21 Tahun Reformasi, Begini Pendapat Dosen Ilmu Sejarah UNAIR

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi gerakan mahasiswa. (Feri Fenoria)

UNAIR NEWS – Setiap 21 Mei, bangsa Indonesia selalu diingatkan sebagai hari reformasi. Tepat pada bulan ini, reformasi Indonesia menginjak 21 tahun.

Dosen Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga (UNAIR) Arya Wanda Wirayuda, S. Hum., M. A. memberikan pendapatnya tentang refleksi 21 tahun reformasi. Tepat pada 21 Mei 2019, momen reformasi bertepatan dengan H-1 pengumuman hasil akhir pemilihan umum (pemilu) presiden 2019.

Arya, sapaan karibnya, berpendapat bahwa penerapan reformasi sudah mengalami kemajuan. Hal ini mampu dibuktikan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi. Pemilu presiden 2019 adalah salah satu contoh yang  dapat menjadi acuan refleksi 21 tahun reformasi.

Indikator maju pada reformasi ini  adalah partisipasi dari masyarakat untuk mengikuti pemilu. Berkaca dari pemilu sebelum masa reformasi, pemilu 2019 secara pelaksanan sudah cukup baik menjadi acuan berdemokrasi. Sisi kekurangan dalam berdemokrasi juga masih nampak, namun dapat diantisipasi dengan jalan hukum yang berlaku.

“Pengumuman pemilu tanggal 22 Mei lusa bertepatan satu hari setelah peringatan reformasi,” ungkapnya. “Jika diamati dengan ilmu sejarah, momen tersebut mengingatkan era baru dalam berdemokrasi pada 1998,” tambahnya.

Reformasi yang diperingati pada bulan Mei ini mengingatkan para aktivis yang pernah menjadi bagian dalam pergantian rezim. Peringatan reformasi memberikan semangat baru untuk lebih baik dari masa sebelumnya.

Munculnya reformasi tidak hanya masalah politik. Reformasi muncul juga karena pada tahun 1996-1998 terjadi krisis moneter yang menimpa seluruh dunia. Hal tersebut juga berdampak terhadap Indonesia.

“Reformasi muncul tidak hanya satu faktor dari politik, namun bisa kita berkaca dari sudut pandang ekonomi,” ungkapnya.

Arya juga menambahkan bahwa kelesuan ekonomi telah mengubah tatanan masyarakat. Harga kebutuhan yang naik juga menimbulkan konflik terutama penjarahan toko pada masa 1998.

Berkaca lagi pada masa sebelum reformasi, banyak pelanggaran hak manusia terutama hak menyatakan pendapat. Lahirnya reformasi tidak terlepas dari para aktivis dan kritikus pada masa itu.

“Banyak aktivis atau kritikus dihentikan langkahnya oleh pemerintah Orde Baru karena terlalu mencampuri urusan pemerintah,” ungkapnya.

Arya menambahkan bahwa pembatasan ekspresi dalam negara demokrasi sedikit ternodai. Dengan kegigihan para aktivis tersebut, lahirlah ide reformasi untuk menciptakan demokrasi yang lebih sehat.

Mahasiswa mampu menjadi penggerak perjuangan reformasi. Mahasiswa yang mewakili kalangan terpelajar mampu mengemukakan pendapat serta idenya kepada pemerintah.

Reformasi yang sudah menginjak 21 tahun diharapkan memunculkan semangat baru dalam hal peduli terhadap negara. Para mahasiswa terutama mampu menjadi tonggak perubahan negara yang lebih baik. Suasana demokrasi yang masih panas ini juga diharapkan mampu mengingat kembali bagaimana arah perubahan Indonesia dengan kembali bersatu. (*)

Penulis: Aditya Novrian

Editor: Binti Q. Masruroh

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).