Covid-19 merupakan pandemic yang saat ini mengancam Indonesia maupun dunia. Virus tersebut dapat menyerang semua kelompok umur, baik lansia sampai anak-anak dan remaja. Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah penularan virus tersebut diantaranya adalah tetap berada di rumah. Ketika keluar dari rumah, kita berinteraksi dengan orang lain yang mungkin orang tersebut membawa virus. Jika terpaksa keluar rumah maka tetap pakai masker dan jaga jarak.
Hal lain di luar rumah yang tak kalah berbahaya adalah ancaman iklan makanan dan minuman luar ruangan. Meskipun selama pandemic ini masyarakat membatasi untuk keluar rumah, Survei yang dilakukan Nielsen tahun 2019 sebelum pandemic terjadi menunjukkan bahwa orang Indonesia menghabiskan 1 jam dan 48 menit di luar ruangan setiap hari dan terpapar iklan luar ruangan setidaknya sepuluh kali seminggu, menciptakan eksposur berulang yang diperlukan untuk merangsang pembelian.
Penelitian yang dilakukan di Banyuwangi pada 2019 menemukan sebanyak 570 set iklan makanan dan minuman luar ruangan, dimana sebagian besar dari iklan tersebut merupakan iklan makanan (39.8%) dan minuman tidak sehat (47.9%). Jumlah iklan yang ditemukan di Surabaya lebih banyak yaitu 980 set, sebagian iklan di Surabaya juga merupakan merupakan iklan makanan (28.2%) dan minuman tidak sehat (46.3%). Iklan makanan tidak sehat yang diiklankan adalah es krim, mie instan, makanan beku (sosis, nugget) dan makanan ringan. Iklan minuman tidak sehat yang banyak diiklankan adalah minuman teh kemasan (botol, gelas dan karton), minuman bubuk dan kopi gula kemasan. Iklan makanan dan minuman tersebut mengandung tinggi garam, gula dan lemak.
Kota Surabaya memiliki kepadatan iklan makanan dan minuman dua kali lipat dibandingkan di Banyuwangi (27 · 3 v. 11 · 1 / km2), tetapi jumlah iklan makanan dan minuman per 1000 anak dan remaja sama (16 · 4 v. 13 · 6/1000 remaja). Spanduk merupakan jenis iklan makanan dan minuman yang paling umum di Surabaya (50 · 6%) dan Banyuwangi (57 · 0%), diikuti oleh poster (22 · 0% di Surabaya dan 13 · 7% di Banyuwangi) dan papan nama toko (10 · 0% di Surabaya dan 10 · 4% di Banyuwangi). Hal lain yang ditemukan adalah kepadatan iklan makanan dan minuman tidak sehat semakin meningkat dengan semakin dekatnya jarak ke tempat berkumpulnya anak dan remaja. Kondisi tersebut mengakibatkan peluang untuk anak dan remaja untuk lebih banyak melihat iklan makanan dan minuman yang tidak sehat.
Anak-anak dan remaja memiliki otonomi yang lebih besar dan kekuatan pengambilan keputusan dalam keluarga, dan mereka dapat dengan mudah meminta orang tua untuk membeli apa yang mereka inginkan. Mereka memiliki ‘Pester Power’ yaitu kemampuan yang dimiliki oleh anak-anak untuk merengek dan mengomeli orang tua mereka untuk membeli barang yang mereka inginkan. Pester Power digunakan untuk strategi pemasaran makanan dan minuman pada anak-anak karena sangat ampuh. Pengiklan menggunakan anak-anak dan remaja sebagai target mereka karena mereka dapat memengaruhi keputusan pembelian orang tua dan mereka adalah konsumen dewasa di masa depan.
Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah membuat kebijakan public untuk melindungi anak dan remaja dari pemasaran makanan yang tidak sehat. Melihat gagalnya upaya Indonesia untuk melarang semua jenis iklan rokok, pelarangan semua iklan makanan dan minuman yang tidak sehat juga akan menghadapi kendala besar. Intervensi yang mungkin bisa dilakukan, pertama, membuat zoonasi “green food zone” dan pelarangan penempatan iklan makanan dan minuman tidak sehat di luar ruangan dalam jarak 500 m di dekat fasilitas anak dan remaja. Kedua tindakan tersebut dilakukan untuk memungkinkan masyarakat membuat pilihan yang lebih sehat.
Kedua, kepadatan iklan makanan dan minuman sehat harus ditingkatkan dengan memberikan insentif kepada industri makanan dan minuman untuk mengiklankan produk sehatnya. Penelitian kami di Banyuwangi menunjukkan adanya titik dingin di mana jumlah iklan makanan dan minuman sehat sangat rendah dibandingkan dengan sekitarnya. Insentif tersebut dapat berupa pembebasan pajak iklan dan kemudahan perizinan. Ketiga, disinsentif dapat digunakan dengan mengenakan pajak pada iklan luar ruangan untuk makanan dan minuman yang tidak sehat.
Penulis: Septa Indra Puspikawati
Link jurnal: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/33261696/