Hari Anak Universal Jadi Momentum Jaga Anak dari Dampak Buruk Media Digital

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

UNAIR NEWS – Tanggal 20 November diperingati sebagai Hari Anak Universal. Peringatan tersebut sebagai momentum dalam melihat dan memperlakukan anak, termasuk juga menjaga mereka agar terhindar dari dampak buruk media digital.

Ika Yuniar Cahyanti, M.Psi., Psikolog mengatakan, bahwa pandemi Covid-19 membuat anak lebih banyak untuk mengakses media digital pada gawai (gadget, Red). Menurutnya, orang tua atau pendamping anak harus mampu menjaga agar tidak menimbulkan efek yang buruk terhadap kesehatan ataupun kecanduan.

“Misalnya dari segi kesehatan mata, anak-anak di bawah 9 tahun maksimal mengakses gawai selama dua jam. Tapi kalau untuk anak Sekolah Dasar (SD), dapat mengakses selama tiga sampai empat jam. Berdasarkan himbauan dari Dinas Pendidikan, kegiatan belajar dalam jaringan (daring) sebaiknya memiliki durasi yang tidak lebih dari satu jam untuk anak pra-sekolah sehingga tidak terlalu lama,” tutur Dosen Fakultas Psikologi tersebut.

Selain itu, sambung Ika, apabila anak terlalu lama mengakses media digital maka akan berdampak pada sisi psikologis. “Ketika anak-anak terlalu sibuk dengan gawainya, maka dia cenderung lupa dengan aktivitas yang lain,” imbuhnya. Untuk itu, orang tua memerlukan strategi khusus guna membatasi gawai pada anak. 

Orang tua dapat membuat kesepakatan dengan anak untuk membatasi pemakaian gawai. Misalnya, dari segi durasi pemakaian.

“Kalau untuk anak berumur 5 tahun ke atas, itu sudah bisa diajak bersepakat karena mereka juga sudah mulai tahu waktu. Akan tetapi kalau masih di bawah 4 tahun memang perlu dikendalikan,” ujar Ika.

Lanjut Ika, mereka (orang tua, Red) dapat menyingkirkan gawai dari jangkauan anak ketika sudah di luar batas durasi. Dengan begitu, maka anak tidak akan tergoda untuk menggunakan gawai dan disiplin dengan batas durasi.

Selain durasi, orang tua juga perlu mengatur aplikasi yang boleh dan tidak boleh diakses oleh anak mereka. “Tidak sekedar melarang akses anak terhadap media tertentu, namun juga perlu menjelaskan alasannya. Karena anak tidak bisa sekedar diberi larangan dengan kata ‘jangan,’ mereka harus dijelaskan alasannya,” papar pakar psikologi anak tersebut.

Lebih lanjut menurut Ika, bahwa orang tua perlu mengontrol penuh pemakaian gawai pada anak hingga mereka berusia 17 atau 18 tahun. Karena pada usia tersebut, anak telah masuk fase remaja akhir.  

“Sebelum anak memasuki usia dewasa, maka orang tua harus terus mendampingi akses gawai. Tidak sekedar mendampingi, namun orang tua perlu mendiskusikan dengan anak terkait aturan pemakaian gawai. Diskusi tersebut perlu, agar anak tidak menjadi tertutup dan malah tidak menuruti aturan orang tua,” ungkapnya.

Terakhir, alumni Fakultas Psikologi Universitas Airlangga tersebut juga berpesan agar orang tua dapat berkomunikasi secara intens dengan anak. “Zaman digital ini kita menghadapi virus lain selain corona yakni virus pergaulan, virus tontonan, virus informasi itu luar biasa mengintai anak-anak, juga remaja dan kuncinya adalah komunikasi yang baik antara orang tua dan anak,” pungkasnya. 

Penulis: Fauzia Gadis Widyanti

Editor: Khefti Al Mawalia

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp