UNAIR Menggunakan Pendekatan Budaya

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

Pada saat masyarakat panik ketika kasus Covid-19 meningkat di Bangkalan, Madura, warga banyak yang terpapar virus mematikan ini, dan banyak diantara mereka yang meninggal dunia. Rumah Sakit di Bangkalan penuh tidak bisa menerima pasien baru. Kasus meningkatnya Covid-19 di Bangkalan ini beritanya meluas di negeri ini dan Kota Surabaya memutuskan untuk melakukan penyekatan di jembatan Suramadu agar virus tidak menyebar. Keputusan untuk melakukan penyekatan ini mengakibatkan ribuan orang protes.

Ketika kasus ini bertambah gawat, Rektor Universitas Airlangga Prof. Moh. Nasih pada tanggal 17 Juni 2021 dengan cepat melakukan respon akan menerjunkan para dokter yang bisa bebahasa Madura. Hal ini dilakukan untuk memberikan pengetahuan pada masyarakat tentang Covid-19 dan penanganannya, karena faktor ketidakpahaman masyarakat yang disebabkan kurangnya komunikasi. Bapak Rektor mengatakan pada media “Kalau Bahasa Indonesia nggak nyampai, apalagi dijelaskan dengan bahasa Jawa, mereka tidak ngerti. Sehingga diperlukan pendekatan kultular yang sesuai,”

Sepertinya sepele ikhtiar mengirimkan dokter yang bisa berbahsa Madura bisa menyelesaikan persoalan pandemi ini. Namun hal ini bukanlah suatu hal yang sepele karena penyelesaian akan suatu masalah tidak bisa diselesaikan dengan satu disiplin tertentu, misalkan dalam hal ini disiplin kedokteran saja. Harus di lakukan integrated approach, terutama pendekatan budaya. Apalagi masyarakat Madura yang karakternya kental dekat dengan budayanya dan niali-nilai agama. Ada yang mengatakan seorang Kiai yang ahli dalam ilmu agama Islam misalnya Nahwu, Sorof, Tafsir, Tajwid, Mantiq dsb akan lebih efektif melakukan dakwah di pulau Madura apabila sang Kiai menguasai bahasa Madura.

Tidak hanya dalam kasus di Madura ini, sejak jaman dahulu kala di negeri ini peggunaan budaya sangatlah penting dalam melakukan pendekatan kepada masyarakat. Kita semua tahu bahwa penyebaran Islam yang dilakukan Walisongo di pulau Jawa ini dilakukan dengan pendekatan budaya, misalkan melalui wayang kulit, tembang Jawa dsb. Di berbagai pulau di Nusantara faktor budaya sangatlah esensial  dalam kehidupan warganya.

Karena itu pendekatan Rektor UNAIR dalam penanganan kasus Covid-19 dengan penggunaan komunikasi dan budaya itu adalah pendekatan yang tepat.

Dr. Daeng M. Faqih, S.H, M.H Ketua Umum  IDI (2018-2021) dalam kata sambutannya pada penerbitan buku karangan sahabat saya Prof. Deddy Mulyana, M.A, PhD  dari UNPAD Bandung “KOMUNIKASI KESEHATAN, Pendekatan Antarbudaya” mengatakan:

buku menarik yang menghidupkan kembali ungkapan klasik ilmu kedokteran Hipokrates bahwa pasien boleh jadi pulih kembali karena keramahan dokter. Keramahan dokter itu mau tidak mau harus diekspresikan lewat komunikasi, baik secara verbal maupun secara nonverbal” .

Dalam bukunya itu Prof.Deddy Mulyana membahas pentingnya pendekatan budaya dan  komunikasi didunia kesehatan/kedokeran. Pasien akan cepat mengalami penyembuhan apabila disamping taat meminum obat yang diberikan dokter, pasien juga merasa bahagia karena cara dokternya berkomunikasi nya sangat baik.

Saya kebetulan sebagai penguji dari Diklat Jawa Timur menguji CPNS atau Calon ASN yang berprofesi dokter dan dokter gigi yang ditempatkan di Pulau Bawean Kabupaten Gresik, Kabupaten Bangkalan dan Sampang Madura; saya mengusulkan agar inovasi mereka dalam memberikan edukasi kesehatan kepada masyarakat misalnya dalam bentuk video, flyer, poster, ceramah dsb harus juga dilakukan dengan menggunakan bahasa Madura agar lebih efektif dan memudahkan tugas mereka diwilayah itu.

Oscar Kimanuka dalam artikelnya di The New Times tanggal 1 Agustus 2016 menjelaskan kenapa faktor budaya itu sangat vital dalam pembangunan suatu negara. Dia mengatakan: “Culture is one of the main pillars of development and sustenance of communities and no society can progress in its absence. It is the identity where common values, attitudes, preferences, knowledge are attributed to the behaviour in a particular social group, and has a positive influence on social development in any given country.”

Karena sangat pentingnya budaya itu, Oscar Kimanuka mengatakan bahwa tidak ada masyarakat yang mengalami kemajuan tanpa adanya budaya. Lebih jauh dia menjelaskan: “If development can be regarded as the enhancement of our living standards then efforts geared to development cannot ignore culture. Interventions that are responsive to the cultural context and the particularities of a place and community, and advance a human-centered approach to development, are most effective, and likely to yield sustainable, inclusive and equitable outcomes.” Inti dari pendapat ini adalah budaya tidak dapat dibaikan begitu saja bila melaksnakan pembangunan dalam rangka menaikkan standar hidup rakyat.

Para Ksatria Airlangga apapun profesinya, harus memahami pentingnya komunikasi dan budaya bangsa, karena komunikasi yang baik dengan menggunakan budaya luhur bangsa sendiri adalah termasuk unsur Morality di motto UNAIR: “Excellence with Morality”.

Berita Terkait

Ahmad Cholis Hamzah

Ahmad Cholis Hamzah

Contributor of Media UNAIR, Alumni of Faculty of Economics Airlangga University’73 and University of London, UK.