Hari Kesehatan Jiwa Dunia, Fokus Tangani Masalah Bunuh Diri

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
DIREKTUR Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya, dr. Herlin Ferliana, M.Kes. ketika memaparkan materi di Ruang Kahuripan 300, Lantai 3 Kantor Manajemen Kampus C UNAIR pada Rabu (09/10/19). (Ilustrasi Oleh Dita Aulia Rahma)

UNAIR NEWS – Hari Kesehatan Jiwa sedunia diperingati setiap tanggal 10 Oktober. Berbeda dari tahun 2018 yang mengangkat tema Young People And Mental Health in a Changing World. Tahun ini tema yang diusung adalah Mental Health Promotion and Suicide Prevention.

Dalam acara seminar yang diselenggarakan oleh Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) daerah Jawa Timur pada Rabu (09/10/19), Direktur Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya, dr. Herlin Ferliana, M.Kes. mengungkapkan, betapa banyak kasus masyarakat Indonesia yang bunuh diri akibat penyakit jiwa. Ia mengatakan bahwa setiap bulan selalu ada berita yang membahas masalah tersebut.

“Tidak jarang kita temui, tidak ada satu bulan kami selalu mendapat info-info seperti ini (kejadian bunuh diri, Red) contoh beritanya seperti siswa SMP yang meninggal akibat gantung diri,” ucapnya ketika memaparkan materi di Ruang Kahuripan 300, Kantor Manajemen, Kampus C  Universitas Airlangga.

Menurut data riset kesehatan dasar (Riskesdas), dari hasil prevalensi depresi pada penduduk umur lebih dari 15 tahun hanya sembilan persen orang yang berobat dan sisanya yakni 91 persen tidak menyadari jika dirinya sakit. Data tersebut menunjukkan bahwa kondisi saat ini, khususnya di Indonesia sangat mengkhawatirkan.

Selain itu, menurut data WHO, ada 18.000 orang yang bunuh diri di dunia di setiap tahunnya. Sedangkan data di Jawa Timur juga menunjukkan angka yang cukup tinggi terkait masalah tersebut.

“Saya ingin menunjukkan bahwa setiap tahun, menurut WHO itu ada sekitar 18.000 orang bunuh diri dan data yang kami terima di Jawa Timur juga menunjukkan angka yang cukup tinggi,” tambahnya.

Seseorang dapat didiagnosis mengidap gangguan jiwa apabila memiliki beberapa gejala pada pola perilaku dan pola psikologis. Tidak hanya itu, gejala yang dapat menimbulkan penderitaan dan menimbulkan disabilitasi atau ketidakmampuan juga dapat digunakan sebagai diagnosis penyakit gangguan jiwa.

“Ada tiga hal yang ingin saya sampaikan terkait gangguan jiwa ini dan nantinya kita harus mampu menguasai hal-hal yang terkait gangguan jiwa. Yang pertama adalah kita harus tau pola perilaku dan pola psikologisnya, yang kedua gejala tersebut akan menimbulkan penderitaan dan yang ketiga adalah gejala tersebut akan menyebabkan disabilitas atau ketidakmampuan,” tuturnya.

Sebagai penutup, dr. Herlin mengatakan bahwa perlu adanya dukungan dari keluarga maupun masyarakat untuk mencegah seseorang dari gangguan jiwa. Peran ahli kesehatan masyarakat juga dibutuhkan untuk menjaga orang yang sehat tetap sehat dan mencegah orang yang berisiko menjadi sakit. (*)

Penulis : Dita Aulia Rahma

Editor : Khefti Al Mawalia

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).