Meneguhkan Peran Santri di Era Milenial

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Hari Santri
Gus Nadirsyah Hosen saat memberikan paparan dihadapan Santri Mahasiswa UNAIR. (Foto: M. Najib Rahman)

UNAIR NEWS“SANTRI bukan yang mondok saja, tapi siapapun yang berakhlak seperti santri, adalah SANTRI”  begitulah definisi mengenai santri menurut KH Ahmad Mustofa Bisri. Di era milenial seperti pada saat ini, banyak tantangan yang harus dihadapi umat Islam terutama santri untuk kemaslahatan atau kebaikan umat.

Gus Nadirsyah Hosen yang menjabat sebagai Pengurus Cabang Istimewa Nahdhatul Ulama (PCINU) Australia dalam acara Deklarasi Gerakan Santri Mahasiswa yang bertempat di Universitas Airlangga mengatakan, tantangan santri di masa sekarang bukan semata-mata fisik, namun pada hal-hal lain. Berbeda dengan zaman dahulu yang harus berperang untuk kejayaan Islam.

Perintah pertama dari Allah yang turun kepada Rasulullah SAW bukanlah sholat atau puasa, melainkan Iqra atau bacalah. Pada saat itu manusia yang menerima wahyu yaitu Nabi Muhammad SAW merupakan seorang yang Ummiy yaitu tidak bisa membaca dan menulis. Di sisi lain, masyarakatnya juga merupakan masyarakat yang jahil atau bodoh.  Namun, setelah turun, al-Qur’an dapat mengubah segalanya.

“Maka Islam revolusioner sekali mampu merubah segalanya,” tambahnya.

Gus Nadirsyah menambahkan, Islam merupakan agama yang sangat menghargai ilmu pengetahuan karena ayat pertama yang turun ialah Iqra atau bacalah. Islam jaya karena umatnya senantiasa mengamalkan ayat tersebut.

“Islam tidak memisahkan antara ilmu agama dan ilmu dunia, silahkan kalian baca buku apa saja yang diinginkan, namun tetap bismi rabbikalladzi kholaq atau dengan menyebut nama Allah,” tuturnya.

Persoalan terbesar pada umat Islam masa kini ialah pada bidang tekhnologi. Umat Islam kurang bisa mengembangkan atau memanfaatkan tekhnologi untuk kebaikan umat. Padahal, ulama terdahulu selain ahli dalam ilmu agama juga ahli dalam ilmu dunia. Salah satu contohnya ialah Ibnu Sina yang ahli dalam bidang kedokteran.

Tantangan selanjutnya ialah mengenai maraknya ujaran kebencian serta berita palsu yang bertebaran pada saat ini. Kemajuan tekhnologi memudahkan semua orang untuk menyampaikan pendapatnya. Sebagai seorang muslim maka santri harus mampu menangani tantangan tersebut.

“Jangan sampai kita sembarangan berfatwa apalagi melalui media sosial. Jika salah maka kita akan menyesatkan umat. Jangan sampai kita masuk neraka karena kecerobohan ibu jari kita,” tambahnya.

Gus Nadirsyah berpesan, manusia hidup untuk mencari kemaslahatan bukan sibuk mencari tipu muslihat. Seorang santri ketika belajar harus fokus dalam mencari kemaslahatan.Dalam proses belajar ilmu agama santri juga harus memilih guru yang memiliki sanad keilmuan yang jelas yang bersambung pada Rasulullah SAW.

“Mau belajar apapun dan meneruskan sekolah sampai kapanpun yang terpenting ialah mau belajar dan beerdoa agar ilmu yang didapat itu membawa kemaslahatan bagi siapapun karena Rasulullah SAW bersabda sebaik-baik orang ialah yang bermanfaat bagi sesamanya,” pungkasnya.

Penulis: M. Najib Rahman

Editor: Nuri Hermawan

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).