Ekstrak Tanaman Moracea sebagai Potensi Antibiotik Baru

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Sumber: wikipedia

Banyaknya laporan kasus baru mengenai infeksi bakteri yang sulit diobati dengan antibiotika, membuat banyak peneliti maupu profesional medis melakukan penelitian untuk mencari alternatif baru pengobatan infeksi bakteri resisten. Resistensi bakteri terhadap antibiotik terus meningkatkan kekhawatiran serius secara global. Pengaruh resistensi antibiotik memberi pengaruh yang besar terhadap efektivitas pengobatan. Dalam beberapa dekade terakhir, sebagian besar bakteri patogen menjadi lebih resisten terhadap beberapa antibiotik dan ini merupakan ancaman utama bagi kesehatan manusia, terutama pasien yang mengalami penurunan kekebalan tubuh.

Tidak hanya kelompok bakteri Gram positif, tetapi juga beberapa spesies bakteri Gram negatif telah dilaporkan resisten terhadap beberapa antibiotika. Bakteri Gram negatif merupakan agen penyebab masalah kesehatan masyarakat utama. Agen bakteri Gram negatif, termasuk golongan enterobacteriaceae (Escherichia coli, Klebsiella sp, Salmonella sp., Shigella sp., dan Enterobacter sp.) dan beberapa spesies lainnya seperti Pseudomonas aeruginosa, Neisseria sp., Vibrio cholera, dan lainnya memberikan beberapa infeksi pada manusia, seperti gastroenteristis, infeksi saluran kemih, dan penyakit infeksi lainnya

Penelitian saat ini cenderung mencari agen alternatif sebagai antibakteri baru untuk pengobatan. Banyak penelitian yang membuktikan bahwa kandungan senyawa pada tanaman (ekstrak tanaman) berpotensi sebagai agen antibakteri. Tumbuhan sebagai agen obat memiliki potensi untuk antimikroba dan antioksidan, dengan beragam molekul yang dapat melindungi tubuh manusia dari patogen dan oksidasi sel. Hal ini erat kaitannya dengan senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam tanaman tersebut.

Aktivitas biologis tentang metabolit sekunder sangat bervariasi antara lain dapat berpotensi sebagai sebagai antimalaria, antidiabetes, antiulcer, antiinflamasi dan antimikroba. Eksplorasi tentang potensi tanaman sebagai alternatif antibiotik harus terus dilakukan dan dikembangkan. Berdasarkan kekayaan lokal tanaman asli Indonesia, kebanyakan orang Indonesia mulai menggunakan obat-obatan herbal untuk mengobati penyakit, dan memelihara kesehatan berabad-abad yang lalu. Dalam beberapa tahun terakhir, tanaman obat telah menarik perhatian perhatian komunitas farmasi dan ilmiah sebagai sumber zat antimikroba.

Potensi tanaman golongan Moracea yang bisa dimanfaatkan sebagai agen antibakteri yaitu Melicope glabra dan Luvunga scandens. Melicope glabra dan Luvunga scandens adalah jenis tanaman yang mudah ditemukan di Indonesia. Genus Melicope mampu memproduksi metabolit sekunder khususnya alkaloid, flavonoid, coumarin, dan menunjukkan aktivitas biologis seperti antikanker, antifungal, dan antioksidan. Hasil pemeriksaan fitokimia dari kulit M. glabra mengandung coumarin dan lignan tetapi kandungan daunnya hingga kini belum dilaporkan. Sedangkan untuk tanaman Luvunga scandens, dari studi literatur, tanaman ini mengandung alkaloid, coumarin, dan luvangetin. Kajian sifat bioaktivitas sebagai antifungal dan insektisidal dari tanaman ini masih sangat sedikit dilaporkan.

Hasil yang didapatkan pada studi ini yaitu tanaman Luvunga Scandens dan MelicopeGlabra memiliki potensi sebagai antibakteri baru dengan bahan herbal. Potensi antibakteri dari tanaman ini dpata dipengaruhi oleh kandungan metabolit sekunder pada tanaman. Metabolit sekunder yang dihasilkan oleh kedua jenis tanaman ini dapat berperan sebagai zat antimikroba. Setiap golongan senyawa memberikan efek yang berbeda dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri adalah nutrisi, suhu, pH, dan kelembapan.Kemampuan bahan dalam menghambat pertumbuhan bakteri juga dapat dipengaruhi oleh sifat dinding sel bakteri itu sendiri.

Kandungan senyawa metabolit sekunder dapat mempengaruhi hasil uji antibakteri. Skrining fitokimia dari ekstrak tanaman ini seperti alkaloid, terpenoid, flavonoid, polifenol, dan antrakuinon berpotensi sebagai antimalaria, antifungal dan antioksidan. Hasil penelitian Pratiwi, dkk menemukan bahwa yaitu ekstrak n-heksana dan Metanol dari kulit kayu Luvunga Scandens dan MelicopeGlabra berpotensi sebagai agen antimalaria. Perlu dilakukan penentuan spesifik zat antimikroba pada ekstrak tanaman yang digunakan. Sehingga penentuan konsentrasi dapat diturunkan guna mengoptimalkan fungsi sebagai agen antibakteri. Dan pengujian yang lebih spesifik terhadap zat antimikroba dapat memberikan informasi yang lebih akurat tentag potensi dari  Luvunga Scandens dan MelicopeGlabra.

Penulis: Aliyah Siti Sundari

Artikel lengkapnya dapat dilihat pada link berikut ini,

https://medic.upm.edu.my/upload/dokumen/2020123012532806_2020_0806.pdf

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).