Dosen Sasing UNAIR: Musik Hip Hop Jawa Beri Sumbangsih dalam Pelestarian Budaya

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Illustration by Feri Fenoria

UNAIR NEWS – Kebudayaan Jawa sering dianggap sebagai kebudayaan adiluhung. Terutama dapat ditemukan dalam penggunaan bahasa Jawa yang terkenal atas tingkatannya yang terdiri dari bahasa Jawa halus (kromo), menengah, dan kasar (ngoko).

Dosen Bahasa dan Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga Edi Dwi Riyanto, S.S., M. Hum melakukan penelitian terhadap nilai adiluhung kebudayaan Jawa di era saat ini. Music Hip Hop yang mengidentifikasi kebudayaan modern dapat menjadi batasan dalam kebudayaan Jawa.

Edi memberikan contoh lagu Kulonuwun yang merupakan salah satu lagu hip hop ciptaan Rotra dari Yogyakarta pada tahun 2007. Lagu itu mencampuradukkan bahasa Jawa kromo dan ngoko dalam satu lagu. Lagu itu juga diawali dengan sangat sopan menggunakan bahasa Jawa tinggi (kromo).

“Dalam musik hip hop Jawa, adi luhung dan non-adiluhung telah bercampur menjadi satu serta sekat pembatas telah dicairkan,” ungkapnya.

Dengan cara demikian, Edi menambahkan lagu hip hop Jawa turut memberi sumbangan terhadap pelestarian budaya Jawa dengan caranya sendiri. Lagu hip hop dengan lirik bahasa Jawa menurutnya adalah cara melestarikan budaya di era yang sudah semakin modern.

Edi juga memberikan contoh lagu hip hop jawa lainnya yang berjudul Jagal Pabu (Jagal Anjing). Lagu  itu menggunakan teknik walikan untuk memberi ruang bagi hal-hal yang tabu dibicarakan agar bisa disampaikan ke publik. Teknik walikan itu biasa dipakai oleh pemuda Yogjakarta dengan merujuk pada posisi huruf Jawa dan diatur ulang atau dibalik.

Edi dalam penelitian tersebut juga mengungkapkan bahwa batas adiluhung dan non-adiluhung telah diseberangi oleh para pemusik hip hop Jawa. Ia juga menyampaikan dua teknik penyeberangan dalam lagu hip hop Jawa.

Teknik pertama adalah dengan cara pencampuran berbagai tingkatan bahasa dalam satu lagu. Teknik kedua adalah dengan cara menggunakan bahasa walikan untuk memungkinkan hal-hal tabu untuk bisa diungkap dan disampaikan di depan umum.

Tidak hanya dua teknik kebahasaan, para pemusik hip hop Jawa juga menggunakan teknik remix. Jogja Hip Hop Foundation (JHF)  mampu menggabungkan daftar tinggi dan rendah dalam satu produk budaya seperti dalam lagu Kulonuwun.

JHF menggunakan strategi pengubahan nada yang dikombinasikan dengan penggunaan bahasa terbalik. Teknik remix ini telah terbukti berhasil dalam memproduksi lagu-lagu Jawa Hip Hop yang populer.

“Dampak dari remixing ini adalah dekonstruksi pemisahan antara yang adil dan yang tidak adil membuat stratifikasi sosial yang tercermin dalam bahasa menjadi lebih cair,” ujarnya.

Edi mengaku bahwa secara sosial budaya, orang Jawa sedang berubah. Berkebalikan dengan pemisahan kebudayaan yang sedang populer. Dampak utama dari remix dalam lirik-lirik tersebut adalah meratakan unsur-unsur adiluhung dan non-adiluhung dari budaya Jawa.(*)

Penulis: Aditya Novrian

Editor: Khefti Almawalia

Referensi :

https://www.oapen.org/download?type=document&docid=1002492#page=71

Edi Dwi Riyanto. 2017. Remixed Javaneseness: Lyrics of levelling adiluhung non-adiluhung. ISBN : 978-1-138-58034-3

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).