pariwisata yang luar biasa di mata dunia.

Disamping itu penyesuaian harga jasa pariwisata berpengaruh pada pengeluaran pariwisata, menunjukkan bahwa Indonesia merupakan tujuan wisata yang mewah (permintaan tidak elastis). Karena kedelapan negara tersebut memiliki standar hidup yang lebih tinggi daripada Indonesia, harga tidak serta merta menyurutkan minat wisatawan. Dengan kata lain, pariwisata tetap menjadi destinasi yang bersaing dengan harga.

Disamping itu dari studi kami ditemukan bahwa kapasitas akomodasi (ruang hotel) memiliki pengaruh terbesar pada pengeluaran turis asing, karena hampir setengah dari pengeluaran asing diterima di bidang akomodasi. Terlihat bahwa meskipun jumlah tempat tidur (hotel beds) menurun, jumlah kamar (hotel rooms) yang tersedia meningkat, menunjukkan adanya perubahan dalam layanan yang ditawarkan di Indonesia, dengan peningkatan kualitas akomodasi. Indonesia tidak mengalami kekurangan dalam hal jumlah kamar, melainkan kemungkinan adanya kelebihan kamar.

Pertumbuhan pariwisata di Indonesia relatif lambat dibandingkan dengan destinasi Asia lainnya. Perlunya upaya kebijakan yang lebih efektif untuk mempromosikan sektor pariwisata. Indonesia dapat meningkatkan kunjunwan wisata dengan meningkatkan tawaran pariwisata, seringkali membutuhkan upaya kebijakan yang lebih kuat untuk meningkatkan kualitas layanan, infrastruktur, dan keamanan.

Patut menjadi perhatian bahwa Indonesia tetap rentan terhadap terorisme, yang ditunjukkan oleh peristiwa tahun 2002 dan 2005 yang secara signifikan mempengaruhi kedatangan asing. Pariwisata di Indonesia juga mengalami penurunan akibat guncangan keuangan global pada tahun 2009. Namun, guncangan tersebut tampaknya bersifat jangka pendek (1 tahun). Adanya kebijakan Free Visa dan Visa on Arrival dari pemerintah dapat memberikan efek positif pada kedatangan wisatawan, dan menunjukkan bahwa masih ada ruang bagi alat promosi pemerintah untuk meningkatkan kedatangan wisatawanke Indonesia. 

Penulis: Muryani, Miguel Esquivias

Link jurnal: https://www.ingentaconnect.com/content/cog/ta/pre-prints/content-ta-2019-00031

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp