UNAIR is The Best

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

Sahabat saya drg Winaryo ketua IKA UNAIR Sidoarjo dan salah satu pengurus baru IKA UNAIR pusat yang baru dibentuk menginformasikan kepada saya, ‘Cak, FKG arep Dies’. Ada kesepakatan di antara para alumni memanggil satu sama lain Cak atau Neng untuk menunjukkan ciri Surabaya. Mendengar kata FKG, saya ingat ketika tahun 1973 saya masuk Fakultas Ekonomi UNAIR. Mendengar kata Fakultas Kedokteran Gigi UNAIR itu memiliki konotasi ‘mahasiswinya ayu-ayu’ atau ‘gudangnya mahasiswi cantik UNAIR’. Sama halnya kalau kita waktu itu menyebut Fakultas Psikologi UI Jakarta, punya konotasi mahasiswinya cantik-cantik.

Info yang saya dapat tentang FKG UNAIR itu masih terbatas soal mahasiswinya cantik-cantik. Itu adalah info yang beredar di kalangan mahasiswa secara umum. Namun sebenarnya FKG UNAIR memiliki sejarah panjang dan reputasi yang mengglobal. Dalam beberapa tulisan sejarah tentang UNAIR, disebutkan pada tanggal 9 dan 11 Oktober 1847 ada usulan kepada Pemerintah Kolonial Belanda untuk mendidik kaum bumi putra menjadi ahli praktik kesehatan. Dan pada tanggal 2 Januari 1849 didirikanlah NIAS (Nederlandsch Indische Artsen School), sebuah lembaga pendidikan dokter di Surabaya.

Kemudian Dr. Lonkhuizen Kepada Dinas Kesehatan penjajah Belanda masa itu mengajukan usulan mendirikan Sekolah Kedokteran Gigi di Surabaya pada Juli tahun 1928. Usulan dia disetujui oleh Dr. R.J.F Vaan Zaben direktur NIAS, dan sekolah kedokteran Gigi ini diberi nama STOVIT (School Tot Opleiding Van Indische). Pada jaman penjajahan Jepang, STOVIT berubah namanya menjadi Ika Daigaku Shika dengan Dr. Takeda sebagai direktur utamanya (1942-1945). Kemudian pada tahun 1948 UNAIR menjadi cabang dari Universitas Indonesia dan memiliki dua fakultas yakni Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi. Sebagai informasi, ITB dan IPB dulu juga merupakan cabang UI.

Saya pernah menulis tentang ketidaksengajaan saya bertegur sapa dengan seorang bapak yang tegap, kulitnya coklat gelap, umurnya di bawah saya, dengan beberapa anak gadis di ruang tunggu Terminal 2 Bandara Internasional Juanda Surabaya. Kejadian itu sekitar 2-3 tahun yang lalu. Bapak tersebut ternyata seorang Jendral Angkatan Darat Kerajaan Malaysia, seorang Panglima di institusi pendidikan militer seperti Lemhanas di Indonesia – sebuah jabatan yang tinggi. Saya bertanya dalam rangka apa di Surabaya? Beliau menjawab baru saja mendampingi putrinya diambil sumpah sebagai doker gigi di UNAIR, almamater saya. Dengan rasa heran, saya bertanya, ‘With due respect General (dengan segala hormat, Pak Jendral) kenapa Anda memilih FKG UNAIR? Beliau menjawab, ‘Because Dental Faculty UNAIR is the best’. Tentu keheranan saya bertambah. Pertanyaan saya kemudian, ‘Really? Kenapa tidak ke UK atau Australia yang umumnya orang-orang Malaysia bangga kalau studi di sana?’ Sang Jendral tetap menjawab dengan singkat dan tegas, khas seorang Jendral tentara. ‘UNAIR is the Best’.

FKG UNAIR memiliki sejarah dan reputasi yang panjang dan tentunya akan terus mengabdikan dirinya kepada Bangsa dan Negara. Beberapa alumninya pernah menjabat sebagai dekan FKG di berbagai perguruan tinggi ternama di negeri ini dan menjabat di berbagai kantor pemerintahan maupun swasta, baik dalam maupun luar negeri. Para mahasiswa dan alumni FKG UNAIR harus bangga dengan jati diri dan reputasi fakultasnya. Tentunya harus bangga dengan almamater UNAIR yang menaungi FKG UNAIR sejak dahulu kala.

BRAVO FKG UNAIR

Berita Terkait

Ahmad Cholis Hamzah

Ahmad Cholis Hamzah

Contributor of Media UNAIR, Alumni of Faculty of Economics Airlangga University’73 and University of London, UK.