Analisis Biomarker Tumor Genomik Pada NSCLC

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Sumber: Warta Ekonomi

Mutasi Epidermal Growth Factor Receptor (EGFR) pada kanker paru karsinoma bukan sel kecil  (KPKBSK) terutama jenis adenokarsinoma memegang peranan penting dalam 10 tahun terakhir sebagai target terapi. Kelompok KPKBSK stadium lanjut dengan mutasi EGFR  exon 18, exon 19 dan exon 21 memberikan respons yang jauh lebih baik jika diberikan terapi target berupa Tyrosine Kinase Inhibitor (TKI) dibandingkan dengan kemoterapi. Hal ini tentunya sangat didukung oleh ketersediaan bahan atau sampel serta alat pemeriksaan yang memadai, namun faktanya pemeriksaan mutasi EGFR sering terhalang oleh ketersediaan jaringan sehingga sering pasien kehilangan kesempatan untuk mendapatkan terapi target sehubungan dengan ketidaktersediaan bahan untuk pemeriksaan.

MUTASI EGFR DAN RESPONS TERAPI

Kanker paru di Indonesia, termasuk dalam tiga besar kanker terbanyak bersama dengan kanker payudara dan kanker serviks. Kanker paru merupakan kanker dengan prevalensi terbanyak yang diderita oleh pria. Berdasarkan data dari RS Kanker Dharmais Jakarta, prevalensi dari kanker paru dari tahun 2010 hingga 2013 selalu meningkat, di mana pada tahun 2010 terdapat 117 kasus dengan 38 kematian, tahun 2011 terdapat 163 kasus dengan 39 kematian, tahun 2012 terdapat 165 kasus dengan 62 kematian, dan pada tahun 2013 terdapat 173 kasus dengan 65 jumlah kematian.

Insidens Adenokarsinoma paru meningkat di Asia dan Amerika Serikat terutama pada perempuan, usia muda dan bukan perokok. Data di Amerika Serikat menunjukkan Adenokarsinoma paru terjadi sekitar 31%-54% laki- laki bukan perokok dibandingkan 25%-33% laki-laki perokok dan terjadi pada 49%-74% perempuan bukan perokok dibandingkan 33%-43% perempuan yang perokok.

Pemeriksaan mutasi saat ini bisa dilakukan melalui liquid biopsy. Salah satu metode yang dikembangkan saat ini adalah deteksi EGFR mutasi dari bahan plasma darah. Suatu studi IGNITE di Asia Pasifik dan Rusia terkait prevalensi mutasi EGFR yang diambil dari sampel jaringan dan darah telah menemukan bahwa konkordansi kesesuaian hasil pemeriksaan mutasi EGFR 2.581 pasien antara sampel jaringan dan darah adalah sebesar 80,5% (sensitivitas 46,5% dan spesifitas 95,6%). Hasil ini cukup meyakinkan dengan spesifitas sebesar 95,6% pemeriksaan mutasi EGFR dari sampel darah dapat digunakan sebagai skrining kasus KPKBSK. Untuk tingkat nasional Indonesia sendiri penelitian seperti ini belum pernah dilakukan, demikian pula di RS Dr. Soetomo Surabaya.

METODE DAN HASIL

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan design kohort prospektif berdasarkan berdasarkan hasil pemeriksaan EGFR dari sampel histopatologi dan liquid biopsi di RSUD Dr. Soetomo bagian Pulmonologi sejak Maret 2018 sampai Desember 2018. Hasil deteksi mutasi EGFR dari sampel plasma selanjutnya dibandingkan dengan hasil dari histopatologi anatomi sehingga didapatkan konkordansi.

Jumlah total subyek yang memenuhi kriteria inklusi adalah 124. Karakteristik pasien terbanyak rentang usia 55-59 tahun, laki-laki, bukan perokok, stadium terbanyak IVA dengan lokasi metastase terbanyak di pleura. Terdapat hubungan prevalensi EGFR dengan status tidak pernah merokok dan usia pasien. Hasil pemeriksaan ctDNA plasma didapatkan mutasi EGFR 27,4% dominasi common mutation, sementara mutasi EGFR wild type sebesar 72,6%. Hasil mutasi EGFR histopatologi sebesar 47,6%, hasil wild type52,4%. Sensitivitas ctDNA terhadap histopatologi 48,3%, spesifitas sebesar 90,9%, PPV 82,35% dan NPV 66,67% serta nilai concordance rate sebesar 70,97%.

Penulis: Laksmi Wulandari

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di: Maranatha R.A, Wulandari L, Soegiarto G. Response Evaluation on Single Common and Uncommon EGFR Mutation on First-Generation EGFR-TKI Therapy in NSCLC Patients. Indian Journal of Forensic Medicine & Toxicology 2021;15(1):302-308. https://doi.org/10.37506/ijfmt.v15i1.13423

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp