Peringati Hakteknas, Pakar UNAIR Paparkan Pentingnya Pengembangan Vaksin di Masa Pandemi

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

UNAIR NEWS – Univesitas Airlangga (UNAIR) gelar webinar untuk peringati Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) pada Senin (2/8/2021). Sebagai salah satu pembicara, hadir Prof. Dr. Ni Nyoman Tri Puspaningsih, M. Si selaku Wakil Rektor Riset, Inovasi, dan Community Development. Dalam pemaparannya, Prof. Nyoman menekankan pentingnya pengembangan vaksin guna menghadapi pandemi Covid-19.  

Saat ini, UNAIR tengah mengembangkan vaksin dengan dua skema platform. Sebagaimana yang dipaparkan oleh Prof. Nyoman, bahwa UNAIR menggunakan skema classical platforms dan next generation platforms. 

Classical platforms yang dikembangkan oleh UNAIR memanfaatkan inactivated virus atau virus yang telah dimatikan. Sedangkan dalam next generation platforms, UNAIR menggunakan adenoviral vector yang juga dikembangkan oleh Institut Teknologi Bandung (ITB), serta peptide yang juga digunakan oleh Universitas Padjadjaran (UNPAD). 

Meskipun menggunakan skema yang sama, Prof. Nyoman menerangkan bahwa keduanya tetap memiliki perbedaan. “Antara UNAIR dan ITB pasti punya resep formulasi rahasianya masing-masing yang membuat keduanya berbeda meskipun sama-sama menggunakan adenoviral vector. Formula rahasia tersebut tetap didasarkan pada material genetik dari virus tersebut,” ungkapnya.  

Koordinator riset Covid-19 di UNAIR tersebut menegaskan, bahwa material genetik menjadi hal yang penting dalam pengembangan vaksin, terutama untuk skema next generation. Hal itu penting dalam pengembangan teknologi dan modifikasi vaksin. “Modal dasarnya adalah material genetik, sehingga kalau kita tidak mengetahuinya (material genetiknya, Red) maka kita tidak akan bisa mendesain vaksin yang berbasis next generation,” jelas Prof. Nyoman. 

Genetic material atau material genetik virus, menjadi penting untuk diketahui sehubungan dengan varian virus baru yang sudah sangat bervariasi di pertengahan tahun ini. Di antara varian virus tersebut, setidaknya ada enam yang menjadi kekhawatiran World Health Organization (WHO). 

“Paling tidak ada enam varian yang menjadi kekhawatiran WHO, yakni alpha, beta, gamma, delta, dan turunan dari delta. Dikhawatirkan enam varian tersebut akan mempengaruhi netralisasi antibodi yang sudah dilakukan karena vaksinasi, atau apalagi yang belum divaksin,” tutur Prof. Nyoman. 

Ditambahkan oleh Prof. Nyoman, bahwa vaksin adenoviral vector yang dikembangkan oleh UNAIR memiliki konsep rekombinasi. Konsep tersebut telah terkonfirmasi, baik di tPA maupun spike mutan. “Ini yang formulasinya bisa jadi berbeda walaupun platformnya sama, karena kunci utamanya ada di material genetik virus tersebut,” terang Prof. Nyoman.

Sementara itu untuk peptide yang dikembangkan oleh UNAIR, Prof. Nyoman menganggap bahwa hal itu unik dan spesifik. Peptide langsung merujuk pada epitope, atau bagian antigen yang dapat membangkitkan respon imunitas. Epitope tersebut nantinya menjadi bagian yang dikenali oleh sistem imun kita.

“Jadi peptide ini tentu unit yang lebih kecil-kecil dan sangat spesifik. Nah kalau ini bisa dikembangkan di masa yang akan datang, tentu akan menjadi potensi bagus. Hal itu sebagaimana yang dilakukan oleh lembaga penelitian lain di Indonesia,” pungkas Prof. Nyoman. 

Penulis: Fauzia Gadis Widyanti

Editor: Khefti Al Mawalia

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp