Apakah Tindakan Cuci Darah Dapat Memicu Ganguan Pendengaran?

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Tirto ID

Gangguan Pendengran Sensorineural merupakan gangguan pendengaran yang disebabkan oleh kerusakan telinga bagian dalam atau bagian saraf dari telinga ke otak. Gangguan pendengaran ini umumnya bersifat permanen. Banyak hal yang dapat menyebabkan gangguan ini. Beberapa penyebabnya adalah penuaan, pengaruh obat-obatan tertentu, atau dapat pula disebabkan beberapa penyakit atau tindakan tertentu. Salah satu tindakan yang dicurigai dapat memicu kondisi ini adalah tindakan hemodialisis pada pasien Penyakit Ginjal Kronis.Gangguan pendengaran sensorineural sering terjadi pada kronis pasien Penyakit Ginjal (PGK). Dalam suatu studi, kebanyakan gangguan pendengaran pada pasien PGK dengan merupakan tipe gangguan pendengaran ringan. 

Walaupun begitu, Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh tindakan hemodialisis masih menjadi perdebatan. Beberapa Studi, melaporkan hemodialisis tidak berpengaruh pada fungsi pendengaran setidaknya pada lima tahun pertama pengobatan sementara beberapa studi melaporkan hemodialisis ikut berperan dalam menganggun fungsi pendengaran pasien. Dalam studi yang melaporkan hemodialisis ikut berperan memicu terjadinya Gangguan pendengaran, menyebutkan bahwa Pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani 3 sesi hemodialisis dapat memicu terjadinya gangguan pendengaran tipe sensorineural secara signifikan. Oleh karenanya, ada dugaan bahwa gangguan pendengaran ini terjadi bergantung pada banyaknya hemodialisis yang pasien lakukan. Selain itu, yang menarik lagi Resiko faktor gagal ginjal kronis dan Gangguan pendengaran memilikikesamaan, yaitu usia, hipertensi, dan diabetes mellitus. Dengan kemiripan tersebut, maka dugaan bahwa keduanya saling terkait semakin kuat. Seperti yang kita ketahui, kehilangan pendengaran dapat mempengaruhi kualitas hidup dan membatasi aktivitas sehari-hari. Sehingga pasien akan mengalami kualitas hidup yang tidak sebaik sebelumnya.

Oleh karenanya, Mahasiswi dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlannga, Kania Alawiyah bersama dengan pembimbingnya Dr. Nyilo Purnami, dr., Sp.THT-KL(K), FICS, FISCM dan Meisy Andriana, dr., Sp.KFR(K), tertarik untuk meneliti kondisi ini. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian bersifat analisis dan mengobservasi pasien. Ada 43 pasien yang dilibatkan dalam penelitian ini. Penelitian ini melihat Skor HHIA-S(Hearing Handicap Inventory for Adult – Screening) dan jumlah hemodialisis yang diperoleh dengan mewawancarai pasien. Data diri pasien pasien, seperti Usia, jenis kelamin, riwayat hipertensi dan diabetes, serta hasilpemeriksaan audiometri diambil dari data rekam medis. Pemilihan kuesioner HHIA-S dipilih dikarenakan, tampaknya memilikipotensi untuk digunakan sebagai deteksi dini gangguan pendengaran pada pasien PGK dengan hemodialisis. Korelasiskor total HHIA-S dan jumlah hemodialisis pada populasi ini masih belum diketahui di studi sebelumnya.Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk menganalisis korelasi antara skor total HHIA-Sdan jumlah hemodialisis pada pasien penyakit ginjal kronik stadium 5 di RSU Haji Surabaya.

Hasil yang ditemukan pada penelitian ini adalah 43 pasien yang telah merespon kuesioner HHIA. 42 (95,3%) dinyatakan tidak memiliki masalah gangguan pendengaran dan hanya2 (4,7%) pasien mengalami cacat ringan. Setelah dianalis antara hasil HHIA-S pasien dengan jumlah hemodialisisditemukan tidak signifikan Hasil audiometri PTA hanya 16 pasien, 10 pasien(68,75%) mengalami gangguan pendengaran ringan, 1 pasien (6,25%) mengalami gangguan pendengaran sedang, dan 4 pasien (25%) mengalami gangguan pendengaran berat.Studi ini memiliki perbedaan dengan beberapa studi lain. Pada studi lain, ditemukan hubungan yang signifikanantara gangguan pendengaran dan hemodialis. Studi ini juga menemukan korelasi positif antara gangguan pendengarandan peningkatan jumlah hemodialisis, jumlah urea,kreatinin serum, natrium serum, dan penggunaan ototoksik obat-obatan.

Tiga sesi hemodialisis bisa signifikanmempengaruhi kejadian gangguan pendengaran sensorineural. Usia,hipertensi, dan diabetes melitus tidak memiliki korelasi dengan masalah Gangguan pendengaran pada pasien hemodialis Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil pada studi oleh penelitian ini berbeda dengan studi lainnya. Di Rumah Sakit Umum Haji, audiometri bukan pemeriksaan rutin, jadi tidak semua pasien memiliki hasil pemeriksaan audiometri (audiogram). Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Saeed et al in Tahun 2018, terdapat 59 pasien yang diteliti dengan ambang batasmenggunakan audiometri, sebuah studi oleh Ulfa et al pada tahun 2016 diperiksa ambang pendengaran dari 26 pasien, dan dalam penelitian ini Ada 16 pasien yang menjalani pemeriksaan audiometri hasil. Perbedaan jumlah peserta dapat mempengaruhi hasil penelitian ini. Selain itu, di sana Ada banyak faktor lain yang tidak diteliti dan bisa mempengaruhi kejadian gangguan pendengaran pada pasien PGK di Rumah Sakit Umum Haji Surabaya. 

Oleh karenanya, dapat disimpulkan Penilaian kuisioner untuk menilai gangguan pendengaran pada pasien PGK dengan hemodialisis dapat dilakukanditerapkan secara praktis dan dapat ditoleransi oleh pasien. Tetapi tidak ada hubungan antara HHIA dan jumlahhemodialisis Selain itu, pemeriksaan pada telingan Lebih baik menggunakan audiometri sebagai standar emas untuk menganalisis gangguan pendengaran pada pasien PGK.

Penulis: Dr. Nyilo Purnami, dr., Sp.THT-KL(K), FICS, FISCM

Link: http://medicopublication.com/index.php/ijphrd/article/view/9413/8804

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).