Studi Retrospektif: Epidemiologi, Onset, dan Durasi Eritema Nodosum Leposum di Rumah Sakit Tersier, Surabaya

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Eritema Nodosum Leposum. (Sumber: Halodoc)

Penyakit kusta, dikenal juga sebagai Morbus Hansen (MH), adalah penyakit infeksi kronik granulomatosa yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae secara primer menyerang saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit, mata, otot, tulang, testis dan organ-organ lain kecuali susunan saraf pusat. Penyakit ini masih merupakan penyakit infeksi kronis serius yang seringkali terabaikan.

Reaksi kusta adalah episode inflamasi akut atau subakut pada perjalanan penyakit kronik kusta. Reaksi kusta terbagi menjadi dua yaitu reaksi reversal atau reaksi tipe 1 yang dimediasi oleh imunitas seluler dan reaksi tipe 2 atau eritema nodosum leprosum (ENL) yang dimediasi oleh imunitas humoral yang mengakibatkan reaksi kompleks imun. Reaksi tipe 2 ditandai dengan adanya ENL, dan dapat disertai gejala sistemik lainnya. Penelitian ini selanjutnya hanya akan membahas mengenai reaksi kusta tipe 2 atau ENL. Reaksi tipe 2 terbatas pada tipe kusta yang diklasifikasikan oleh WHO sebagai tipe kusta multibasiler (MB) dan reaksi ini dapat terjadi baik sebelum, selama, maupun setelah terselesaikannya pengobatan kusta atau release from treatment (RFT). Sifat ENL didefinisikan sebagai akut untuk satu episode tunggal yang berlangsung kurang dari 24 minggu, berulang atau rekuren jika pasien mengalami episode ENL kedua atau berikutnya yang terjadi 28 hari atau lebih setelah menghentikan pengobatan ENL dan kronis jika terjadi selama 24 minggu atau lebih selama seorang pasien memerlukan pengobatan untuk ENL baik secara terus menerus atau termasuk periode bebas pengobatan yaitu dalam 27 hari atau kurang.

Berawal dari dasar teori tersebut di atas, dilakukan penelitian untuk mengevaluasi epidemiologi, onset, dan durasi pada ENL. Penelitian dilakukan dengan cara mengumpulkan data rekam medis selama 3 tahun dengan masa pengamatan minimal 2 sampai 5 tahun pada pasien kusta multibasiler yang datang ke Divisi Kusta Unit Rawat Jalan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya dan didapatkan jumlah 111 subjek penelitian.

Data epidemiologi didapatkan berdasarkan jumlah pasien yang pertama kali datang di Divisi Kusta Unit Rawat Jalan Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo tahun 2015-2017 dengan diagnosis kusta tipe MB yang ditegakkan berdasarkan kriteria WHO serta Eritema nodosum leprosum yang ditegakkan berdasarkan temuan kutaneous berupa erupsi papul (merah), nodul atau plak, yang tiba-tiba muncul, yang mungkin dapat mengalami ulserasi. Onset dinilai sebagai waktu timbulnya ENL berdasarkan pemberian MDT yaitu sebelum, selama pemberian MDT (termasuk <6 bulan atau 6 bulan), atau setelah selesainya masa pemberian MDT (RFT). Durasi ENL adalah suatu rentang waktu sejak diagnosa awal ENL hingga tidak ditemukannya manifestasi klinis ENL dan pasien berhenti mendapatkan terapi khusus untuk ENL (akut jika < 6 bulan dan kronis jika 6 bulan termasuk interval waktu bebas terapi dapat dinyatakan sebagai episode tunggal ataupun rekuren jika reaksi berikutnya terjadi ≥ 28 hari setelah penghentian terapi ENL. Keseluruhan 111 subjek adalah pasien kusta MB dengan ENL yaitu termasuk 63 pasien yang belum pernah mendapatkan MDT sebelumnya dan 48 pasien yang sudah mendapatkan MDT sebelumnya di pusat pelayanan kesehatan lain.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi ENL terus meningkat hampir setiap tahunnya meskipun tampak penurunan jumlah kunjungan pasien kusta di Divisi Kusta, hal ini dimungkinkan karena adanya Sistem Kesehatan Nasional yang memberlakukan rujukan vertikal dan pasien kusta dengan reaksi seringkali dirujuk kepada dokter spesialis di rumah sakit. Onset ENL paling banyak terjadi pada tahun pertama pemberian MDT diikuti setelah RFT, dengan onset yang paling lama terjadi 4 tahun setelah RFT. Reaksi seringkali terjadi setelah pemberian MDT, hal tersebut dimungkinkan karena terjadi peningkatan produk kuman yang mati dengan cepat sehingga terjadi peningkatan jumlah antigen kuman dan mencetuskan reaksi kompleks imun yang dapat menyebabkan ENL

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa penderita ENL lebih banyak yang mengalami reaksi kronis selama  6 bulan daripada pasien yang mengalami reaksi akut selama < 6 bulan. Reaksi paling lama dapat terjadi hingga 4,5 tahun dan waktu antara episode pertama dan terakhir rata-rata berdurasi kronis yaitu 13 bulan. Temuan lainnya dari penelitian ini yaitu mayoritas pasien dengan ENL mengalami reaksi berulang. Faktor yang berhubungan dengan lamanya durasi serta rekurensi ENL belum banyak diteliti, namun hal tersebut dapat dimungkinkan oleh faktor risiko yang dapat memperberat ENL dengan mempertahankan suatu keadaan inflamasi ditambah dengan ketidakpatuhan pasien dalam berobat yang mungkin dapat memperpanjang lamanya reaksi dan menyebabkan episode berulang.

Berdasarkan hasil tersebut maka perlu digarisbawahi pentingnya pengumpulan data mengenai onset, durasi, dan rekurensi ENL agar dapat dilakukan pemantauan dan edukasi yang lebih baik terhadap pasien, meningkatkan kepatuhan pasien untuk kontrol rutin dan mengevaluasi faktor risiko lain yang mungkin dapat memperberat atau memperpanjang masa reaksi.

Penulis : Yulianto Listiawan

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

https://e-journal.unair.ac.id/BIKK/article/view/22658

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp