Menjadi Bijak untuk Keselamatan Pasien

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi keselamatan pasien. (Sumber: medeka.com)

Pada ranah laboratorium, perencanaan suatu laboratorium meliputi antara lain penentuan parameter laboratorium yang akan dikerjakan dan pemilihan alat yang disesuaikan dengan jumlah pasien, kebutuhan laboratorium, metode yang digunakan, biaya pemeliharaan, biaya reagen dan biaya total per test. Adakalanya suatu alat memiliki keunggulan dan memenuhi kebutuhan laboratorium di satu sisi namun sisi lain tidak. Dengan demikian diperlukan kecerdikan dokter dan paramedis yang terlibat di laboratorium dalam pemilihan suatu alat.

Sebagai contoh alat pemeriksaan hemostasis. Pemeriksaan hemostasis banyak macamnya, namun yang minimal rutin dikerjakan yaitu waktu prothrombin plasma atau plasma prothrombin time (PPT) dan waktu tromboplastin atau activated partial thromboplastin time (APTT). Pemeriksaan ini diindikasikan pada pasien yang mengalami kelainan perdarahan seperti mudah timbul hematom saat terbentur atau perdarahan yang sukar berhenti; untuk memonitor pasien yang mendapatkan terapi antikoagulan guna mengatur dosis obat; pasien yang mendapatkan banyak transfusi karena pada kantong transfuse juga didapatkan zat antikoagulan yang tentunya turut masuk ke tubuh resipien; dan pasien yang akan menjalani operasi guna menilai status faal hemostasis penderita untuk mewaspadai perdarahan yang sulit teratasi di saaat operasi berlangsung. Pemeriksaan faal hemostasis ini seringkali tidak hanya sekali, namun dapat serial beberapa kali, tergantung tujuannya.

Sementara itu, pengadaan alat koagulometer untuk memeriksa faal hemostasis di laboratorium sering mengalami dilema. Terdapat 2 macam koagulometer yang tersedia di pasaran, yaitu koagulometer dengan prinsip deteksi optik dan elektromekanik. Masing-masing mempunyai keunggulan dan kekurangan. Bila dana laboratorium cukup untuk membeli keduanya tentunya hal ini lebih baik, karena kedua alat dapat saling menutupi kekurangan.

Namun yang sering terjadi adalah laboratorium harus memilih satu saja. Metode elektromekanik tidak terpengaruh oleh sampel yang keruh karena hemolisis, ikterus dan lipemik. Sedangkan metode optik unggul dengan biaya yang lebih terjangkau, sehingga alat dengan metode optik ini sering menjadi pilihan banyak laboratorium. Sedangkan pada sampel yang keruh tadi bila tidak dapat terdeteksi di alat dengan metode optik maka dilakukan pemeriksaan ulang dengan metode elektromekanik dengan merujuk ke laboratorium lain yang mempunyai alat tersebut.

Alat dengan metode optik ini banyak ragamnya, mulai dari yang sederhana hingga tipe yang kompleks. Mulai 1 hingga 5 panjang gelombang, mulai yang semiautomatik hingga yang automatik penuh, mulai yang berukuran kecil hingga besar. Seringkali suatu alat di laboratoeium dilengkapi dengan alat kedua, ketiga untuk mendukung kinerja alat pertama (backup). Alat pendukung ini biasanya bertipe lebih rendah dibandingkan alat utama.

Pada penelitian ini membandingkan 3 alat koagulometer dengan jenis, reagen dan metode yang berbeda. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah bila pemeriksaan faal hemostasis pada suatu pasien dilakukan serial, maka pemeriksaan ulangan dapat dilakukan pada alat lain, misalnya alat backup di laboratorium yang sama atau bahkan alat lain di laboratorium berbeda.

Hasil ini tentunya diharapkan dapat menjadi dasar pengambilan kebijakan pihak manajerial untuk membuat keputusan  bagaimana seharusnya memperlakukan sampel pada satu pasien yang diperiksa berulang. Metode yang digunakan adalah darah dari 1 pasien dibagi 3 untuk dilakukan pemeriksaan pada 3 alat, kemudian hasil diantara ketiganya dianalisis antar grup.

Hasil penelitian ternyata menunjukkan bahwa hasil antara 3 alat tersebut memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Hal ini berarti bahwa pemeriksaan pada spesimen yang sama memberikan hasil yang berbeda signifikan pada alat lain dengan metode dan reagen yang berbeda. Artinya, apabila seorang pasien dilakukan pemeriksaan secara serial, maka pemeriksaan kedua, ketiga dan seterusnya harus dikerjakan pada alat yang sama dengan pemeriksaan pertama, agar hasil dapat dibandingkan. Hal ini tentunya baik untuk dibuatkan suatu kebijakan di laboratorium dengan alat koagulometer lebih dari satu sehingga dapat ditaati oleh semua petugas analis. Dengan demikian keselamatan pasien turut terjaga dengan sistem ini dan akan berdampak pada perbaikan mutu laboratorium baik swasta maupun rumah sakit. (*)

Penulis: Yetti Hernaningsih

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5617702/

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).