Penanganan Pascapanen Rumput Coklat untuk Produk Teh

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

Sebagai salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia menyimpan kekayaan besar di ekosistim perairanya, baik di perairan darat maupun lautanya. Salah satu kekayaanya adalah elimpahnya komoditas rumput laut atau yang dalam Bahasa ilmiah dikenal sebagai makroalga atau microalgae dalam Bahasa inggris. Indonesia memiliki lebih dari 500 spesies rumput laut, dimana saat ini yang paling banyak dimanfaatkan dan dikomersilkan masih spesies Gracilaria verucosa dan Kappaphycus alvarezi, karena masing-masing adalah penghasil agar-agar dan karaginan, dimana kedua produk turunan tersebut merupakan derivate polisakarida yang umumnya digunakan di industri pangan, farmasi dan bioteknologi.

Sargassum sp. merupakan salah satu dari 500 spesies rumput laut yang banyak tumbuh di Indonesia. Rumput laut jenis ini berwarna cokelat sehingga dikenal sebagai rumput laut cokelat /brown algae/ Phaeophyceae, karena mengandung pigmen fikosianin. Rumput laut ini merupakan sumber alginate dan fucoidan yang juga dimanfaatkan di rana pangan dan medis. Walaupun rumput laut ini sepertinya masih belum banyak dibudidayakan oleh masyarakat perikanan, karena bisa jadi masyarakat masih mempertimbangkan aspek keuntungan budidaya rumput laut jenis cokelat ini. Selain itu biaya investasi untuk produksi produk turunan dari rumput laut cokelat seperti alginat, fucoidan dan fikosianin akan sangat tinggi karena membutuhkan teknologi ekstraksi dan pemurnian yang canggih. Oleh karena itu, ekplorasi penggunanaan rumput laut cokelat dengan biaya yang terjangkau dan teknologi yang aplikatif ini secara berkelanjutan dilakukan oleh para peneliti, diantaranya dari Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga.

Pendekatan yang digunakan adalah penggunaan rumput laut utuh. Sebelumnya Lim et al. (2017) telah memperkenalkan penggunaan rumput laut cokelat untuk produk minuman siap saji (ready to drink). Penggunaan ini memang sangat aplikatif jika melihat kandungan nutrisi yang ada pada rumput laut cokelat yang beberapa dari senyawa yang terkandung merupakan senyawa yang larut air seperti pigment, fucoidan, dan senyawa turunan fenol. Pada praktiknya penggunaan rumput laut ini terdapat tantangan, yakni adanya aroma amis (fishy) yang berasal dari senyawa asli pada rumput laut cokelat, diantaranya hexanal, heptanal, nonanal. Aroma amis ini tentunya akan mempengaruhi preferensi konsumen akan produk teh dari rumput laut cokelat, karena pada penyajian pangan atau minuman, sebuah produk pangan harus aman, bernutrisi dan diterima konsumen (enak).

Oleh karena itu, pemanfaatan rumput laut cokelat sebagai bahan baku teh terlebih dahulu harus dilakukan penanganan pasca penen yang tepat. Proses pasca panen komoditas rumput cokelat untuk produk the meliputi penurunan bau amis atau deodorisasi dan pengeringan, dimana keduanya harus dilakukan dengan benar. Deodorisasi dapat dilakukan dengan penggunaan arang/abu hasil sisa pembakaran, karena beberapa kandungan arang dapat berperan sebagai adsorben yang menyerap senyawa-senyawa penyebab bau amis pada rumput laut cokelat. Meskipun pada penerapanya, tidak hanya senyawa yang tidak diinginkan saja yang berkurang karena diserap oleh arang, tetapi juga senyawa-senyawa aktif seperti fenol dan flavonoid. Sehingga proses ini memang harus benar-benar dioptimasi. Berdasarkan penelitian Fauziyah et al. (2021), metode deodorisasi yang tepat terkait kemampuan dalam menghilangkan bau amis adalah penggunaan suspensi arang 15% dalam air dengan lama perendaman selama 18 jam.

Selanjutnya setelah proses pengurangan bau amis, dilakukan proses pengeringan, dimana metode pengeringan juga perlu diperhatikan dengan baik, karena pengeringan yang tidak tepat juga akan menyebabkan degradasi beberapa senyawa penting dari rumput laut yang harusnya dibutuhkan oleh konsumen dari produk teh nantinya. Berdasarkan SNI 3836:2013, kadar air simplisia teh tidak boleh lebih dari 8%, dimana pada penelitian Fauziyah et al. (2021), metode pengeringan menggunakan Teknik pengeringan angin (air drying) merupakan metode terbaik dari metode pengeringan yang diteliti yakni pengeringan oven (oven drying) dan pengeringan sinar matahari (sun drying) dalam mempertahankan senyawa fenol dan flavonoid.

Kesimpulanya, proses penanganan pasca panen rumput laut cokelat untuk produk teh meliputi penurunan aroma amis menggunakan perendaman dalam suspense abu selama 18 jam diikuti dengan pengeringan menggunakan metode pengeringan angin (air drying).

Penulis: Muhamad Nur Ghoyatul Amin

Artikel lengkapnya dapat dilihat pada link berikut ini,

https://doi.org/10.1007/s10811-021-02370-x

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp