Teman Jadi Pengaruh Besar dalam Penanganan Depresi

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi depresi. (Sumber : paradigmmalibu.com)

UNAIR NEWS – Depresi menjadi salah satu gangguan kesehatan mental yang sangat ramai diperbincangkan. Berdasar hasil RISKESDAS 2018, prevalensi depresi di Indonesia mencapai angka 6,1 persen. Sementara itu, angka prevalensi depresi di Jawa Timur mencapai 4,53 persen pada tahun 2018. Data-data tersebut menunjukkan bahwa depresi menjadi salah satu permasalahan yang harus segera ditangani.

Menurut Dr. Hamidah., M.Si., Psikolog, selaku psikolog sekaligus dosen Departemen Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Universitas Airlangga, depresi menunjukkan beberapa gejala. Gejala utama yang nampak di antaranya tidak bersemangat, waktu tidur dan nafsu makan kacau, tidak ada minat dalam interaksi sosial, serta rasa sedih mendalam yang berkepanjangan dan tidak jelas sebabnya. Jika sudah mencapai puncaknya, depresi bahkan bisa menyebabkan seseorang terpikir untuk bunuh diri maupun membunuh orang lain.

“Gejala depresi ada banyak sekali dan memang harus kita perhatikan. Seseorang baru bisa dikatakan depresi jika gejala-gejala tersebut muncul selama kurang lebih enam minggu lamanya,” tegas Hamidah.

Hamidah menyebutkan bahwa ada berbagai faktor yang menjadi penyebab di balik munculnya depresi, yang dibagi menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi karakter individu dan kesiapan menghadapi permasalahan. Sementara faktor eksternal sendiri seperti adanya kejadian yang tidak diharapkan, masalah ekonomi, dan kondisi tidak menyenangkan yang berkepanjangan.

Dalam mengatasi depresi, tentu saja membutuhkan dukungan dan bantuan dari orang lain. Bentuk-bentuk dukungan yang bisa dilakukan meliputi dukungan moral, dukungan sosial, dukungan informasi, bahkan materi. Salah satu sosok berpengaruh adalah teman, dimana seorang individu khususnya remaja menghabiskan sebagian besar waktu bersama temannya.

“Dukungan itu tidak harus yang berlebih-lebih, cukup dengan tidak mencemooh, tidak mengucilkan, tidak menggosipkan, dan mau mendengarkan. Hal itu sudah membantu untuk meyakinkan penderita depresi bahwa mereka juga punya kelebihan dan bisa melawan depresi,” jelas Hamidah.

Stigma yang terbentuk di masyarakat terkait depresi membuat sebagian besar orang malu untuk terbuka dengan kondisinya dan mencari bantuan. Terlebih, banyaknya orang yang menjadikan depresi sebagai bahan candaan semakin memperburuk kondisi mental penderita depresi.

“Sebagai seorang teman, kita bisa membantu untuk mencari informasi tentang gejala yang dirasakan oleh penderita depresi dari sumber-sumber terkait dan diarahkan untuk menghubungi profesional,” ujar Hamidah.

“Kita juga harus membantu untuk membuktikan bahwa tidak semua pikiran buruk yang dimiliki oleh penderita depresi itu benar. Bahwa mereka juga punya banyak hal-hal positif yang bisa dikembangkan,” lanjutnya.

Hamidah kembali menekankan bahwa depresi bisa disembuhkan. Koordinasi yang baik antara penderita dengan pihak profesional menjadi salah satu kunci penting. Dukungan dari lingkungan juga bisa mempercepat perbaikan kondisi mental pengidap depresi.

“Intinya sebagai seorang teman, kita harus memberi dukungan, sekecil apapun. Bahkan hanya dengan sekedar mendengarkan pun, sudah menjadi sebuah bantuan yang besar untuk penderita depresi,” pungkasnya. (*)

Penulis : Sukma Cindra Pratiwi

Editor : Binti Q Masruroh

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).