Potensi Daun Pepaya Sebagai Agen Fotosensitiser Organik

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Joeraganartikel.com

Penyakit sariawan merupakan salah satu penyakit yang banyak menyerang rongga mulut. Hal itu disebabkan oleh adanya mikroba patogen yaitu Candida albicans (C.albicans). Pada sebagian orang, sariawan adalah penyakit umum yang bisa disembuhkan dengan obat kumur antibiotik pada sistem kekebalan tubuh yang rendah seperti penderita HIV (Donnely, et al., 2007). Sariawan sangat sulit disembuhkan bahkan menjadi parah sehingga dapat menyerang organ bagian dalam lainnya. Parahnya penyakit sariawan dalam rongga mulut dipengaruhi oleh kondisi habitat yang sangat optimal untuk pertumbuhan dan kolonisasi C.albicans seperti terdapatnya sejumlah besar saliva, pH saliva yang rendah, temperatur stabil dan kandungan glukosa (Komariah dan Ridhawati, 2012). C.albicans dianggap salah satu mikroba yang derajat patogenitasnya tinggi melalui mekanisme kolonisasi dan invasi, serta merupakan jenis mikroba oportunistik yaitu menyerang sel inang saat penurunan imunitas seseorang.

Peningkatan populasi (overgrowth) C.albicans dapat meningkatkan jumlah metabolisme toksin dalam pembuluh darahdan berpeluang menimbulkan penyakit pada organ lain seperti gangguan sistem saraf, kanker, penyakit degeneratif, denaturasi protein, alergi dan stroke (Baktir, 2012). Salah satu cara C.albicans meningkatkan sifat virulennya yaitu membentuk biofilm ketika dihadapkan pada perubahan lingkungan yang ekstrim seperti keberadaan logam berat sebagai polutan, persaingan dengan flora normal lainnya, pemakaian antifungi, penghindaran diri dari sistem kekebalan inang serta kondisi kekurangan nutrisi. Biofilm memfasilitasi perubahan genetik material zat antifungi menjadi resisten melalui reaksi kimiawi sehingga diduga tidak ada senyawa apapun yang mampu menembus lapisan dasar biofilm. Karakteristik unik lainnya dari suatu biofilm adalah bersifat anaerob, yaitu tidak mengandung oksigen dan hanya terkonsentrasi di permukaan.

Salah satu metode untuk eradikasi biofilm C.albicans adalah Antimicrobial Photodynamic Therapy (aPDT). Keberhasilan terapi ini ditentukan oleh kesesuaian spektrum sumber cahaya dengan spektrum serap fotosensitiser serta keberadaan oksigen. Produk akhir berupa Radical Oksigen Species (ROS) yang akan merusak biofilm dan kematian mikroba pembentuk biofilm. Karakteristik bahan fotosensitizer berkaitan dengan nilai quantum yield (FF) dan lifetime (t) yang akan mempengaruhi produksi ROS. Quantum yield merupakan derajat kemampuan fotosensitizer mengkonversi molekul oksigen triplet pada ground state sehingga terbentuk oksigen singlet (ROS). Sedangkan lifetime merupakan lamanya tahapan fotosensitizer berada di tingkat triplet dan berpeluang bereaksi dengan molekul oksigen sebanyak-banyaknya. Secara alamiah sebuah molekul yang menyerap sejumlah energi foton, tidak semuanya akan dilepas secara efisien tetapi terdapat sejumlah energi yang hilang atau terbuang. Nilai quantum yield berkisar antara 0 – 1 yang bergantung pada jenis pelarut, konsentrasi quencher (akseptor dalam pelarut) dan konsentrasi oksigen dalam target. Fotosensitizer yang ideal dapat menstimulasi setiap satu foton cahaya yang diserap dengan membentuk satu molekul oksigen singlet. Berbagai macam fotosensitiser digunakan dalam terapi fotodinamik antimikroba antara lain, organik (klorofil), metal (perak atau emas) maupun kimiawi (methylene blue).

Perkembangan sensitizer generasi III diarahkan untuk efektivitas absorbsi cahaya yang bersesuaian dengan sifat molekul pigmen terutama zat klorofil daun. Sehingga membuka peluang riset yang bukan hanya berpotensi sebagai tanaman obat tradisional. Klorofil relatif lebih mudah diproduksi, lebih stabil, larut dalam air, sumber yang banyak serta aman karena bukan dari bahan sintetik (Lymantara, 2010).

Tanaman pepaya (carica papaya L.) memiliki kadar klorofil yang relatif tinggi yaitu 29.5975 mg/g, mengandung zat aktif antifungi berupa saponin dan tannin (A’yun dan Laily, 2015), serta kandungan enzim papaya yang berfungsi memecah struktur protein (Zulfahair, et al., 2014). Pigmen klorofil memiliki karakteristik puncak absorbansi di dua panjang gelombang, yaitu klorofil-a (430 dan 662) nm sedangkan klorofil-b (453 dan 642) nm, dengan derajat absorbansi yang berbeda antara keduanya. Klorofil berperan sebagai penyerap cahaya, pentransfer energi eksitasi ke pusat reaksi dan pemisah muatan pada membrane fotosintetik.

Penyerapan energi yang tinggi selama proses fotosintesis disebabkan oleh adanya tahapan eksitasi klorofil yang relatif lama (£ 10-8detik). Semakin lama tahapan eksitasi singlet klorofil, semakin besar konversi energi elektronik dari tingkatan dasar ke tingkatan tereksitasi triplet dapat terjadi. Kelebihan energi pada tingkatan tereksitasi triplet memberi peluang klorofil untuk mentrasfer energinya ke molekul oksigen disekitarnya menghasilkan singlet oksigen reaktif (ROS). Pada organisme fotosintetik seperti tumbuhan, keberadaan ROS dapat diredam oleh karotenoid. Kemampuan klorofil memproduksi ROS yang sangat reaktif, dengan tambahan aktivasi sumber cahaya yang digunakan maka kemampuan menghasilkan ROS akan semakin meningkat. Keistimewaan klorofil daun pepaya dapat dimanfaatkan sebagai agen fotosensitiser yang potensial dalam fotodinamik. 

Penulis : Suryani Dyah Astuti

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

http://journals.sbmu.ac.ir/jlms/article/view/21618/215-224

Suryani Dyah Astuti, Suhariningsih, Afaf Baktir, Sri Dewi Astuty. 2019. The Efficacy of Photodynamic Icactivation of The Diode Laser in Inactivation of the Candida Albicans Biofilms with Exogenous Photosensitrizer of Papaya Leaf Chlorophyll. Journal of Laser in Medical Sciences

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).