Tuberkulosis Resistant Obat: Hubungan antara Kepositifan Sputum Bakteri Tahan Asam dan Waktu Konversi pada Pasien dengan Regimen Short-Term Treatment

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Sumber: suara.com

The World Health Organization (WHO) menempatkan Tuberkulosis (TB) sebagai salah satu dari 10 penyebab utama kematian. Pada tahun 2016-2017 kasus TB-RO (Tuberkulosis Resisten Obat) meningkat lebih dari 30% di enam dari 30 negara yang memiliki beban penyakit TB (Angola, Republik Demokratik Korea, Indonesia, Nigeria, Somalia dan Thailand). Pada tahun 2017, secara global jumlah kasus TB-RO, baik TB Resisten Rifampisin (RR) maupun multidrugs resistant tuberculosis (MDR-TB), mengalami peningkatan sebesar 29% dari estimasi 558.000 kasus TB dan 49% dari estimasi 330.000 kasus TB-RO (RR/MDR) dan tingkat kesuksesan pengobatannya masih tetap rendah.

Pada tahun 2016, WHO merilis pedoman untuk penatalaksanaan TB-RO dengan regimen short-term treatment (STR) selama 9-12 bulan untuk memperbarui pedoman tahun 2011 yang merekomendasikan fase pengobatan intensif dengan durasi 8 bulan dan total lama waktu pengobatan 20 bulan. Regimen STR dapat diberikan pada kasus TB-RO tertentu untuk mengurangi kegagalan pengobatan. Pemantauan pengobatan TB-RO dapat dilakukan secara mikroskopik dengan sputum BTA dan dinilai dari awal atau dari pertama kali didiagnosis dan setiap bulan untuk menentukan konversi berurutan dari baseline BTA hingga dua bulan selanjutnya hingga menjadi negatif. Pemantauan serial sputum digunakan untuk manajemen klinis, perencanaan terapeutik dan hasil pengobatan.

Hasil studi ini melaporkan hubungan antara kepositifan sputum BTA dengan waktu konversi pada pasien TB-RO (RR/MDR-TB) yang menerima regimen STR di rumah sakit. Penelitian ini menunjukkan bahwa pasien dengan BTA baseline +3 mengalami konversi pada bulan pertama dan tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara kepositifan baseline BTA dengan waktu konversi sputum. Sputum BTA positif yang lebih tinggi biasanya menunjukkan waktu konversi sputum yang lambat namun penelitian kami menunjukkan bahwa mayoritas pasien dengan baseline +3 mengalami konversi di bulan pertama.

Waktu rata-rata konversi sputum BTA dan waktu konversi kultur pada penelitian ini adalah sekitar dua bulan dan pasien dengan BTA positif +3 juga mengalami konversi kultur lebih cepat dibandingkan baseline BTA lainnya. Sputum BTA memiliki korelasi yang signifikan dengan waktu konversi kultur. Konversi kultur secara signifikan berkaitan dengan sputum BTA karena metode kultur lebih sensitif daripada sputum BTA dan menggunakan media yang khusus untuk mendukung pertumbuhan Mycobacteria. Setelah terapi regimen jumlah Mycobacteria yang dapat hidup menurun secara signifikan dan dapat mengakibatkan konversi kultur negatif.

Mayoritas pasien dengan smear sputum +2 dan +3 mengalami konversi kultur pada bulan kedua pengobatan. Semakin tinggi nilai smear, semakin besar kemungkinan mereka mengalami konversi kultur setelah bulan pertama. Konversi kultur yang lambat pada pasien dengan smear grade tinggi mungkin menunjukkan bakteri mati dan tidak mengalami gagal pengobatan pada pasien dengan TB-RO. Konversi sputum dan kultur dalam dua bulan memiliki peluang penyembuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak mengalami konversi dalam dua bulan. Konversi yang lambat akan memperpanjang periode penularan dan memprediksi tingkat penggantian dan kegagalan yang lebih tinggi. Derajat sputum yang tinggi merupakan faktor risiko yang mempengaruhi lamanya waktu sputum dan konversi kultur.

Dalam penelitian kami, kami menganalisis kepatuhan pengobatan dengan konversi sputum dan kultur, waktu rata-rata untuk kepatuhan pengobatan menunjukkan lebih dari dua bulan dan tidak ada kaitannya dengan waktu konversi kultur dan sputum BTA. Mayoritas penelitian menunjukkan adanya pengaruh faktor lain yaitu sosio-demografi. Dari total 51 pasien, mayoritas pasien berusia rata-rata 51 tahun. Pasien TB-RO didominasi oleh laki-laki (58,8%) dan perempuan (41,2%). Pasien yang lebih muda akan lebih terdidik dan teratur dalam mengonsumsi obat dibandingkan dengan pasien yang lebih tua. Komorbiditas yang sudah ada sebelumnya di antara pasien yang lebih tua (diabetes mellitus) dan penurunan kekebalan tubuh (HIV) dapat dikaitkan dengan risiko penurunan kepatuhan pengobatan sehingga meningkatkan risiko penundaan konversi. Kebiasaan merokok juga dikaitkan dengan lambatnya konversi sputum BTA dan hasil kultur setelah memulai pengobatan.

Penulis: Soedarsono

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di

https://microbiologyjournal.org/drug-resistant-tuberculosis-correlation-between-positivity-of-acid-fast-bacilli-sputum-and-time-to-conversion-on-patients-with-short-term-treatment-regimen/

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).