AWCS 62, Ulas Tantangan dan Kesempatan Publikasi di Jurnal Nasional Terakreditasi dan Jurnal Internasional

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Dokter Miftah ketika mempresentasikan materinya (Foto : Istimewa)

UNAIR NEWS – Airlangga Webinar Conference Series (AWCS) ke-62 diadakan pada Kamis, (4/3/2021) melalui aplikasi video conference zoom dan juga YouTube. Webinar tersebut mengangkat topik terkait tantangan dan kesempatan untuk publikasi di jurnal nasional terakreditasi. Terdapat empat pembicara yang diundang pada webinar tersebut, yaitu Dr.  Isnin Anang Marhana, dr., Sp.P(K), FCCP, FISR dari UNAIR, Dr. Feni Fitriyani, dr., Sp.P(K),FISR dari Universitas Indonesia, dan Muhammad Miftahussurur, dr., M.Kes, Sp.PD-KGEH,Ph.D (Dokter Miftah).

Dokter Miftah membahas terkait tantangan dan keuntungan publikasi di jurnal nasional terakreditasi atau di jurnal internasional terindeks scopus. Wakil rektor UNAIR bidang internasionalisasi, digitalisasi dan informasi periode 2020-2025 tersebut menjelaskan bahwa jurnal nasional terakreditasi merupakan jurnal ilmiah nasional yang diakreditasi oleh kementerian, kemristekdikti, terindeks SINTA, ARJUNA, atau yang telah memenuhi standar tata kelola jurnal nasional terakreditasi Q1 sampai dengan Q6.

“Sementara jurnal internasional adalah jurnal internasional yang memenuhi setidaknya delapan kriteria,” ucap Dokter Miftah.

Delapan kriteria tersebut antara lain adalah karya ilmiah yang diterbitkan dituliskan dengan memenuhi kaidah ilmiah dan etika keilmuan; memiliki ISSN; ditulis dengan menggunakan bahasa resmi PBB; memiliki terbitan versi online. Lalu, dewan redaksi atau editorial board pada jurnal tersebut adalah pakar di bidangnya paling sedikit berasal dari empat negara dan terindeks oleh databse internasional bereputasi.

Sementara jurnal internasional bereputasi adalah jurnal ilmiah yang memenuhi delapan kriteria dan jurnal tersebut yang mempunya faktor dampak atau impact factor yang masuk dalam ISI Web of Science atau Scimago Journal Rank (SJR) dan dinilai paling tinggi 40. Kemudian, jurnal yang memenuhi kriteria jurnal internasional dan terindeks oleh database internasioanl bereputasi seperti web of science, scopus, atau Microsoft Academic Search meski belum memiliki faktor dampak dari ISI Web of Science atau SJR dan dinilai paling tinggi 30. Atau jurnal internasional yang memenuhi delapan kriteria jurnal internasional yang belum terindeks pada database internasional bereputasi namun telah terindeks pada database internasional seperti DOAJ, CABI, Copernicur, dan/atau laman sesuai dengan pertimbangan tim pakar Ditjen Dikti dan dapat dinilai karya ilmiah paling tinggi 20.

“Namun di UNAIR tahun ini tidak memakai Scimago namun langsung memakai Scopus,” lanjutnya. 

Menurut Dokter Miftah, jurnal terindeks googlescholar, ebsco, drji, index copernicus dan sebagainya memiliki tingkat penerimaan tertinggi yaitu 60%  sampai 80%. Dalam jurnal terindeks DOAJ perkiraan untuk diterima adalah sekitar 40% sampai 60%. Sementara tingkat kesulitan tertinggi adalah pada jurnal terindeks Scopus atau Thomshom Reuters yaitu 20% sampi 40% saja. 

Agar jurnal yang dibuat oleh peneliti dapat diterima oleh Scopus atau PubMed, maka sebaiknya jurnal memiliki minat internasional. Penelitian tidak hanya terkait kepentingan lokal saja melainkan kepentingan internasional. Perlu juga diperhatikan keuniversalan ilmu yang ditulis, kepioniran, dan kekomprehensivan data yang dikumpulkan. Informasi lebih lengkap dapat diakses pada akun YouTube resmi FK UNAIR (https://www.youtube.com/channel/UCJNject01gwhSJPR-jSIIzQ).

Penulis : Galuh Mega Kurnia

Editor : Nuri Hermawan

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp