Angka Kematian pada Stroke Akibat Perdarahan Selaput Otak Sangat Tinggi, Dipengaruhi Oleh Apa Saja?

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi stroke. (Sumber: https://www.heart.org/)

Stroke masih merupakan penyebab kematian tertinggi di Indonesia, demikian menurut laporan Riskesdas (Riset Kesehatan dasar) tahun 2018. Ada beberapa macam stroke, salah satunya adalah stroke perdarahan pada selaput otak atau dikenal sebagai subaracnoid hemorrhage (SAH). Sebagian besar stroke perdarahan selaput otak ini disebabkan oleh pecahnya aneurisma. Aneurisma merupakan penipisan pembuluh darah otak yang membentuk kantong dan mudah pecah. Angka kematian stroke jenis ini masih sangat tinggi, sekitar 25-50%, dan merupakan stroke dengan angka kematian tertinggi dibanding stroke jenis yang lain.

Penelitian di RSUD Dr. Soetomo/ FK Universitas Airlangga menunjukkah bahwa tingginya angka kematian ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya usia, tingkat kesadaran saat pertama masuk rumah sakit, tidak dilakukannya terapi pada aneurisma, serta rerata tekanan arteri yang tinggi (Mean Arterial Pressure). Dari penelitian ini, rerata tekanan arteri yang tinggi dapat dijadikan patokan terapi daripada hanya tekanan darah saja.

Apabila aneurisma sudah pecah, maka diperlukan terapi untuk menutup aneurisma tersebut. Terapi yang saat ini berkembang pesat adalah tindakan minimally invasive neurointervensi berupa coiling aneurisma. Tidakan ini dilakukan di ruangan kateterisasi dengan memasukkan coil yang berbahan platinum kedalam pembuluh darah yang berbentuk kantong, sehingga tidak ada lagi aliran darah yang masuk ke dalam kantong tersebut.

Pasien seringkali datang ke rumah sakit dengan kesadaran menurun. Hal ini disebabkan karena banyaknya perdarahan yang ada, atau karena peningkatan tekanan di dalam kepala akibat penumpukan cairan otak. Adanya kesadaran yang menurun ini akan meningkatkan angka kematian pada pasien stroke SAH ini.

Faktor penting lain yang berhubungan dengan angka kematian pada pasien stroke SAH adalah kurangnya fasilitas neurointervensi. Tercatat hanya beberapa senter di Indonesia yang memiliki fasilitas neurointervensi. Disamping memerlukan dokter yang terlatih, tindakan neurointervensi juga memerlukan biaya dan alat implant khusus berupa coil. Berkembangnya jumlah dokter terlatih dan makin bayaknya fasilitas neurointervensi diharapkan akan mengurangi angka kematian akibat stroke SAH ini.

Penulis : Achmad Firdaus Sani

Artikel selengkapnya dapat dilihat pada link berikut ini,

https://univmed.org/ejurnal/index.php/medicina/article/view/936

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).