Vaginosis bakterial (VB) adalah gangguan ekosistem vagina yang merupakan sindrom klinis akibat pergeseran flora normal vagina, ditandai oleh peningkatan jumlah bakteri anaerob konsentrasi tinggi dalam vagina meliputi G. vaginalis, Atopobium vaginae, Bacteroides spp., Megasphaera vaginalis, M. hominis, Mobiluncus spp., Ureaplasma urealitycum, Prevotella spp.,dan Peptostreptococcus spp., serta berkurangnya Lactobacillus spp. sebagai flora normal vagina penghasil hidrogen peroksidase. VB merupakan penyebab paling sering dari keluhan duh tubuh vagina dan keputihan yang bau, namun 50% pasien VB tidak memberikan gejala apapun.
Terapi yang digunakan saat ini berupa metronidazol dan klindamisin dalam sediaan sistemik maupun topikal. Kedua jenis obat tersebut masih umum digunakan di Indonesia, termasuk di RSUD Dr. Soetomo Surabaya, yang mana metronidazol dan klindamisin masih merupakan pilihan terapi dalam panduan praktik klinis untuk fluor albus yang disebabkan oleh VB. Terapi tersebut memiliki angka keberhasilan terapi yang cukup rendah yaitu sekitar 52%, dan tingkat kekambuhan sekitar 50% dalam kurun waktu 6-12 bulan.
Probiotik telah dipertimbangkan sebagai terapi alternatif tambahan pada VB. Probiotik yang sering digunakan adalah yang mengandung Lactobacillus, yang dapat diberikan baik secara oral maupun intravagina. Mekanisme kerja probiotik Lactobacillus dalam VB antara lain sebagai agen barrier terhadap bakteri patogen di permukaan epitel saluran kemih, pemeliharaan pH rendah intravagina dan produksi zat antimikroba seperti asam, hidrogen peroksida dan bakteriosin, degradasi poliamina, produksi surfaktan yang berfungsi sebagai agen antiadhesi. Pada penelitian Anukam pada tahun 2006 menyebutkan bahwa pemberian oral probiotik dikombinasi dengan regimen terapi metronidazol memberikan angka kesembuhan yang lebih tinggi (88%) dibandingkan dengan terapi metronidazol dan plasebo pada pasien VB (40%).
Belum ada penelitian yang melaporkan efek probiotik L. plantarum pada VB di Indonesia sehingga peneliti terdorong untuk melakukan penelitian ini. Pemberian terapi standar metronidazol dan probiotik diharapkan dapat mengembalikan keseimbangan flora normal vagina sehingga meningkatkan angka kesembuhan pasien VB.
Penelitian ini merupakan uji klinis acak terkontrol tersamar ganda menggunakan plasebo yang dilakukan di Divisi Infeksi Menular Seksual URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Subjek penelitian adalah pasien VB yang memenuhi kriteria penerimaan dan penolakan sampel. Besar sampel yang digunakan sebanyak 30 orang, diambil secara consecutive sampling serta dibagi menjadi dua kelompok secaraacak untuk mendapatkan terapi standar metronidazol dan L. plantarum (15 subjek) atauplasebo (15 subjek). Dilakukan randomisasi sederhanauntuk menentukan kelompok L. plantarum dan kelompokkontrol.
Alur penelitian diawali tahap penerimaan pasien VB yang datang dilakukan pemeriksaan gram pada duh tubuh vagina kemudian dinilai berdasarkan kriteria Amsel dan skor Nugent.Setelah seluruh data dasar pasien dicatat, dilakukan tahap alokasi untuk membagi pasien ke dalam kelompok L. plantarum atau plasebo. Tahap intervensi dengan memberikan L. plantarum 2×1 kapsul sehari per oral pada kelompok L. plantarum dan plasebo 2×1 kapsul sehari pada kelompok plasebo selama 4 minggu. Pada masing-masing kelompok tetap diberikan terapi standar metronidazol 500 mg dua kali sehari yang dievaluasi setiap satu minggu di setiap waktu kunjungan. Skor Nugent dan Amsel dievaluasi dan dicatat pada minggu ke 1, 2, dan 4. Setelah follow-up sampai empat minggu dilakukan analisis hasil pada kedua kelompok penelitian.
Hasil analisis menunjukkan bahwa subjek penelitian yang menerima metronidazol dan terapi probiotik memiliki persentase angka kesembuhan lebih tinggi 60% bila dibandingkan dengan mereka yang menerima metronidazol dan terapi plasebo yang 40%. Ini menunjukkan bahwa terapi metronidazol standar yang dikombinasikan dengan probiotik L. plantarum dapat meningkatkan tingkat penyembuhan klinis VB, tetapi status penyembuhan dan keseimbangan flora normal diuji secara statistik menggunakan uji Kolmogorov Smirnov yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara kedua kelompok perlakuan.
Seluruh subjek penelitian dapat menyelesaikan studi, tanpa didapatkan kasus drop-out, subjek yang sakit maupun subjek yang mengalami efek samping obat. Pada penelitan ini baik kelompok probiotik maupun plasebo menunjukkan penurunan skor Nugent yang bermakna. Tren penurunan indeks skor Nugent pada kelompok probiotik terlihat lebih baik pada akhir penelitian dibandingkan kelompok plasebo dengan rerata selisih yang juga lebih besar namun rerata selisih skor Nugent awal hingga minggu ke-4 pada kelompok probiotik secara statistik tidak berbeda bermakna dibandingkan kelompok plasebo.
Penelitian uji klinis mengenai probiotik dalam terapi VB menunjukkan hasil yang sangat bervariasi. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor. Predisposisi genetik terhadap respon probiotik maupun suseptibilitas gen yang mengkode reseptor sitokin tertentu pada setiap individu juga akan mempengaruhi hasil, hal ini akan mempengaruhi kepekaan individu terhadap probiotik. Pada penelitian ini disimpulkan tidak terdapat perbedaan angka kesembuhan dan keseimbangan flora normal pada kelompok yang diberikan terapi standar metronidazol dan L. plantarum dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Penulis : Dr.Afif Nurul Hidayati,dr.,Sp.KK(K)
Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di: https://e-journal.unair.ac.id/BIKK/article/view/19501