Literasi Kesehatan dan Kecemasan Perawatan Gigi Ibu pada Proyeksi Fotografi

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi perawatan gigi. (Sumber: SehatQ)

Kecemasan terhadap perawatan gigi adalah fenomena yang sering muncul pada anak-anak. Ibu, pengaruh utama perkembangan anak-anak mereka, dianggap sebagai salah satu penyebab kecemasan tinggi pada anak-anak (Sovaria, 2017). Kecemasan gigi dikaitkan dengan lebih sedikit kunjungan ke dokter gigi, kebiasaan kebersihan mulut yang lebih buruk, dan status kesehatan mulut yang lebih buruk, dengan akibat negatif pada kualitas hidup (Schneider, 2016).

Kecemasan merupakan hal yang sering dialami oleh sebagian pasien yang akan melakukan prosedur perawatan dental. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Al Sarheed, 5-6% populasi dan 16% dari anak usia sekolah dasar yang berusia 6-12 tahun memiliki perasaan takut ke dokter gigi (AlSarheed, 2014). Penelitian dengan mengobservasi 200 pasien anak usia 6 dan 9 tahun yang telah mendapatkan perawatan gigi dan mulut, diketahui prevalensi tingkat kecemasan dental tinggi pada anak usia 6 tahun yaitu sebesar 17% dan anak 9 tahun sebesar 24% (Hertanto, 2017).

Merujuk pada tinjauan data dari Dinas Kesehatan di Kota Surabaya (2013), diketahui bahwa anak-anak yang memerlukan tindakan  perawatan gigi mengalami kenaikan  dari tahun 2011 ke 2012. Pada tahun 2011 anak yang memerlukan perawatan gigi sebanyak 402.098 anak, sedangkan pada tahun 2012 sebanyak 554.917 anak. Artinya jumlah anak yang memerlukan perawatan mengalami kenaikan sebesar 152.819 orang. Hasil Riset Kesehatan Dasar atau Riskesdas 2018 menyebutkan bahwa 93 persen anak usia dini, yakni dalam rentang usia 5-6 tahun, mengalami gigi berlubang. Ini berarti hanya tujuh persen anak di Indonesia yang bebas dari masalah karies gigi. Sementara untuk perilaku menyikat gigi yang benar, hasil Riskesdas 2018 menyebut bahwa baru 2,8 persen penduduk Indonesia yang sudah menyikat gigi dua kali sehari, yakni pagi dan malam secara benar.

Tingginya prevalensi karies gigi pada anak-anak antara lain disebabkan oleh faktor kebiasaan buruk anak maupun orang tua atau orang yang mengasuhnya. Anak-anak rentan terkena masalah gigi berlubang juga dapat disebabkan karena sikap maupun sifat yang dimiliki anak-anak belum mengetahui tentang pentingnya menjaga kebersihan gigi dan mulut (Mamengko, 2016). Menurut Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), dalam pemeliharaan kesehatan gigi anak melibatkan interaksi antara anak, orang tua, dan dokter gigi. Sikap dan perilaku orang tua, terutama ibu, dalam pemeliharaan kesehatan gigi memberikan pengaruh yang cukup siginifikan terhadap perilaku anak.

Tingginya angka penyakit gigi dan mulut saat ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah perilaku masyarakat yang belum menyadari dan memahami informasi dasar tentang pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut. Oral Health Literacy (OHL) merupakan suatu derajat kapasitas yang dimiliki seseorang untuk mendapatkan, memproses, dan memahami informasi dasar kesehatan gigi mulut dan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan untuk mendapat keputusan kesehatan yang sesuai (Ueno, 2013). OHL yang rendah berhubungan langsung dengan pengetahuan yang kurang tentang kesehatan mulut, yang mengarah pada penurunan ketaatan terhadap perilaku kesehatan mulut yang positif. Selain itu, peningkatan OHL dikaitkan dengan komunikasi pasien-dokter gigi yang lebih baik, yang dapat berkontribusi untuk menurunkan kecemasan gigi dan dengan demikian meningkatkan kemungkinan mencari perawatan gigi (Guo, 2014).

Kombinasi antara rendahnya literasi kesehatan gigi seorang ibu ditambah dengan kecemasan dental yang dimiliki, dikhawatirkan akan berlanjut pada pendidikan kesehatan gigi yang tidak tepat untuk anaknya. Pengasuh dan/atau orangtua dengan tingkat pendidikan dan pendapatan yang rendah biasanya kurang peduli tentang rasa sakit selama memiliki keluhan gigi dan karena itu mereka dapat menghindari membawa anak-anak mereka ke poli gigi, menyebabkan dampak negatif pada status kesehatan mulut (Tellez, 2013).

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan validasi tingkat kecemasan perawatan gigi seorang ibu, dengan meninjau dari ekspresi wajah ibu ketika datang ke poli gigi. Ekspresi ibu tersebut dapat didapatkan dalam bentuk potret faktual yang dapat direkam dengan teknik fotografi human interest. Human interest dalam karya fotografi adalah menggambarkan kehidupan manusia atau interaksi manusia dalam kehidupan sehari-hari serta ekspresi emosional yang memperlihatkan manusia dengan masalah kehidupannya, yang mana kesemuanya itu membawa rasa ketertarikan dan rasa simpati bagi orang yang menikmati foto tersebut (Jubilee, 2012). Proyeksi kecemasan seorang ibu yang ditangkap dari lensa foto tersebut, akan dijadikan pedoman verifikasi terhadap data literasi kesehatan gigi yang dimiliki. Sehingga pada penelitian ini akan ditemukan pola peranan literasi kesehatan gigi terhadap bagaimana pola seseorang dalam merasakan kecemasan saat berkunjung ke dokter gigi. Penelitian ini juga didukung dari rekam tekanan darah ibu yang sedang mengisi kuisioner dan diwawancarai karena menurut Bjørn Hildrum (2007), dalam penelitiannya ditemukan hubungan tekanan darah rendah dengan kecemasan, depresi, dan kecemasan komorbiditas.

Pada penelitian ini, ditemukan interaksi antara variabel kecemasan ibu terhadap perawatan dokter gigi. Diketahui bahwa ibu yang memiliki literasi yang baik akan memiliki kecemasan terhadap dokter gigi lebih rendah, hal ini sesuai dengan hasil penelitian Shin W. (2013) dimana ditemukan hubungan yang signifikan antara tingkat kecemasan dental seseorang dengan tingkat literasi gigi dan mulutnya di setiap hasil analisis penelitiannya. Dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat literasi gigi dan mulut seseorang akan semakin rendah tingkat kecemasannya terhadap dokter gigi. Hasil penelitian selanjutnya dari karakteristik para ibu yang lebih sering memilih untuk menunda perawatan gigi disebabkan karena memiliki tingkat kecemasan yang tinggi, dengan presentase mencapai 53.8%. selanjutnya, didapatkan konsistensi yang nyata antara visualisasi proyeksi fotografi wajah ibu ketika merasakan kecemasan dental, dengan rendahnya literasi kesehatan yang tercatat melalui kuesioner. Ketiga hasil penelitian tersebut ini sesuai dengan hasil penelitian Corah (1988) yang menyatakan bahwa kecemasan yang berkaitan dengan perawatan gigi adalah fenomena terkenal yang telah dilaporkan menyebabkan 6% dari populasi umum untuk menghindari perawatan gigi. Keadaan emosional ini juga dapat mempengaruhi dokter gigi yang mungkin menjadi cemas berurusan dengan pasien yang diketahui sulit untuk mengelola dan yang menunda atau bahkan membatalkan janji kontrol gigi mereka. Hal ini menjadi salah satu hal yang perlu diperhatikan oleh dokter gigi, agar dapat memberi layanan dengan pengelolaan rasa kecemasan serta edukasi yang adekuat pada ibu, sehingga ibu dapat tidak menularkan rasa cemasnya terhadap layanan dokter gigi kepada anak.

Penulis: Fidelia Kartikasari, Gilang R. Sabdho Wening, R. Darmawan Setijanto, Muhammad Faisal, Amalia Wimarizky, Dinna Fitria Greisya, Aisyah Marwah

Artikel lengkapnya dapat dilihat pada link berikut ini,

http://medicopublication.com/index.php/ijphrd/article/view/2770

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).