Pencemaran lingkungan yang meningkat merupakan konsekuensi yang tak terhindarkan dari kehidupan manusia modern. Salah satu bahan pencemar yang memiliki toksisitas tinggi adalah 2,3,7,8-tetrachlorodibenzo-p-dioxin atau biasa disebut TCDD. TCDD adalah senyawa paling toksik berdasarkan penurunan faktor ekivalen bahan beracun (toksik). TCDD bersifat stabil dan larut dalam lemak sehingga dapat menumpuk di jaringan tubuh, dan konsentrasinya berlipat ganda pada tingkat yang lebih tinggi dalam rantai makanan. TCDD beracun bagi kelenjar hormone (endokrin), organ reproduksi, dan bersifat menyebabkan kanker (karsinogenik). TCDD menginduksi produksi radikal bebas atau Reactive Oxygen Species (ROS) berlebih di dalam tubuh sehingga menyebabkan ketidakseimbangan oksidan dan antioksidan (stres oksidatif), yang selanjutnya akan merusak berbagai komponen di dalam sel sehingga aktivitasnya terganggu. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kesuburan mencit jantan yang terpapar dioksin mengalami penurunan, karena terganggunya proses spermatogenesis berupa penurunan jumlah sel spermatogenik dan diameter tubulus seminiferus. Radikal bebas yang dihasilkan oleh TCDD dapat meningkatkan produksi sitokrom C yang akan meningkatkan kematian sel terprogram (apoptosis) dalam sel.
Teh hijau (Camellia sinensis) dikenal sebagai sumber antioksidan potensial yang bermanfaat bagi kesehatan. Senyawa flavonoid dalam teh hijau telah terbukti memiliki sifat anti karsinogenik, sifat anti alergi, sifat antisklerotik, dan aktivitas antioksidannya jauh lebih tinggi dibandingkan senyawa lainnya. Flavonoid dapat menyumbangkan gugus hidrogen atau elektron menjadi radikal bebas dan memutus reaksi berantai di dalamnya sehingga kerusakan sel dapat dicegah. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kandungan katekin pada teh hijau dapat menyeimbangkan produksi protein anti apoptosis sehingga dapat mencegah kematian sel germinal testis tikus akibat radiasi sinar-X.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh ekstrak teh hijau terhadap motilitas, viabilitas, dan konsentrasi sperma mencit yang terpapar 2,3,7,8-tetrachlorodibenzo-p-dioxin (TCDD). Penelitian ini menggunakan dua puluh lima ekor mencit jantan strain BALB/c dengan berat rata-rata 20 gram. TCDD diberikan dosis tunggal 7 µg/kgBB melalui injeksi intraperitoneal sedangkan ekstrak teh hijau diberikan secara oral selama 53 hari dengan dosis sebagai berikut: 1; 2; 4 mg/kgBB/hari. Pengambilan cairan spermatozoa (semen) mencit dilakukan pengamatan motilitas, viabilitas, dan konsentrasi. Kualitas sperma paling tinggi pada tikus yang terpapar TCDD dan diberi ekstrak teh hijau dengan dosis 4 mg/kgBW/hari dibandingkan mencit yang terpapar TCDD dan yang diberi ekstrak teh hijau dengan dosis lebih rendah. Rata-rata motilitas, viabilitas, dan konsentrasi spermatozoa secara berurutan: 72,57 ± 5,20%; 76,48 ± 5,61%; 6.97 ± 0.11 juta/mm3. Kesimpulan dari penelitian ini, pemberian ekstrak teh hijau dengan dosis 4 mg/kgBB hari dapat menjaga motilitas, viabilitas dan konsentrasi sperma dari kerusakan akibat TCDD.
Penulis : Widjiati
Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan di: http://www.ijpronline.com/ViewArticleDetail.aspx?ID=19388
https://cybercampus.unair.ac.id/files/24393/9328db20e7dc0db15f0dd9d7d97192b1.pdf