2 Mahasiswa UNAIR Sabet Juara 1 Esai Lewat Aplikasi Deteksi Diabetes

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

UNAIR NEWS – Fakultas Vokasi kembali mencetak prestasi. Kali ini dua mahasiswa Prodi Pengobat Tradisional (Battra) Universitas Airlangga (UNAIR) angkatan 2018 berhasil meraih juara I lomba esai nasional. Mereka mencetuskan ide aplikasi pendeteksi dini penyakit Diabetes Melitus (DM) tipe 2 melalui segmentasi citra lidah, bernama Diabetic Tongue Check (Diateck) pada Selasa (31/8/2021).

Qori Qonitatuz Zahra dan Ely Rochimatun Ni’mah. Keduanya mengikuti lomba Battra Festival Essay and Creating Video (Bafeng 2021). Dalam kesempatan ini, mereka mengalahkan 112 mahasiswa dari seluruh Indonesia dengan pemilihan subtema teknologi.

Senada dengan tema kompetisi Bafeng ‘Mengoptimalkan Peranan Pengobatan Tradisional Menuju Indonesia Emas 2045’, Qori selaku ketua tim membeberkan latar belakang munculnya ide aplikasi tersebut. Aplikasi itu dapat melakukan deteksi terhadap penyakit pada manusia yang memiliki kadar glukosa (gula) darah di atas normal atau yang kerap dikenal sebagai penyakit DM tipe 2.

“Ide tersebut berawal dari kerabat saya yang terserang DM tipe 2 karena keturunan keluarga. Ternyata setelah saya telusuri, kebanyakan seorang yang mengidap penyakit tersebut baru menyadari ketika mereka telah sampai tahap komplikasi,” terang mahasiswa Battra tersebut.

“Tentunya hal tersebut berakibat fatal. Apalagi komplikasi dari DM tipe 2 ini tergolong berat, seperti arteriosklerosis (menumpuknya lemak atau zat lain di dinding arteri) hingga gagal jantung,” imbuhnya.

Qori juga menjelaskan bahwa Diateck memanfaatkan ilmu penegakan diagnosis berdasarkan lidah dalam Traditional Chinese Medicine (TCM). Menurutnya, setiap penyakit bermanifestasi pada penampakan lidah yang berbeda, tergantung sindrom yang diderita.

Lebih lanjut, sistem pada Diateck tersebut bekerja mencocokkan foto lidah yang dimasukkan pengguna dengan basis data lidah DM tipe 2. Kemudian hasilnya akan muncul persentase risiko berdasarkan kecocokan citra lidah.

“Pengguna memasukkan gambar lidahnya. Nah, itu nanti gambarnya disamakan dengan basis data yang sudah ada pada aplikasi. Kemudian secara otomatis boot aplikasi menampilkan persentase kemiripan. Artinya jika sangat mirip berarti tingkat DM tipe 2-nya berisiko tinggi. Sesimpel itu,’’ jelas Qori.

Ide gagasan tim tersebut disambut baik oleh juri sebab Diateck tergolong inovasi baru yang relevan dengan pengobat tradisional. Namun, hal itu tidak ditaklukkannya dengan mudah. Pasalnya, dalam proses penyusunan mereka diakrabkan dengan beberapa kendala.

“Sebelumnya, gagasan tersebut sudah pernah kami ajukan ke tiga kompetisi tetapi semuanya ditolak. Bahkan saat kompetisi pertama, juri menganggap ide tersebut kurang masuk akal. Setelah kami evaluasi dan perbaiki bersama, Alhamdulillah akhirnya bisa mendapatkan juara,” tegas Qori.

Sebagai penutup, ia menitipkan pesan ke mahasiswa lain untuk senantiasa produktif dengan tidak mudah menyerah.

“Jangan menyerah terhadap berbagai kegagalan. Kebanyakan dari kita saat gagal menyabet juara langsung down. Maknai hal itu dengan travelling menghabiskan jatah gagal. Jadi evaluasi, perbaiki, realisasi,” pungkas Qori. (*)

Penulis : Viradyah Lulut Santosa

Editor : Binti Q. Masruroh

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp