Tiga Alternatif Kebijakan Pemerintah untuk Atasi Kelangkaan Minyak Goreng

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Sumber: Bisnis Tempo

UNAIR NEWS – Pakar ekonomi Universitas Airlangga (UNAIR) Rossanto Dwi Handoyo SE MSi PhD menanggapi kelangkaan minyak goreng di pasar dalam negeri. Menurutnya, pasokan minyak goreng di pasar dalam negeri semakin lama semakin berkurang. Sehingga pemerintah perlu melakukan upaya untuk meningkatkan produktivitas dari produksi minyak goreng.

Menurutnya, kelangkaan tersebut harus menjadi perhatian bersama. Sebelumnya minyak goreng di dalam negeri sempat mengalami oversupply sehingga pemerintah menerapkan kebijakan terkait Program Biodiesel 30 Persen (B30). Namun baru-baru ini, pasokan minyak goreng di pasar dalam negeri justru mengalami penurunan.

Rossanto menjelaskan setidaknya ada tiga hal yang harus diupayakan oleh pemerintah. Dengan penerapan tiga hal tersebut, diharapkan kelangkaan minyak goreng dalam negeri bisa teratasi.

  • Menaikkan Pajak Ekspor Minyak Goreng

Harga minyak goreng dunia mengalami kenaikan dari yang awalnya di harga $1100 menjadi $1340. Untuk itu, pemerintah perlu menyeimbangkan kebutuhan dalam negeri dan luar negeri.

Harga minyak luar negeri saat ini memang cukup menjanjikan. Namun apabila dirasa kurang efektif dalam mendorong kebutuhan pasar dalam negeri, pemerintah dapat menerapkan pajak ekspor minyak goreng menjadi lebih tinggi.

“Dengan begitu pemerintah dapat memastikan pasokan minyak goreng dalam negeri tercukupi,” jelasnya.

Kebijakan perdagangan juga bisa dilakukan pemerintah dengan menaikturunkan kebijakan ekspor. Apabila kebutuhan dalam negeri masih kurang, maka pemerintah bisa menaikkan pajak ekspor sehingga mengurangi motivasi produsen domestik untuk mengekspor minyak ke luar negeri karena pajak tinggi.

Baca Juga: Ekonom UNAIR Paparkan Penyebab Kelangkaan Minyak Goreng di Indonesia

Sebaliknya, jika kebutuhan dalam negeri sudah terpenuhi, pemerintah bisa menurunkan pajak ekspor. Hal tersebut akan mendorong produsen melakukan ekspor ke luar negeri sehingga tidak ada yang menumpuk di gudang.

“Semua CPO (Crude Palm Oil, Red) yang diproduksi juga bisa terjual, baik di dalam atau luar negeri,” paparnya.

  • Relaksasi Kebijakan Biodiesel 30 Persen (B30)

Kedua, menurut Rossanto, pemerintah dapat melakukan relaksasi atau pengenduran kewajiban produsen untuk memenuhi kebutuhan biodiesel 30 persen. Persentase biodiesel bisa dikurangi menjadi 20 persen selama masa gejolak kelangkaan minyak goreng terjadi. “Jika dirasa masih cukup tinggi, bisa diturunkan lagi sampai 15 persen,” tambahnya.

  • Melakukan Operasi Pasar

Dalam jangka pendek, pemerintah bisa melakukan operasi pasar. Misalnya dengan melacak dari produsen harus memiliki kewajiban untuk mensuplai kebutuhan dalam negeri terlebih dahulu sebelum memenuhi kebutuhan ekspor. Pemerintah harus memastikan pasokan minyak goreng dalam negeri terpenuhi dengan harga yang wajar dan terjangkau oleh masyarakat.

“Misalnya dengan menerapkan kebijakan 20-30 persen dari produksi harus dipasarkan di dalam negeri,” imbuhnya.

Efektivitas kebijakan-kebijakan tersebut lebih terasa jika intervensi di sektor hulu lebih diutamakan daripada di sektor hilir. Operasi pasar terbuka yang dilakukan pemerintah di sektor hilir dengan menjual minyak goreng dengan harga murah, dinilai kurang efektif.

“Selama pasokan minyak goreng di pasar dalam negeri masih kurang, hal itu akan terjadi kelangkaan dan harganya akan naik,” jelasnya. (*)

Penulis :  Sandi Prabowo

Editor  :  Binti Q. Masruroh

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp