Prediksi Tingkat Keparahan Infeksi Dengue dengan Pendekatan Analisis Diskriminan Klasik dan Robust

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

Menurut World Health Organization (WHO), terdapat tiga derajat keparahan penyakit infeksi virus dengue yang dapat diderita oleh pasien. Mereka adalah Demam Dengue (DD), Demam Berdarah Dengue (DBD), dan Sindrom Syok Dengue (SSD). Penyakit tersebut disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus. DBD merupakan tingkatan yang lebih parah dari DD. Kebocoran plasma atau terjadinya perdarahan merupakan faktor yang dapat membedakan DBD dan DD. Sedangkan SSD merupakan jenis infeksi dengue yang paling berbahaya.

Informasi mengenai tingkat keparahan infeksi dengue yang diderita pasien penting dilakukan sebagai pertimbangan petugas medis untuk menentukan terapi dan observasi pasien. Kurangnya kecepatan dalam penanganan atau penanganan yang tidak tepat dengan tingkat keparahan infeksi dengue seringkali dapat menyebabkan kematian pasien. Oleh karena itu diperlukan prediksi tingkat keparahan infeksi dengue secara cepat karena berkaitan dengan tindak lanjut penanganan pasien. Hal ini penting dilakukan untuk mempersiapkan pengobatan yang tepat sesuai dengan tingkat keparahan penderita guna menekan angka kematian akibat penyakit ini. Untuk menegakkan diagnosis DD, DBD, dan SSD perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium. Kadar hematokrit dan trombosit merupakan parameter utama yang digunakan untuk menentukan diagnosis pada kadar kriteria laboratorium. Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk menentukan model klasifikasi DD, DBD, dan SSD berdasarkan pemeriksaan darah pasien dengan menggunakan pendekatan statistik.

Ada beberapa metode dalam pendekatan statistik. Karena hasil pemeriksaan darah pasien merupakan kumpulan data multivariat, maka penulis menggunakan pendekatan analisis diskriminan. Analisis diskriminan merupakan salah satu teknik analisis multivarat yang bertujuan untuk memisahkan beberapa kelompok dengan menggunakan fungsi diskriminan. Di sini, diasumsikan bahwa data berasal dari distribusi normal multivariat. Apabila asumsi distribusi normal multivariat telah terpenuhi, maka untuk mengestimasi parameter tersebut dapat digunakan metode Maximum Likelihood (ML). Analisis ini dapat disebut analisis diskriminan klasik. Sayangnya, metode ML sangat dipengaruhi oleh pencilan sehingga penduga menjadi kurang tepat ketika data telah terkontaminasi oleh pencilan. Untuk mengatasi masalah ini, metode estimasi robust dapat digunakan. Salah satu metode estimasi robust dalam analisis diskriminan adalah Minimum Covariance Determinant (MCD). Oleh karena itu dalam penelitian ini peneliti memprediksi tingkat keparahan infeksi dengue menggunakan analisis diskriminan dengan penduga ML dan dibandingkan dengan penduga MCD. Parameter yang harus diestimasi dalam analisis diskriminan adalah vektor mean dan matriks kovariansi kelompok (kategori respon). Jika matriks kovariansi antar kelompok diasumsikan seragam maka digunakan analisis diskriminan linier, sedangkan jika matriks kovariansi antar kelompok tersebut ternyata berbeda maka digunakan analisis diskriminan kuadratik. Analisis data dalam penelitian ini telah mempertimbangakan beberapa metode dan kondisi tersebut.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil pemeriksaan darah dan diagnosa akhir pasien infeksi dengue tahun 2017-2018. Hasil observasi sebanyak 167 observasi diperoleh dari Rumah Sakit Haji Surabaya, Jawa Timur, Indonesia. Mereka adalah 90 observasi pasien laki-laki, dan 77 observasi pasien perempuan. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah klasifikasi tingkat keparahan infeksi dengue dengan kode 1 untuk DD, 2 untuk DBD, dan 3 untuk SSD. Sedangkan variabel bebasnya adalah umur pasien dalam tahun, penurunan kadar hematokrit pada pengukuran pertama setelah pasien dirawat di rumah sakit hingga sehari kemudian dalam persen, dan penurunan kadar trombosit pada pengukuran pertama setelah pasien dirawat di rumah sakit hingga sehari kemudian dalam sel per mm3.

Berdasarkan persentase ketepatan klasifikasi yang diterapkan pada sampel keparahan infeksi dengue, dapat disimpulkan secara empiris bahwa analisis yang sesuai untuk data sampel adalah analisis diskriminan kuadrat. Model kuadratik robust dengan penduga MCD menghasilkan prediksi yang lebih baik daripada model kuadrat klasik dengan penduga ML. Model kuadratik robust menghasilkan persentase akurasi klasifikasi pada data pelatihan pasien laki-laki sebesar 87,2% yang lebih besar dari akurasi model kuadrat klasik sebesar 85,7%. Pada data pelatihan pasien wanita model kuadrat robust menghasilkan persentase akurasi klasifikasi sebesar 88,7% lebih besar dari akurasi model kuadrat klasik sebesar 80,7%. Selain itu, penaksir MCD mampu mendeteksi lebih banyak data pencilan daripada penaksir ML.

Penulis: Dr. Toha Saifudin, M.Si.

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

https://aip.scitation.org/doi/abs/10.1063/5.0042127

Toha Saifudin and Windarto (2021). Prediction of dengue infection severity using

classic and robust discriminant approaches. AIP Conference Proceedings, 2329, 060021: 060021-1 – 060021-9;

https://doi.org/10.1063/5.0042127

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp