Inovasi Kultur Hypoxia pada Bone Marrow Mesenchymal Stem

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Liputan6

Pluripotensi adalah kemampuan sel punca untuk berdiferensiasi menjadi semua jenis sel yang menyusun tubuh orang dewasa. Diperlukan suatu inovasi agar mesenchymal stem cells bone marrow (BM-MSCs) dapat diinduksi menjadi pluripoten secara in vitro. Inovasi tersebut dapat dilakukan jika stem cell dikultur dalam kondisi oksigen dengan konsentrasi rendah atau yang dikenal dengan istilah hipoksia. Kondisi hipoksia merupakan suatu mycroenvorement yang dibutuhkan selain sebagai upaya peningkatan pluripotensi juga merupakan upaya untuk mempertahankan viabilitas MSCs in vitro yang akan ditransplantasikan agar tetap sesuai denga  kondisi niche in vivo. Hipoksia secara in vivo di dalam bone marrow merupakan suatu kondisi fisiologis yang normal dan dibutuhkan untuk pemeliharaan stem cell yang optimal di dalam tubuh. Pemeliharaan ini kemungkinan besar akan terjadi jika stem cell berada dalam fase G0 dan tidak dalam keadaan bersiklus (G1 / S / G2 / M). Bagaimanapun, MSCs tidak akan berproliferasi dan berdiferensiasi secara in vivo jika tidak ada injury atau kerusakan pada jaringan.

MSCs membutuhkan kondisi hypoxia pada kadar 1% di dalam bone marrow, 10-15% pada jaringan adipose dan 2-9% pada hampir semua jaringan yang lain. Oleh karena itulah untuk mempertahankan karakteristik pluripotensi secara in vitro, maka harus diberikan kondisi hipoksia selama proses kultur in vitro agar didapatkan kondisi microenvironment yang sesuai secara fisiologis sebagaimana kondisi in vivo. Bagaimanapun konsentrasi dan lama waktu yang optimal pemberian hipoksia untuk dapat menginduksi atau mempertahankan pluripotensi dari stem cell sampai saat ini belum dapat dipastikan. Hipoksia yang diberikan pada saat in vitro memberikan support microenvironment pada beberapa type stem cell, seperti: 0-5% O2 untuk hematopoietic stem cells; 2% for adipose stem cells, 1-5% for neural stem cells (NSCs), 3% during 7 days for human cord blood cells, and 2% for MSCs. 

Penelitian terbaru seharusnya difokuskan pada pencntuan faktor-faktor in vitro yang penting agar stem cell tetap berproliferasi namun tetap viable dan undifferentiation sebelum ditransplantasikan. Selanjutnya juga yang tak kalah pentignya adalah bagaimana factor-faktor in vitro tesebut dapat mencegah terjadinya apoptosis, senescence cells atau penuaan dini dari sel atau bahkan menghindarkan terjadinya mutasi gen. Mengingat manfaat terapeutik potensial yang dapat diperoleh dari transplantasi stem cell pada pasien dengan penyakit atau kondisi degeneratif, maka pemahaman bagaimana menjaga viabilitas sel dan karakteristik pluripotensi secara in vitro adalah sangat penting. Kondisi kultur in vitro yang umum dilakukan adalah pada kondisi hiperoksia (kadar O2 tinggi), padahal kondisi ini merupakan kondisi lingkungan non-fisiologis untuk stem cell. Oleh karena itulah penelitian ini mengupayakan inovasi dimana stem cell yang dikultur in vitro seharusnya juga diberlakukan kondisi hipoksia seperti kondisi fisiologis in vivo.

Selain itu, pluripotency stem cell secara in vitro ternyata juga dipengaruhi oleh lama waktu kultur dalam kondisi hipoksia tersebut. Berdasarkan teori dikatakan bahwa setelah 48 jam pemberian hipoksia, peran faktor transkripsi faktor yang diinduksi hipoksia (HIF) -1α digantikan oleh HIF-2α, yang memiliki gen target berbeda. Ekspresi gen target HIF in vitro adalah berperan dalam menginduksi terekspresinya gen pluripotency seperti faktor transkripsi pengikat oktamer 4 (OCT4), dan sex-determining region Y-box 2 (SOX2), NANOG, reduced expression (REX-1), Kruppel-like factor 4, and juga c-MYC. 

