Apakah Manusia Punya Nilai dalam Laporan Keuangan?

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto oleh jurnal.id

Perkembangan teknologi dari industri 1.0 hingga industri 4.0 sekarang ini tidak terlepas dari peran besar manusia. Manusialah yang menggerakkan organisasi perusahaan agar semakin maju dan berkembang. Atas dasar pemahaman ini muncul wacana mengenai akuntansi sumber daya manusia. Perusahaan harus memotivasi pekerja untuk berinovasi sehingga mereka dapat bertahan dan bersaing di pasar. Inovasi membutuhkan informasi tentang Akuntansi Sumberdaya Manusia (HRA) sebagai alat untuk mencapai tujuan perusahaan pekerja pengetahuan akan mendukung kemajuan suatu perusahaan (Tanjung dan Basuki, 2013; Tjahjadi dan Soewarno, 2019; Utama dan Mirhard, 2016; Min, 2019). Gagasan mengenai akuntansi sumber daya manusia pertama kali digagas oleh Rensis Linkert, pada tahun 1960-an (Sudarso,2010). Istilah “aset manusia” dalam HRA memiliki banyak pro dan kontra, oleh karena itu menarik untuk dipelajari penerapannya.

Manusia sebagai Aset dalam Laporan Keuangan

Walaupun disadari manusia sebagai aset perusahaan yang paling tinggi nilainya. Hanya saja peran manusia yang besar dalam perkembangan industri tidak nampak dalam laporan keuangan. Laporan keuangan hanya menampilkan nilai dari benda-benda buatan manusia dan aktivitas manusia, namun nilai manusia yang menggerakkan dan melakukan revolusi industri dinilai masih belum optimal. Coba dilihat di laporan keuangan yang ada di dalamnya adalah uang yang namanya bisa kas, bank, ada aset tetap seperti kendaraan, tanah, bangunan dan sebagainya. Bentuk terkait aktivitas manusia seperti piutang, utang.

Pro kontra dalam upaya memasukan sumberdaya manusia sebagai aset perusahaan terjadi karena pengakuan suatu aset harus memenuhi kriteria agar aset tersebut dapat diakui. Sedang SDM tidak dapat disejajarkan dengan aset-aset yang lainya. (Sudarso,2010). Kriteria pengakuan aset menurut statement of financial accounting concept No.5 paragraf 63 adalah:

1.  Definition – suatu pos harus memenuhi defenisi elemen statemen keuangan.

2.  Measurability – suatu pos harus mempunyai atribut yang berpaut dengan keputusan dan dapat diukur dengan tingkat keandalan yang cukup.

3.  Relevance – informasi yang dikandung suatu pos mempunyai daya untuk membuat perbedaan dalam keputusan pemakai.

4.  Reliability – informasi yang dikandung suatu pos secara tepat menyimpulkan fenomena, teruji dan netral.

Dari ke empat kriteria aset tersebut yang paling banyak diperdebatkan adalah masalah pengukuran (Measurability). Upaya memunculkan cara terbaik mengukur nilai manusia telah dilakukan selama empat abad terakhir.

Klasifikasi Pengukuran Nilai Aset Manusia

Berbagai model pengukuran nilai manusia telah dicoba untuk diusulkan agar bisa masuk dalam laporan keuangan. Mulai dari model biaya, Nilai ekonomi sampai yang terakhir adalah nilai ilmu pengetahuan.  Model biaya lebih menekankan pada berapa biaya yang keluar atau yang akan dikeluarkan atas manusia di perusahaan.  Yang paling banyak punya cara pengukuran adalah model nilai ekonomi. Bahwa nilai manusia bisa dilihat secara nilai moneter dan bisa juga dinilai dari nilai non moneter. Model ini mempunyai cakupan lebih luas dibanding dengan model biaya. Yang pada intinya berapa nilai keuntungan atau kontribusi yang bisa didapatkan dari manusia berpengetahuan yang ada dalam perusahaan. Jika model biaya dan model nilai ekonomi  mendasarkan pada nilai uang maka dalam model basis pengetahuan mencoba menggabungkan antara nilai uang dan nilai non uang. Model ini terdapat  dua yaitu HR Scorecard dan Model Skandia. Kedua model pengukuran ini merupakan model perhitungan yang dikembangkan dari kerangka Balance Scorecard.

Penerapan

Model discounted value of future wages atau Lev dan Schwartz model diterapkan di perusahaan Infosys Ltd India. Perusahaan di industri sepak bola seperti Manchester United di Inggris menggunakan metode historical cost dari nilai tranfer pemainnya, industri manajemen artis di Korea Selatan menggunakan metode Opportunity cost untuk menilai artis atas dasar nilai tawaran bermain film dan penjualan CD. Sedangkan di Indonesia baru sebatas pengungkapan dalam laporan keberlanjutan.

Bagaimana Nilai Manusia dalam Laporan Keuangan ke Depan?

Keberadaan manusia-manusia unggul dalam suatu perusahaan semestinya perlu diinformasikan dalam laporan keuangan. Hal ini untuk menarik minat investor untuk melakukan investasi yang lebih bermakna.

Data tahun 2018 menunjukkan investor memberi nilai (valuasi) pada perusahaan Gojek senilai Rp75 Triliun sedangkan Maskapai Garuda Indonesia dinilai sebesar Rp 6 Triliun. Artinya nilai valuasi Gojek 12 kali lipat dibanding Garuda. Padahal Garuda mempunyai aset tetap seperti pesawat Boieng dan Air Bus sedangkan Gojek yang utama adalah aplikasi Gojek dan Gopay. Gojek tidak memiliki aset fisik sebanyak Garuda. Secara keuangan, valuasi sederhana (atau yang disebut sebagai book value, atau nilai buku) biasanya mengukur valuasi perusahaan hanya dari dari total aset yang dimiliki dikurangi total hutang.

Dari contoh ini menyiratkan bahwa intangible aset berupa inovasi aplikasi punyai nilai lebih tinggi dibanding hanya sekedar aset fisik. Lalu berapa nilai inovasi atau lebih tepatnya manusia yang melakukan inovasi tersebut? Perlu diskusi lebih lanjut metode apa yang tepat atau mungkin ada metode baru yang lebih tepat untuk mengukur nilai manusia.

Penulis: Habiburrochman, S.E., Ak., M.Si.

Link Jurnal: https://rigeo.org/submit-a-menuscript/index.php/submission/article/view/437

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp