Karakterisasi Genetik Varian N-asetiltransferase 2 dari Tuberkulosis Multidrug-resistant (TB MDR) di Indonesia

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi TB MDR. (Sumber: CNN Indonesia)

Tuberkulosis (TB) terus menjadi krisis kesehatan masyarakat di seluruh dunia termasuk Indonesia. Tahun 2019, Indonesia menjadi salah satu dari 30 negara teratas dengan kasus Tuberkulosis Multidrug-resistant (TB MDR) yang diperkirakan sebanyak 24.000 pasien TB-MDR baru setiap tahunnya, termasuk 2,4% kasus baru dan 13% kasus pengobatan ulang. TB MDR disebabkan oleh strain Mycobacterium tuberculosis yang resisten terhadap setidaknya Rifampicin (R) dan Isoniazid (INH). INH merupakan obat lini pertama yang penting bagi pengobatan TB karena aktivitas bakterisidalnya dan risiko efek samping yang rendah. INH dimetabolisme oleh N-acetyltransferase 2 (NAT2) yang dikode oleh gen NAT2 sehingga dapat menghasilkan tiga fenotipe yaitu asetilator cepat, sedang dan lambat. Polimorfisme NAT2 menyebabkan berbagai variasi INH N-asetilasi yang akan memproduksi tiga fenotipe tersebut. Sebuah studi mengungkapkan bahwa NAT2 tipe asetilator cepat merupakan faktor risiko dari resistensi terhadap INH sedangkan NAT2 tipe asetilator lambat berhubungan dengan perkembangan anti-TB drug-induced liver injury (AT-DILI). Penelitian kami mengamati hubungan antara varian NAT2 dan TB-MDR untuk mengoptimalkan pengobatan TB, terutama untuk mencegah pengembangan dan penyebaran resistansi antibiotik.

Kami mengidentifikasi 8 alel NAT2 dari 6 SNPs pada sampel TB-MDR. NAT2*4, *12A dan *13A dikenal sebagai alel NAT2 tipe asetilator cepat, sedangkan *5A, *5B, *6A, *6B dan *7B dikenal sebagai alel NAT2 tipe asetilator lambat. Kami menemukan bahwa fenotipe asetilator cepat lebih sering ditemukan pada kasus TB-MDR dibandingkan pada kasus AT-DILI dan alel NAT2*4 yang paling umum ditemukan dalam kasus TB-MDR (41,02%) dibandingkan pada kasus AT-DILI (22,5%). Sebaliknya, frekuensi dari *6A yang merupakan asetilator lambat secara signifikan lebih tinggi pada kasus AT-DILI dibandingkan kelompok lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa fenotipe asetilator cepat dapat meningkatkan risiko resistensi INH. Oleh karena itu, penyesuaian dosis INH yang tepat berdasarkan genotipe NAT2 sebelum meresepkan pengobatan TB penting untuk mencegah kegagalan pengobatan dan efek samping seperti TB-MDR dan AT-DILI.

Penulis: Soedarsono

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di

https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/33399479/

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp