Teknik Pembesaran Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis) pada Keramba Jaring Apung

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Sumber: trubus.id

Ikan kerapu bebek atau biasa disebut juga kerapu tikus memiliki bentuk tubuh yang pipih dan warna dasar kulitnya abu-abu dengan bintik hitam yang tersebar di tubuh. Spot hitam atau bintik hitam pada bagian permukaan tubuh kerapu tikus, merupakan gambaran yang unik dan jumlahnya akan bertambah sejalan dengan bertambahnya umur ikan tersebut. Bagian kepala yang kecil mirip dengan bebek yang menyebabkan ikan ini disebut ikan kerapu bebek, namun ada juga yang menyebut dengan kerapu tikus. Secara morfologi bagian punggungnya meninggi dan cembung. Tubuhnya memiliki ketebalan 2,6-3,0 inchi. Sirip dan sisik berbentuk bulat (sikloid).  Ikan ini dapat mencapai panjang hingga 70cm, namun untuk ukuran konsumsi umumnya 30-50 cm.

Ikan kerapu tergolong ikan karnivor yang buas dan rakus, mempunyai kebiasaan hidup menyendiri (soliter). Ikan kerapu lebih menyukai naungan sebagai tempat sembunyi dan cenderung menghindari paparan sinar matahari secara langsung. Daerah persebaran ikan kerapu bebek mulai dari Afrika Timur hingga Pasifik Barat Daya. Ikan kerapu yang merupakan salah satu jenis ikan yang habitat hidupnya di terumbu karang (ikan karang) banyak terdapat di perairan Indonesia. Perairan Indonesia memiliki keragaman populasi kerapu yang cukup banyak tersebar di perairan Sumatra, Jawa, Sulawesi, Pulau Buru, dan Ambon.

Parameter kualitas air yang cocok bagi kehidupan kerapu yaitu suhu berkisar antara 24-31°C, salinitas 30-33 ppt, kandungan oksigen terlarut diatas 3,5 ppm, dan pH antara 7,8-8,0. Telur dan larva ikan kerapu bebek bersifat pelagis, sedangkan kerapu muda dan dewasa bersifat demersal atau hidup di dasar perairan. Larva dan kerapu bebek muda banyak terdapat di perairan dekat pantai dan muara sungai dengan dasar perairan pasir berkarang dan terdapat padang lamun pada kedalaman 0,5-3,0 m. Setelah menginjak dewasa, ikan akan bermigrasi ke perairan yang lebih dalam yaitu 7-40 m. Produksi benih ikan kerapu tikus dapat terjadi sepanjang tahun dengan frekuensi tertinggi terjadi pada bulan Oktober. Ukuran kerapu tikus yang siap bereproduksi adalah yang telah berukuran berat 1,8 kg.

Salah satu teknologi budidaya yang mulai diminati oleh petani / pengusaha ikan adalah keramba jaring apung (KJA). Teknologi KJA merupakan teknik budidaya yang cukup produktif dengan konstruksi yang tersusun dari keramba-keramba jaring yang dipasang pada rakit terapung di perairan pantai. Keuntungan budidaya ikan dengan KJA antara lain hemat lahan, produktivitas tinggi, jumlah dan mutu air selalu memadai, dan tidak perlu melakukan pengolahan tanah. Budidaya kerapu dengan menggunakan teknologi KJA terdiri dari serangkaian kegiatan, antara lain pemilihan dan penentuan lokasi dengan mempertimbangkan berbagai faktor alam, kemungkinan predator, pencemaran perairan, konflik pengguna, dan kondisi hidrografi. Penentuan letak KJA mempertimbangkan kondisi perairan (arus) yang nantinya berkaitan dengan sirkulasi air dalam keramba. Selain faktor alam, faktor sarana dan prasarana juga penting untuk diperhatikan. Pengadaan sarana budidaya seperti kerangka rakit, jaring, pelampung, jangkar, dan tenaga kerja harus dikaji dengan teliti.

Pertumbuhan dan perkembangan ikan kerapu harus ditunjang dengan kualitas air yang baik. Suhu optimal untuk budidaya kerapu berkisar 25 – 32°C, salinitas 20 – 32 ppt, kandungan oksigen terlarut 4 – 8 ppm, pH 7.5 – 8.3, kandungan nitrit 0 – 0.05 ppm, dan amonia < 0.02 ppm. Parameter kualitas air tersebut tidak berbeda jauh dengan kondisi ekologi yang cocok untuk budidaya ikan kerapu yaitu suhu 24 – 31°C, salinitas 30 – 33 ppt, oksigen terlarut > 3.5 ppm, dan pH 7.8 – 8.0. Pemeliharaan kerapu tikus di karamba jaring apung (KJA) dapat mengakibatkan ikan mengalami stres akibat perubahan kondisi lingkungan dan penanganan yang berakibat pada rentannya ikan terserang penyakit bahkan mengalami kematian. Hasil studi lapangan menunjukkan bahwa kelangsungan hidup kerapu bebek tidak lebih dari 60%. Lambatnya pertumbuhan dan rendahnya kelangsungan hidup ikan dapat disebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan nutrisi ataupun ketidakmampuan ikan tersebut memanfaatkan materi dan energi yang ada dalam pakan. Komponen pakan yang secara langsung maupun tidak langsung berkontribusi terhadap pertumbuhan adalah protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral.

Ikan kerapu tergolong ikan karnivora yang rakus. Jenis pakan yang disukai ikan kerapu dewasa antara lain ikan, udang, cumi-cumi yang berukuran 20-25% dari ukuran tubuhnya. Kebanyakan budidaya ikan di Asia masih tergantung pada apa yang disebut trash fish yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan ikan sampah atau hasil sampingan. Istilah trash fish ini tidak tepat, karena pada kenyataannya yang dimaksud disini bukan berarti ikan yang sudah tidak berguna, karena ikan-ikan dimaksud sebenarnya dapat pula digunakan sebagai sumber protein untuk komoditas pertanian lain (seperti babi dan unggas) atau bahkan makanan manusia yang dikonsumsi secara langsung atau dibuat saos ikan. Sebetulnya trash fish dalam artian pemanfaatannya sebagai pakan ikan lebih tepat diistilahkan dalam bahasa Indonesia dengan ikan rucah. Pemberian pakan biasanya dilakukan pada pagi dan sore hari. Pembudidaya yang memberi pakan sehari sekali harus memperhatikan waktu pemberian pakan. Pemberian pakan saat siang hari tidak dianjurkan karena pada waktu tersebut ikan kerapu cenderung berada di dasar dan kurang aktif makan.

Penulis: Luthfiana Aprilianita Sari

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

https://iopscience.iop.org/article/10.1088/1755-1315/679/1/012030

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp