Potensi Ceker Ayam sebagai Bahan Biomaterial Bidang Rekayasa Jaringan

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi ceker ayam. (Sumber: DetikFood)

Cakar ayam yang selama ini di masyarakat masih banyak dianggap sebagai bagian tubuh dari ayam yang kurang bernilai ekonomis dan kurang populer di antara bagian tubuh ayam yang lain, ternyata menyimpan segenap potensi yang bisa digali. Ketersediaannya pun melimpah di masyarakat.

Cakar ayam yang tersusun dari jaringan ikat padat, ternyata kaya akan kolagen. Kandungan kolagennya yang sebesar 22,98 persen dari total protein sangat menarik untuk dimanfaatkan lebih jauh dari sekedar kudapan. Selama ini dalam masyarakat, pemanfaatan cakar ayam ini masih terbatas dikarenakan kandungan dagingnya yang sedikit, dengan kandungan kulit dan tulangnya yang tinggi.

Kolagen dikenal sebagai material terpercaya untuk penerapan rekayasa jaringan karena sifat biokompabilitas dan biodegradabilitasnya yang baik, tetapi sifat biodegradasi yang cepat dan kekuatan mekanik yang rendah menjadi permasalahan yang membatasi penggunaan material kolagen lebih lanjut. Sehingga, kolagen perlu dicampurkan dengan bahan lain untuk menutupi kekurangannya tersebut. Dalam hal ini, kekurangan dalam kolagen akan diperbaiki oleh pencampuran polimer lain yaitu kitosan, yaitu hasil deasetilasi kitin yang didapatkan dari limbah perikanan atau hewan laut seperti udang dan kepiting.

Pencampuran dari kolagen dari ekstrak cakar ayam dan kitosan ini dibuat dalam suatu biomaterial dalam rekayasa jaringan yang dinamakan dengan scaffold. Scaffold adalah produk rekayasa jaringan berbentuk tiga dimensi yang berfungsi mempercepat proses regenerasi dalam kerusakan jaringan tulang.

Di kedokteran gigi, terdapat banyak penyakit yang dapat merusak struktur tulang. Seperti periodontitis, kelainan bawaan, penyakit degeneratif, dan tumor pada tulang. Adanya kerusakan tulang dibutuhkan material scaffold yang mampu mempercepat dan mengembalikan bentuk dan struktur tulang hingga mendekati struktur tulang sehat.

Kombinasi dari dua biomaterial kolagen cakar ayam dan kitosan dengan perbanding 1:1  menunjukkan porositas yang bagus, namun menunjukkan daya tekan (compressive strength) kurang optimal sehingga, perlu dilakukan cross-link dengan gluteraldehid (C5H8O2) guna menaikkan daya tekan dari scaffold. Gluteraldehid berfungsi membentuk ikatan antar molekul kolagen sehingga meningkatkan kekuatan serat kolagen. Scaffold yang telah dilakukan cross-link menunjukkan peningkatan secara biologi dan mekanis. Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan apakah scaffold dari kitosan dan kolagen cakar ayam ini layak digunakan sebagai biomaterial pada rekayasa jaringan.

Penelitian ini telah disetujui oleh komite etik Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Airlangga dengan nomor 279/HRECC.FODM/XI/2017. Material yang digunakan adalah kitosan dari cangkang kepiting dengan tingkat deasetilisasi sebesar >81% (Sigma 93646, USA), dengan kolagen yang diekstrak dari cakar ayam yang telah melalui tes bakteriologi dengan nomor 5947G1/dab (PT Wonokoyo Jaya Corporation).

Scaffold kitosan-kolagen cakar ayam yang telah dilakukan cross-link dengan gluteraldehid kemudian dilakukan degradation test dengan ditimbang untuk menentukan menentukan initial weight (Wi). Scaffold direndam dalam PBS yang mengandung 1,6μg/ml (112 unit/ml) enzim lisozim yang setara dengan level enzim pada serum tubuh manusia. Larutan lisozim diganti setiap hari untuk memastikan kontinuitasnya. Sesudah 7 hari, sampel diambil dan dicuci dengan distilled water lalu dilakukan freeze-dry. Berat final (Weight Final/Wf) dihitung dengan rumus.

Test selanjutnya adalah swelling study. Scaffold yang sebelumnya telah dilakukan uji untuk mengukur initial weight (wi), lalu dimasukkan ke dalam tabung eppendorf dan direndam dalam aqua distillate sampai 24 jam pada suhu 37oC. Setiap sampel diukur lagi untuk menentukan weight final (wf). Swelling ratio dan water percentage (WCP) kemudian dihitung dengan rumus. Test terakhir adalah tes porositas (porosity test) yang dilakukan dengan SEM-EDX test. Porositas dari komposisi yang beragam dari scaffold yang porous dianalisa menggunakan FEI, inspect S50. Semua sampel dilapisi dengan Au dan Pb sebelum dilakukan analisis SEM-EDX.

Hasilnya yang diberikan dari serangkaian tes ini adalah scaffold berhasil memenuhi kebutuhan sebagai biomaterial pada rekayasa jaringan dengan degradation rate sebesar 20% pada hari ke-7, swelling rate sebesar 1.63yang cukup baik meski menurun dari penelitian sebelumnya, serta ukuran mesoporous sebesar 24.15μm sementara yang terbesar sebesar 39.22μm.  mikrograf SEM dari berbagai komposisi / komponen 3D porous scaffold  menunjukkan bahwa mikrostruktur dari scaffold ter-interkoneksi.

Kesimpulan yang bisa ditarik dari serangkaian penelitian ini adalah bahwa profil scaffold kitosan kolagen cakar ayam telah memenuhi kebutuhan sebagai biomaterial dalam rekayasa jaringan. (*)

Penulis: Anita Yuliati

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di: http://www.jidmr.com/journal/wp-content/uploads/2019/04/2-D18_673_Agrippine_Putricia_Asaeli_Anita_Yuliati.pdf

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).