Dikukuhkan Guru Besar, Prof. Budi Suprapti Soroti Tantangan Farmasi Klinik

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Prof. Dr. Budi Suprapti, Dra., M.Si., Apt. sebagai Guru Besar Farmasi aktif ke-30. (Foto: Agus Irwanto)

UNAIR NEWS – Rektor Universitas Airlangga berhasil mengukuhkan Prof. Dr. Budi Suprapti, Dra., M.Si., Apt. sebagai Guru Besar Farmasi aktif ke-30. Prosesi pengukuhan tersebut sukses dilangsungkan di Aula Garuda Mukti UNAIR pada Rabu (15/12/2021).

Perempuan kelahiran Ponorogo 14 November 1961 tersebut tercatat pernah mempublikasikan 16 dokumen publikasi pada jurnal yang terindex scopus dan 74 dokumen pada artikel atau publikasi yang terindeks pada google. Kali ini, fokus penyampaian orasi Prof. Budi Suprapti ialah tentang Tantangan dan Problem Farmasi Klinik. 

Menurut Prof. Budi, pelayanan kefarmasian masih sering dipersepsi oleh banyak pihak sebagai pelayanan yang hanya berfokus pada pemenuhan perbekalan farmasi yang bermutu dan terjangkau.

“Padahal, sejak beberapa dekade lalu profesi farmasi telah mengalami pertumbuhan dan perkembangan dengan melewati tiga periode utama farmasi, yakni tradisional, transisional dan tahap pengembangan yang berorientasi kepada pasien,” ucapnya.

Sejalan dengan bergesernya peran penyiapan oleh apoteker ke industri farmasi, Prof. Budi menyampaikan kemunculan problem yang menjadi tantangan farmasi pada saat itu. Problem medik tersebut bernama preventable drug related morbidity dan mortality.

Preventable drug related morbidity dan mortality merupakan merupakan masalah medis serius yang sangat membutuhkan perhatian ahli. Problem tersebut juga membutuhkan pengembangan layanan untuk mengurangi dan mencegah morbiditas dan mortalitas terkait obat pada pasien.

“Pada tahun 71, di Amerika pernah ada kasus 140rb pasien meninggal dan 1 juta pasien yang menjalani rawat inap dikarenakan reaksi obat yang merugikan,” ungkap Prof. Budi Suprapti.

“Akibatnya, kondisi tersebut memunculkan misi baru profesi farmasi untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam masyarakat,” sambungnya. 

Dalam praktiknya, farmasi klinik akan melakukan kolaborasi dengan pasien, dokter, dan profesional kesehatan lainnya. “Saat ini praktek farmasi klinis telah menjadi bagian standar pelayanan kefarmasian Indonesia dimana apoteker memberikan asuhan untuk mengoptimalkan terapi obat dan meningkatkan kesehatan, kesejahteraan, dan pencegahan penyakit,” tandasnya. 

Prof. Budi sendiri menekankan bahwa keberhasilan terapi obat tergantung pada pemilihan obat, produk obat dan rancangan aturan dosis. Pada prinsipnya aturan dosis obat perlu dilakukan secara individual, terutama untuk obat dengan rentang terapi sempit yakni obat dengan batas konsentrasi dalam darah antara efek toksik dan terapi yang berdekatan.

Penulis: Zahwa E. Bella

Editor: Khefti Al Mawalia

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp