Intervensi Koroner Perkutan Primer pada Pasien Usia 84 Tahun

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto Halodoc

Infark miokard akut dengan presentasi klinis elevasi ST pada areac pembuluh darah arteri koroner cabang utama kiri memiliki angka kematian dan kesakitan tinggi. Adanya penyumbatan total pada cabang utama kiri pembuluh darah koroner sering menimbulkan ketidakstabilan hemodinamik dan syok kardiogenik. Revaskularisasi dengan intervensi koroner perkutan primer merupakan pilihan utama terapi pada elevasi Segmen ST pada area left main. Namun pada pasien usia lanjut seringkali tata laksana bersifat konservatif, dikaitkan dengan banyaknya penyulit dan komplikasi paska tindakan.

Kami melaporkan pasien laki-laki berumur 84 tahun yang datang di unit gawat darurat dengan nyeri dada tipikal. Pasien memiliki faktor resiko merokok. Pasien telah mendapatkan terapi medikamentosa selama 8 hari di rumah sakit setempat. Pada hari perawatan ke 9, pasien mengalami perburukan gejala yang menetap sehingga diputuskan untuk dilakukan revaskularisasi dengan intervensi koroner perkutan primer. Pasien datang dengan tekanan darah 97/64 dengan obat inotropik, frekuensi nadi 104x/menit, frekuensi nafas 24x/menit, dan saturasi oksigen 96% menggunakan oksigen 6 liter/menit. Hasil rekaman jantung (elektrokardiografi) menunjukkan sinus takikardia 104 kali/menit, deviasi sumbu ke kiri, dengan elevasi segmen ST pada sandapan aVR (area cabang utama kiri koroner dan blokade cabang berkas kanan inkomplit. Hasil laboratorium menunjukkan peningkatan enzim jantung Troponin I 8.26 ng/ml. Pemeriksaan ekokardiografi transtorakal menunjukkan adanya penurunan fungsi pompa jantung dengan fraksi ejeksi 41% dan didapatkan daerah hipokinetik pada segmen anteroseptal BM, inferoseptal BM, septal A, dan anterior BMA. Hasil-hasil pemeriksaan tersebut menunjukkan adanya sindroma koroner akut dengan syok kardiogenik.

Pasien kemudia dilakukan angiografi koroner emergensi, dengan hasil penyumbatan total kronis pada cabang utama pembuluh darah koroner sebelah kiri dan penyumbatan signifikan 90% di pembuluh darah koroner kanan bagian bawah, dengan terdapat pembuluh darah kolateral tingkat II dari pembuluh darah koroner kanan yang mensuplai cabang pembuluh darah koroner kiri. Dokter ahli jantung intervensi berupaya untuk membuka penyumbatan utama pada cabang utama kiri koroner, akan tetapi tidak berhasil disebabkan adanya kndala pada kanulasi kateter pembuluh darah jantung. Selanjutnya, dilakukan pemasangan pompa balon intra aorta untuk membantu mengatasi kondisi syok kardiogenik yang mengancam jiwa. Pasien dikonsultasikan pada ‘Heart Team’ terdiri dari ahli jantung dan  ahli bedah thoraks kardiovaskular, untuk dilakukan operasi pintas koroner. Hasil diskusi memutuskan untuk dilakukan kembali intervensi koroner perkutan primer dengan target pembuluh darah sebelah kanan yang merupakan satu-satunya pembuluh darah fungsional yang tersisa pada pasien.

Sesuai dengan literatur dan pedoman saat ini, pada kondisi dengan hemodinamik tidak stabil, dalam hai ini adanya syok kardiogenik, maka intervensi koroner perkutan dapat dilakukan, walaupun bukan pada pembuluh darah yang merupakan penyebab utama dari serangan jantung. Hal ini bertujuan untuk mencapai perbaikan kondisi klinis pada pasien. Keputusan ini juga diambil dengan mempertimbangkan kondisi penyulit pada pasien antara lain lanjut usia dan kondisi syok yang mengancam nyawa sehingga membutuhkan tindakan penyelamatan nyawa yang segera.

Dilakukan pemasangan stent pada pembuluh darah koroner kanan yang merupakan satu-satunya yang arteri coroner fungsional yang tersisa yaitu pada cabang distal. Setelah dilakukan pemasangan stent tersebut, didapatkan perbaikan gejala dan kondisi hemodinamik yang signifikan. Dalam kurun waktu kurang dari 24 jam pompa balon intra aorta dan obat inotropik dapat dihentikan penggunaannya.

Kasus ini merupakan kasus yang sangat langka dimana dilakukan pemasangan stent pada satu-satunya pembuluh darah koroner kanan yang tersisa akibat terjadinya syok kardiogenik yang mengancam jiwa. Adapun pemilihan utama terapi revaskularisasi harus diupayakan secara agresif pada pasien dengan kondisi yang mengancam jiwa walaupun pasien tersebut dengan faktor risiko lanjut usia. Peranan ‘Heart Team’ sangatlah penting dalam pengambilan keputusan klinis dengan  mempertimbangkan berbagai aspek keahlian, memungkinkan untuk tata laksana yang lebih akurat dan komprehensif.

Penulis: Mochamad Yusuf, dr.,Sp.JP

Link jurnal: https://oamjms.eu/index.php/mjms/article/view/6032

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp