Kendala Protokol Kesehatan di Surabaya Menurut Dosen Hukum UNAIR

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
(Foto: CNN Indonesia)
(Foto: CNN Indonesia)

UNAIR NEWS – Klaster penularan virus Covid-19 masih terus meningkat hingga saat ini. Meski pemerintah telah mengeluarkan berbagai aturan untuk menerapkan protokol kesehatan, tidak sedikit permasalahan yang muncul dalam pelaksanaannya. Merespons hal itu, kelompok 165 Kuliah Kerja Nyata (KKN) Belajar Bersama Masyarakat (BBM) Universitas Airlangga (UNAIR) menyelenggarakan webinar bertajuk “Aspek Hukum Penyelenggaraan Protokol Kesehatan di Kota Surabaya”.

Dr. Lanny Ramli, S.H., M.Hum., sebagai pemateri membuka webinar dengan menyebutkan beberapa contoh bentuk peraturan protokol kesehatan yang telah diterapkan secara nasional. Di antaranya, penerapan 3 M (menggunakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan), work from home, dan pembatasan kegiatan masyarakat serta pendidikan hingga jangka waktu yang tidak bisa ditentukan.

“Selanjutnya, peraturan dan operasional secara lengkap diatur oleh Pemerintah Daerah sebagai pelaksana fungsi pemerintahan. Namun, karena setiap daerah memiliki local wisdom yang berbeda, maka peraturannya juga berbeda-beda,” terangnya dalam kegiatan yang berlangsung pada Sabtu (6/2/2021) via Zoom itu.

Penerapan protokol kesehatan di daerah Surabaya sendiri, menurut dosen hukum administrasi itu, bersifat preventif dan dilakukan untuk melengkapi ketentuan hukum pemerintah pusat maupun provinsi. Sebelumnya, dosen kelahiran 21 Agustus 1966 itu menyebutkan adanya dua macam perlindungan dalam kaitannya dengan aturan protokol. Pertama, perlindungan represif. Di mana seseorang bisa melakukan gugat ke pengadilan apabila ada tindakan yang semena-mena dalam pelaksanaan aturan tersebut. Kedua, perlindungan preventif yang merupakan perlindungan berdasar aturan Undang-Undang.

“Setelah adanya peraturan tentang protokol, maka gugus tugas juga penting dibentuk sebagai pelaksana hukum di lapangan. Jadi, peraturan tidak hanya sebagai peraturan,” ungkap dosen yang biasa disapa Lanny tersebut.

Meski begitu, Lanny menjelaskan bahwa realisasi protokol kesehatan di Surabaya memiliki banyak kendala dari segi hukum maupun sosial. Kendala hukum yang paling utama, menurutnya, adalah tidak adanya aturan secara jelas dalam instrumen hukum daerah tentang teknis pelaksanaan protokol kesehatan. Selain itu, kurangnya sosialisasi dan pengawasan. Efisiensi pelaksanaan protokol hanya dilakukan secara terbatas oleh wilayah yang aktif keorganisasiannya juga menjadi hambatan tersendiri.

“Salah satu contohnya adalah tidak ada kontrol dan pengawasan terhadap pedagang kaki lima yang seharusnya menjadi subjek pengenaan dari penerapan protokol,” ungkapnya.

Kendala lainnya, tutur Lanny, ialah kurangnya fasilitas dan sarana pendukung penerapan protokol kesehatan. “Bahkan, penganggaran dana untuk menyediakan faslitas tersebut saat ini juga masih kurang,” pungkasnya. (*)

Penulis : Nikmatus Sholikhah

Editor: Feri Fenoria

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).