Penyebab Keterlambatan Diagnosis Penyakit Kusta di Beberapa Negara Asia

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Sumber: Alodokter

Lepra atau kusta adalah suatu penyakit infeksi bakteri yang saat ini hanya endemis di negara (sub)tropis. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri yang bernama Mycobacterium leprae. Insiden setiap tahunnya di dunia mencapai 220.000 pasien. Negara yang masih endemis penyakit ini yaitu beberapa negara di Asia, Afrika, dan Brazil. Waktu diagnosis serta waktu memulai terapi dan follow up sangat penting untuk mencegah komplikasi imunologis dan kompilkasi akibat terapi, utamanya yaitu kerusakan pada saraf perifer atau neuropati. Seringkali diagnosisnya terlambat sehingga kemungkinan untuk terkena komplikasi neuropati menjadi lebih besar. Selain itu diagnosis yang terlambat juga menyebabkan masalah kesehatan di masyarakat yaitu penularan semakin tinggi. Telah banyak penelitian dari berbagai negara yang melaporkan keterlambatan diagnosis dan dampak merugikan yang mengikutinya untuk pasien dan komunitas masyarakat, misalnya Paraqua, Banglades, Nepal, Etiopia, Nigeria, Brazil, dan China.

Sebuah penelitian dari beberapa negara endemis lepra di Asia yaitu Indonesia, Bangladesh, India, dan Nepal dilakukan untuk mengetahui keterlambatan diagnosis lepra. Di negara India dan Nepal diikuti oleh dua pusat kesehatan. Penelitian ini merupakan penelitian pararel bersama dengan penelitian yang menguji efektifitas kortikosteroid untuk mencegah neuropati subklinis dan mengobati neuropati awal. Subjek berusia 15 hingga 60 tahun akan diwawancarai tentang waktu munculnya gejala awal dan waktu saat diagnosis tegak. Penelitian ini dilakukan pada Apil 2012 hingga April 2014. Terdapat 1243 pasien yang menjadi subjek dalam uji klinis tersebut. Hasilnya terdapat perbedaan yang besar rentang munculnya gejala dan saat diagnosis antar negara maupun antar pusat kesehatan dalam satu negara. Pada kelompok subklis di Negara Bangladesh, rentang antara gejala utama dan diagnosis adalah 12 bulan, di India 14 bulan dan 2 bulan, di Nepal 6,5 bulan.     Sedangkan pada kelompok klinis rentang tersebut dilaporkan sebesar 8 bulan di Bangladesh, 12 bulan dan 3 bulan di India, 5 bulan dan 12 bulan di Nepal, serta 7 bulan di Indonesia. Selain itu juga terdapat juga perbedaan rentang waktu antara perempuan dan laki-laki. Dimana laki-laki cenderung mempunyai rentang yang lebih lama antara munculnya gejala dengan diagnosis, misalnya di negara Indonesia dan India. Namun data ini tidak sama disetiap negara karena ada juga berkebalikan misalnya di Nepal serta ada juga yang keterlambatannya sama misalnya di Bangladesh.

Beberapa alasan yang menyebabkan lamnya diagnosis yaitu tidak sadar atau tidak mengetahui, tidak terdiagnosis oleh dokter, dan kelalaian. Selain itu jga dilaporkan beberapa gejala pertama yang dirasakan pasien yaitu lesi kulit (pucat), lesi kulit (merah), dan anestesi atau penurunan sensasi pada kulit.  

Keterlambatan diagnosis dan terapi merupakan masalah utama dari semua negara yang berpartisipasi dalam penelitian ini. Padahal diagnosis yang cepat sangat diperlukan pada penyakit lepra karena diagnosis segera dapat mencegah terjadinya komplikasi neurologis karena imun yang dapat menyebabkan kerusakan saraf permanen serta kecacatan. Selain itu diagnosis segera juga snagat penting untuk menurunkan tranmisi atau penularan pada orang terdekat pasien.

Diagnosis yang cepat atau segera pada penyakit lepra bisa dicapai apabila adanya edukasi dan kesadaran komunitas tentang informasi lepra yang benar. Edukasi pada masyarakat yang baik juga akan menghilangkan rasa takut, malu, dan kecemasan yang seringkali masih menjadi alasan pasien untuk pergi ke fasilitas kesehatan. Selain itu faktor lain yang tidak kalah penting yaitu edukasi pada tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan terutama di negara endemis harus mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai lepra, setidaknya tanda utama atau tanda kardinal, yaitu lesi kulit yang hipopigmentasi/pucat atau kemerahan disertai mati rasa, penebalan saraf tepi dengan gangguan neurologis, serta ditemukan M. leprae pada hapusan kulit lesi, serta cara untuk memeriksanya.

Penulis : Cita Rosita Sigit Prakoeswa

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

https://leprosyreview.org/article/92/1/20-20338

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp