UNAIR NEWS – Memasuki bulan ramadhan, seluruh umat muslim akan menjalankan ibadah puasa mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Namun, terkadang banyak orang tua yang kesulitan mengajarkan anak-anak mereka untuk ikut serta dalam berpuasa.
Dr. Dewi Retno Suminar, Dra., M.Si., Psikolog., salah satu pakar psikologi anak Universitas Airlangga (UNAIR) mengatakan bahwa anak mulai bisa diajarkan untuk berpuasa sedini mungkin. Namun, tambah Dr. Dewi, orang tua tetap harus memperhatikan porsi pemikiran dan kekuatan fisik anak dalam menjalankan ibadah puasa.
Lebih lanjut, Dr. Dewi mengungkapkan ada cara tepat dalam mengajarkan anak berpuasa tanpa harus dipaksakan. Pertama, menurutnya, orang tua harus memahami berapa usia anak dikarenakan usia menentukan perkembangan kognisi anak dan hal tersebut juga berkaitan dengan cara berkomunikasi atau cara mengajari anak untuk berpuasa.
Bagi anak usia di bawah tujuh tahun dengan masa perkembangan kognisi praoperasional, sambung Dr. Dewi, cara terbaik mengajarkan berpuasa adalah dengan memberi contoh langsung atau memberi kesempatan anak untuk meniru perilaku orang tuanya. Misalnya, ketika anak terbangun sahur maka, menurut Dr. Dewi biarkan sang anak melihat apa yang dilakukan orang tuanya dan bisa disampaikan mengapa harus melakukan sahur.
“Memberikan atmosfer ramadhan dalam rumah, dengan kegiatan sahur bersama, puasa, sholat tarawih bersama akan menguatkan proses peniruan anak dalam melakukan puasa,” jelas Dr. Dewi pada Kamis (06/05/21).
Sedangkan, pada anak usia tujuh tahun ke atas dengan masa perkembangan kognisi operasional konkrit, maka cara terbaik mengajarkan puasa kepada anak menurut Dr. Dewi adalah dengan memberikan reward dan penguatan ketika anak mampu berpuasa satu bulan penuh secara konsisten. Reward yang diberikan dapat berupa pujian atau hadiah, hal tersebut tergantung pada masing-masing keluarga karena terkadang terdapat anak yang tidak cukup dengan diberi pujian melainkan harus diberi sebuah hadiah.
“Selain itu, kondisi fisik anak penting untuk diperhatikan. Orang tua dapat menyediakan makanan yang bergizi dan jika perlu orang tua dapat memberikan vitamin kepada anak,” tambahnya.
Dr. Dewi mengutarakan bahwa mengajarkan puasa kepada anak sedini mungkin adalah hal yang sangat penting untuk dilakukan. Cara mengajarkan sesuatu kepada anak adalah dengan pembiasaan melakukan yang baik dan menjauhi hal-hal yang buruk. Jika anak sudah terbiasa, lanjutnya, maka anak akan dengan mudah melakukan hal-hal baik dan tidak akan merasa terbebani dalam menjalankannya.
Beberapa manfaat mengajarkan puasa pada anak sedini mungkin yaitu dapat mengajari anak menjadi anak yang saleh dan salihah, mengajari anak untuk dapat menghargai orang yang tidak beruntung, mengajari anak tentang empati terhadap orang lain, membentuk anak menjadi lebih bersyukur atas apa yang telah dimiliki serta dapat membantu anak untuk melakukan pengendalian diri (self control).
“Dengan belajar puasa sejak dini, anak akan lebih mudah untuk diajari tentang empati, tentang menghargai orang lain serta bersyukur. Puasa dapat dijadikan media agar anak mengerti ketika orang tidak makan, maka dia akan merasa bersyukur ketika dia masih bisa makan dan dia juga akan memahami orang lain yang tidak mampu membeli makan atau bahkan kelaparan,” tutupnya.
Sebagai Universitas terbaik di Indonesia, UNAIR mendukung SDM yang dimiliki untuk mengembangkan diri agar dapat berkontribusi untuk masyarakat. (*)
Penulis: Dita Aulia Rahma
Editor: Khefti Al Mawalia