Analisis Densitas dan Intensitas Metallothionein pada Lambung Tiram Crassostrea Cucullata di Pelabuhan Perikanan Pantai Mayangan Probolinggo, Jawa Timur dengan Teknik Imunohistokimia

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Sumber: UB

Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Mayangan adalah salah satu pelabuhan di Kota Probolinggo yang diproyeksikan untuk menampung dan melayani aktivitas perikanan oleh nelayan. Sebelum ada PPP, aktivitas nelayan memanfaatkan pelabuhan umum atau pelabuhan niaga Tanjung Tembaga, secara geografis kawasan pengembangan Kawasan Pesisir dan Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Mayangan merupakan bagian dari Kota Probolinggo, sehingga memiliki letak geografis yang relatif hampir sama dengan letak geografis Kota Probolinggo, yaitu antara 7043’41” – 7049’04” LS dan 6°21’31” – 6°25’49” BT. Adapun batas – batas wilayah kawasan pelabuhan dan kawasan pesisir yaitu sebelah utara berbatasan dengan Selat Madura, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Dringu, sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Sukabumi dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Sumberasih.

Beberapa tahun terakhir ini perairan pantai Mayangan mulai terancam pencemaran logam berat. Air laut di perairan pantai Mayangan sudah mengandung unsur logam berat yaitu Hg, Pb dan Cd, walaupun konsentrasinya masih rendah. Menurut hasil uji pendahuluan, diketahui perairan pantai Mayangan mengandung logam berat Hg 0,0092 ppm; Pb 0,0172 ppm dan Cd 0,0697 ppm sedangkan menurut Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup (1988), kandungan maksimum logam berat dalam perairan yang dianjurkan yaitu Hg 0,002 ppm; Cd 0,01 ppm dan Pb 0,03 ppm. Polutan yang berada di perairan dapat berupa bahan organik maupun anorganik. Bahan pencemar organik antara lain berasal dari limbah pertanian, peternakan, pemukiman dan lain – lain. Sedangkan bahan pencemar anorganik berupa logam berat seperti Merkuri (Hg), Timbal (Pb), Arsenik (As), Kadmium (Cd), Kromium (Cr), dan Nikel (Ni), logam berat yang sering mengkontaminasi perairan adalah Merkuridan Timbal.

Pada daerah perairan yang berdekatan dengan industri berat diduga tingkat pencemarannya lebih tinggi dibandingkan dengan perairan yang tidak berdekatan dengan industri berat. Hal ini disebabkan senyawa logam berat banyak digunakan dalam industri sebagai bahan baku, katalisator, fungisida maupun bahan tambahan lainnya. Selain merkuri (Hg), jenis logam berat yang membahayakan kesehatan antara lain timbal (Pb), kadmium (Cd), arsen (As), khromiun (Cr) dan nikel (Ni). Jenis biota laut yang sangat potensial terkontaminasi logam berat adalah kekerangan mengingat cara makannya dengan menyaring air. Di samping itu, sifat kekerangan ini lebih banyak menetap (sessile) dan bukan termasuk migratory, sehingga biota ini sering digunakan sebagai hewan uji dalam pemantauan tingkat akumulasi logam berat pada organisme laut. Kerang merupakan biota yang potensial terkontaminasi logam berat, karena sifatnya yang filter feeder, sehingga biota ini sering digunakan sebagai hewan uji dalam pemantauan tingkat akumulasi logam berat pada organisme laut. Tiram juga merupakan organisme filter feeder yang efektif untuk mengurangi konsentrasi logam berat.

Konsentrasi logam berat dalam tubuh organisme dapat diketahui melalui tingkat metallothionein (MT), sejenis senyawa protein yang ada dalam tubuh organisme. MT juga digunakan sebagai indikator pencemaran karena kepekaan dan keakuratannya. Untuk mengkaji kadar MT pada biota bisa ditinjau dengan mengetahui densitas dan intensitasnya, salah satu teknik yang dilakukan yaitu imunohistokimia. Imunohistokimia adalah teknik untuk mendeteksi adanya antigen pada jaringan dengan menggunakan antibody yang terikat enzim sehingga presipitat terwarnai dan lokasi antigen dapat dilihat di bawah mikroskop. Imunohistokimia merupakan suatu teknik penentuan keberadaan (lokasi) antigen (protein target) dalam jaringan atau sel menggunakan reaksi antigen-antibodi.Teknik ini diawali dengan prosedur histoteknik yaitu prosedur pembuatan irisan jaringan (histologi) untuk diamati di bawah mikroskop. Irisan jaringan yang didapat kemudian memasuki prosedur imunohistokimia.

Metode deskriptif dan pengambilan sampel tiram dilakuakan pada 3 stasiun dan masing stasiun diambil 3 sampel tiram. Stasiun I, diduga cemaran berasal dari limbah oli buangan mesin kapal, atau limbah perbaikan kapal, stasiun II diduga cemaran berasal dari TPI atau SPN. Stasiun III untuk mangrove, diduga cemaran berasal limbah domestik masyarakat yang memanfaatkan sungai sebagai tempat pembuangan dan adanya pencemaran kimia yang diakibatkan oleh pestisida yang diakibatkan oleh aktivitas pertanian. Prosedur penelitian menggunakan metode Immonohistokimia yaitu pengamatan densitas dan intensitas Metallothionein pada lambung tiram dilakukan di Lab. Laboratorium (Fisiologi Human/Animal) FAAL Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang.

Hasil penelitian, ditemukan bahwa nilai densitas metallothionein pada stasiun 1 berkisar antara 26,87 x 10-4 MT/µm2 – 36,92 x 10-4 MT/µm2, stasiun 2 berkisar antara 14,15 x 10-4 MT/µm2 – 24,82 x 10-4 MT/µm2 dan pada stasiun 3 berkisar antara 5,33 x 10-4 MT/µm2 – 8,00 x 10-4 MT/µm2. Hasil densitas metallothionein sesuai dengan respon lambung tiram terhadap penyerapan logam berat yang menunjukkan kadar logam berat dalam lambung pada stasiun 1 lebih tinggi jika dibandingkan dengan stasiun 2 dan stasiun 3. Intensitas metallothionein yang ditemukan tertinggi pada stasiun 1 yang merupakan daerah dermaga sedangkan intensitas Metallothionein terendah pada stasiun 3 yaitu daerah mangrove. Intensitas Metallothionein  pada stasiun 1 berkisar antara 22.118 pixel – 28.387 pixel, stasiun 2 berkisar 14.649 pixel – 21.857 pixel dan stasiun 3 berkisar 6.357 pixel – 14.102 pixel.

Penulis : Wahyu Isroni

Informasi lebih detail dari penelitian ini dapat ditemukan pada jurnal ilmiah pada link berikut ini:

https://iopscience.iop.org/article/10.1088/1755-1315/679/1/012015/meta

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp