Hubungan Antara Gradasi Kepadatan Bakteri Biofilm dengan Hipertrofi Tonsil pada Penderita Tonsilitis Kronis

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi Tonsilitis Kronis. (Sumber: Dictio Community)

Hipertrofi tonsil selama ini digunakan sebagai salah satu indikator utama dilakukan tonsilektomi, namun beberapa pengalaman klinis menunjukkan pada evaluasi selanjutnya tonsil mengecil dengan terapi konservatif. Fakta ini menunjukkan bahwa hipertrofi tonsil kurang akurat dalam menentukan indikasi tonsilektomi, oleh karena itu perlu indikator yang lebih spesifik. Keberadaan bakteri biofilm berperan penting dalam terjadinya patofisiologi kronisitas dari tonsilitis melalui mekanisme resistensi antibiotik. Diduga bakteri biofilm ada hubungan dengan hipertropi tonsil.Sampai saat ini belum ada penelitian yang menjelaskan hubungan antara gradasi kepadatan bakteri biofilm dengan hipertrofi tonsil pada penderita tonsilitis kronis di Indonesia, khususnya di Surabaya. Terbuktinya penelitian ini dapat dipergunakan untuk memperkuat indikasi dilakukan tindakan tonsilektomi.

Bakteri memiliki kemampuan bertahan melalui pembentukan biofilm, sel bakteri melekat pada permukaan dan tertanam dalam matriks eksopolisakarida. Diperkirakan lebih dari 65% dari semua infeksi bakteri manusia yang terkait dengan biofilm. Bakteri biofilm memiliki kemampuan 1000 kali lebih resisten terhadap antibiotik dibandingkan dengan bakteri yang hidup bebas. Bakteri biofilm memainkan peran utama dalam tonsilitis kronis yang dianggap salah satu patologi paling umum pada anak. Meskipun penggunaan antibiotik cukup luas namun kekambuhan tonsilitis masih sering terjadi. Resistensi bakteri biofilm terhadap pemberian antibiotik diduga melalui beberapa mekanisme, yaitu kegagalan penetrasi, penurunan tingkat pertumbuhan kuman, penurunan aktivitas metabolik, dan variasi fenotip yang baru. Pertumbuhan bakteri biofilm akan menyebabkan infeksi kronis yang ditandai dengan inflamasi dan kerusakan jaringan yang persisten. Infeksi kronik tersebut tetap ada walaupun diberi terapi antibiotik. Pada penelitian yang lebih baru, menggunakan confocal laser scanning microscopy (CLSM) dengan pewarnaan fluoresensi ganda untuk memeriksa 24 tonsil yang diambil dari anak-anak dengan riwayat tonsilitis kronis atau berulang dan diperoleh bakteri biofilm pada 17 dari 24 spesimen atau sebesar 70,8%. Peneliti lain juga menemukan adanya bakteri biofilm pada 84% spesimen tonsil terinfeksi yang mereka teliti.

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara gradasi kepadatan bakteri biofilm dengan hipertrofi tonsil, semakin tinggi gradasi kepadatan bakteri biofilm, semakin tinggi gradasi hipertrofi tonsil. Bakteri biofilm ditemukan pada semua hipertrofi tonsil menegaskan bahwa hipertrofi tonsil merupakan salah satu gejala penting yang terkait dengan keberadaan bakteri biofilm. Pada hipertrofi tonsil terjadi peningkatan jumlah folikel limfatik terkait keberadaan infeksi bakteri biofilm. Bakteri biofilm sebagai memiliki struktur yang terlalu besar untuk ditelan oleh makrofag host, akibatnya kehadiran bakteri biofilm pada tonsil akan mengganggu fungsi normal jaringan limfatik tonsil sehingga menyebabkan infeksi kronis atau berulang. Kepadatan bakteri biofilm pada bahan pemeriksaan SEM (Scanning electron microscopy) dapat ditentukan berdasarkan adanya kelompok dan menara yang tertanam di dalam matriks EPS dengan diameter 0,5-2 pM yang melekat di permukaan. Grading dibuat berdasarkan bidang maksimum yang dapat dilihat dengan perbesaran 75-150x yang setara dengan 12,25 daerah mm2. Gradasi kepadatan bakteri biofilm secara kuantitatif menurut distribusi adalah sebagai berikut, kelas 0 tidak terdapat bakteri biofilm, kelas 1 jika <25% permukaan ditutupi bakteri biofilm, kelas 2 jika 26-50% dari bidang permukaan ditutupi bakteri biofilm, kelas 3 jika 51-75% permukaan ditutupi bakteri biofilm dan kelas 4 jika >76% permukaan ditutupi bakteri biofilm.

Berdasarkan data penelitian ini, hipertrofi tonsil kategori T3 dan T4 pada penderita tonsilitis kronis memperkuat indikasi untuk dilakukan tonsilektomi. Hal ini dikarenakan gradasi kepadatan bakteri biofilm pada ukuran tonsil tersebut tergolong tinggi, dapat menjadi penyebab kegagalan terapi medikamentosa. Sedangkan kategori T2 atau lebih kecil masih belum memiliki indikasi yang kuat dilakukan tonsilektomi karena kepadatan bakteri biofilm masih tergolong rendah, diharapkan terapi konservatif dapat menekan atau bahkan menghentikan pertumbuhan kuman. Keterbatasan, penelitian ini tidak mengungkap jenis bakteri yang berperan dalam membentuk bakteri biofilm, riwayat alergi, status gizi, status imunitas, dan faktor lingkungan yang mempengaruhi hipertrofi tonsil pada penderita tonsilitis kronis.

Kesimpulan : ada hubungan positif yang kuat antara gradasi kepadatan bakteri biofilm dengan hipertrofi tonsil pada penderita tonsilitis kronis. Saran, ukuran hipertrofi tonsil kategori T3 dan T4 dapat memperkuat indikasi tonsilektomi pada penderita tonsilitis kronis. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui jenis bakteri yang membentuk bakteri biofilm pada penderita tonsilitis kronis.

Penulis: Muhtarum Yusuf

Artikel lengkapnya dapat dilihat pada link berikut ini,

http://www.ejobios.org/article/relationship-between-gradation-density-of-biofilm-bacteria-with-tonsillar-hypertrophy-on-patients-7912#:~:text=Conclusion%3A%20There%20is%20a%20relationship,the%20gradation%20of%20tonsillar%20hypertrophy

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).