Empedu Kambing sebagai Obat Tradisional Malaria, Amankah untuk Dikonsumsi?

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

Pada saat hari Hari Raya Idul Adha, biasanya masyarakat muslim menyembelih kambing untuk memenuhi sunatullah dan membagikan dagingnya kepada masyarakat sekitar. Empedu kambing merupakan bagian yang tidak dikonsumsi karena rasanya yang pahit. Namun, beberapa masyarakat memanfaatkan empedu kambing untuk meningkatkan stamina. Walaupun Idul Adha telah berlalu, namun masyarakat tertentu di Indonesia masih mengkonsumsi empedu kambing selain untuk meningkatkan stamina juga untuk mencegah dan menyembuhkan malaria.

Empedu adalah cairan pencernaan yang disimpan dalam kandung empedu. Cairan empedu secara terus menerus dikeluarkan dari sel hati (hepatosit) dalam sistem biliari pada manusia, dan kebanyakan hewan termasuk mamalia dan reptil. Sistem ini melibatkan hati, kandung empedu, saluran hati dan cairan empedu. Empedu mengandung asam empedu yang penting untuk pencernaan dan penyerapan lemak dan vitamin yang larut dalam lemak (A, D, E, K) di usus kecil, garam empedu spesifik, pigmen empedu bilirubin dan glukuronida, serta melatonin (Wang and Carey, 2014; Li et al, 2016).

Empedu dari berbagai hewan dan beberapa komponen empedu yang dikombinasikan dengan obat herbal dan bahan lainnya telah digunakan selama berabad-abad sebagai komponen pengobatan tradisional cina (Traditional Chinese Medicine atau TCM) untuk mengobati penyakit infeksi dan non infeksi kronis dan akut termasuk malaria. Empedu kambing lebih jarang digunakan dalam TCM, tetapi diyakini efektif dalam mengobati atrofi optik, konjungtivitis hemorhagik akut, sembelit, kebutaan sementara dan cedera mata karena benda asing (Wang and Carey, 2014). Sejauh ini belum ada penelitian yang membuktikan keamanan dan toksisitas empedu kambing. Secara eksperimental telah dilakukan uji akut dan sub akut cairan empedu kambing (CEK) untuk mengetahui toksisitasnya pada mencit galur BALB/c (Arwati et al, 2020).

Hasil penelitian tersebut menunjukkan toksisitas ringan CEK 100% karena terjadi diare ringan selama dua hari pada hari kedua setelah perlakuan. Akan tetapi, pemberian CEK tidak menghambat kenaikan berat badan mencit.  Parameter hematologi tetap normal, hanya sedikit terjadi penurunan kadar hemoglobin dan hematocrit pada mencit yang diberi CEK 25% dan 50%, tetapi  pada mencit yang diberi CEK 100%  tetap normal. Jumlah sel darah merah dan sel darah putih tidak terpengaruh. Mencit normal yang diberi CEK menunjukkan kadar enzim aspartate aminotransferase (AST) dan alanine aminotransferase (ALT) dalam plasma yang tetap normal. Hasil ini menunjukkan bahwa CEK tidak mempengaruhi fungsi hati. Selain itu, kadar blood urea nitrogen (BUN) dan kreatinin tidak meningkat yang berarti bahwa fungsi ginjal tidak terpengaruh oleh pemberian CEK. Kondisi ini berbeda dengan konsumsi empedu ikan beracun di India yang mengakibatkan diare dan gagal ginjal akut karena racun ciguatoxin.

Mortalitas mencit yang diberi CEK adalah 40% dan terjadi dalam waktu yang berbeda. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan self-limiting dalam merespon CEK. Toksisitas empedu disebabkan oleh kompleksitas komponennya. Asam empedu dapat berperan ganda karena mempunyai sifat amphipathik yaitu mempunyai kandungan asam empedu yang bersifat hidrofobik (tidak larut dalam air) dan juga hidrofilik (larut dalam air). Asam deoksikolat (DCA) sebagai asam empedu hidrofobik meningkatkan polaritas dan fluiditas lipid yang mengarah ke kerusakan membran sel. Ursodeoxycholic acid (UDCA) dan asam tauroursodeoxycholic (TUDCA) sebagai asam empedu hidrofilik bertindak sebagai emolien dengan melembutkan, membersihkan, dan sebagai antiseptik ringan, mampu membalikkan efek dan melindungi dari toksisitas asam empedu hidrofobik. Jadi di satu sisi, asam empedu bersifat toksik, tetapi di sisi lain bermanfaat. Sifat unik asam empedu ini telah dimanfaatkan dalam sistem drug delivery untuk mencapai target dan sebagai agen terapeutik pada penyakit kanker, malaria, dan infeksi usus.

Informasi tentang komponen empedu kambing sangat sedikit. Komponen empedu kambing mirip dengan empedu domba. Namun, kandungan toksin dan kasus keracunan CEK belum pernah dilaporkan. Salah satu kendala dalam mengkonsumsi empedu kambing hanyalah ukurannya. Oleh karena itu harus dipilih empedu dengan ukuran yang lebih kecil agar lebih mudah menelannya.

Empedu hewan yang telah sering digunakan dalam TCM adalah empedu beruang untuk mengobati penyakit liver, sindrom retensi darah, ascariasis dan oxyuriasis. Komposisi empedu beruang tidak konstan dan dapat berubah karena berbagai faktor, seperti spesies, keadaan fisik, dan musim. Demikian pula dengan banyaknya jenis kambing di Indonesia yang kemungkinan juga mengandung komposisi yang berbeda dan menyebabkan efek yang berbeda pula. Efikasi klinis dari pengobatan menggunakan empedu hewan adalah didasarkan pada komponen kimianya. Variasi komposisi empedu sangat penting untuk diidentifikasi dan diteliti lebih jauh mengenai aksi farmakologis dan mekanismenya dalam menyembuhkan suatu penyakit.

Hasil penelitian pada mencit menunjukkan bahwa CEK aman digunakan karena hanya menunjukkan toksisitas ringan. Namun perlu diwaspadai dalam mengkonsumsi CEK karena sifatnya yang unik tersebut. Oleh karena itu disarankan agar konsumsi empedu kambing tidak dilakukan terlalu sering untuk menghindari efek yang berbahaya.

Penulis: Heny Arwati

Informasi detail riset ini dapat diakses pada artikel kami di:

http://www.veterinaryworld.org/Vol.13/March-2020/18.html

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).