Prosedur yang tepat untuk menginduksi pluripotensi dan mempertahankan viabilitas MSC melalui inovasi pemberian kondisi hipoksia pada saat kultur in vitro sebelum stem cell ditransplantasikan masih belum diaplikasikan secara optimal. Oleh karena itu, hasil penelitian ini bertujuan memberikan informasi ilmiah yang berharga terkait berapa konsentrasi oksigen yang optimal melaui perbandingan beberapa konsentrasi (1%, 3%, dan 21%) serta informasi waktu kultur terbaik dengan kondisi hipoksia yaitu dengan membandingkan beberapa lama waktu kultur (1, 2, 4, dan 8 hari) yang dibutuhkan untuk mencapai pluripotensi MSCs in vitro. Analisis terjadinya induksi pluripotensi didasarkan pada identifikasi protein OCT4 dan SOX2 melalui metode pewarnaan imunofluoresensi. Pada metode ini, MSC yang dipanen, dimasukkan dalam tabung 15 mL, kemudian difiksasi dengan metanol. Setelah 15 menit, direaksikan dengan reagen FITC-conjugated rabbit anti-OCT4 / POU5F1 polyclonal antibody (Cat # 45-0459-42, Bioscience, Thermo Fisher, USA) dan rabbit-antibodi poliklonal anti-SOX2 terkonjugasi FITC (Cat. No bs-0523R-FITC; Biossusa). Selanjutnya sampel dicuci dengan PBS, ditempatkan pada kaca objek dan kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37 ° C selama 1 jam sehingga melekat dan kemudian dianalisis di bawah mikroskop fluoresensi. 

BM-MSC adalah stem cell yang bersifat multipoten dan karenanya tidak mengekspresikan transkripsi spesifik sel pluripotensi sepert faktor OCT4 dan SOX2. Hasil penelitian ini membutikan bahwa hipoksia dapat menyebabkan BM-MSC dari kelinci sebagai hewan coba pada penelitian ini dapat ditingkatkan karakteristiknya menjadi pluripoten secara in vitro. Metode yang diterapkan yaitu melalui kultur dalam kondisi hipoksia (1% atau 3% O2) yang dibandingkan dengan kondisi normoksia (21% O2). Hasil penelitian dapat dikarakterisasi adanya ekspresi OCT4 dan SOX2 dalam BM-MSCs melaui metode imunofluoresensi. 

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sel-sel yang positif OCT4 dan SOX2 muncul setelah 2 dan 4 hari di kultur dibawah kondisi kondisi hipoksia O2 1% dan 3%, sedangkan di bawah kondisi normoksia, O2 21%, ekspresi OCT4 dan SOX2 tidak teridentifikasi, hasil ini secara statisti menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p <0,05). Sebagai catatan, intensitas fluoresensi pada hari ke-4 pada hipoksia 3% O2 menunjukkan hasil yang ​​lebih rendah pada hari ke-2 pada kondisi hipoksia 1% O2 (p <0,05). Hal ini menunjukkan bahwa pengkondisian hipoksia menyebabkan ekspresi faktor transkripsi yang berpotensi memungkinkan BM-MSCs menjadi pluripoten. Lebih lanjut, pengamatan ini menunjukkan bahwa lama waktu kultur pada konsentras O2 tertentu juga berperan penting dalam pengaturan waktu terekspresinya OCT4 dan SOX2 setelah dikultur. Inovasi hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi O2 hipoksia 1-3% selama 2-4 hari mempertahankan viabilitas dasri stem cell, selain juga menyebabkan ekspresi faktor transkripsi seperti OCT4 dan SOX2 yang merupakan  karakteristik pluripotensi BM-MSCs yang sebelumnya hanya bersifat multipotent.

Penulis: Erma Safitri

Link jurnal terkait tulisan di atas : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7750229/

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).