Model Zakat Scorecard sebagai Alat Baru Zakat Pengelolaan

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Relawan ID

Orang miskin di dunia tetap menjadi masalah global. Penelitian sebelumnya telah banyak menggunakan berbagai perspektif terkait aspek fundamental dan makroekonomi. Namun penelitian yang berfokus pada metode pengelolaan lembaga zakat, khususnya lembaga pengelola zakat di Indonesia, masih belum ada. Kemiskinan adalah masalah klasik yang dihadapi oleh ekonomi di seluruh dunia. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan pada 2019, jumlah penduduk miskin di Jawa Timur mencapai 4,11 juta jiwa dari total penduduk miskin di Indonesia sebesar 25,14 juta jiwa (Kusnandar, 2019). Hal inilah yang menjadi alasan pemilihan Jawa Timur sebagai ajang studi penulis. Karena potensi ekonomi yang besar akan mampu mengentaskan kemiskinan, maka diperlukan cara untuk mengentaskan kemiskinan.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kerangka balanced scorecard (Kaplan dan Norton, 2004). Pertama membahas terkait perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, strategi organisasi yang mengelola sistem manajerial untuk terus melakukan reformasi dan tumbuh menuju visi dan misi. Kedua, perspektif internal yang berfokus pada proses manajemen suatu organisasi untuk mengoperasionalkan perusahaan dibahas. Solusi terbaik dari berbagai masalah yang dihadapi resesi ekonomi tradisional, seperti yang saat ini melanda AS, adalah melalui semangat dan mekanisme “sharing” antar komponen dalam suatu perekonomian. Semangat berbagi inilah yang akan mampu menjaga tingkat kemakmuran suatu perekonomian. Artinya, ada korelasi yang sangat kuat antara memberi dan berbagi dengan tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Belajar dari kajian-kajian tersebut, sudah sewajarnya masyarakat Indonesia mengoptimalkan potensi yang ada. Studi sejauh ini belum mengkaji implementasi strategi zakat, infāq, dan ṣadaqah ( shodaqoh) di dunia; khususnya, strategi bisnis untuk pelaksanaan zakat, infāq, dan ṣadaqah adalah tugas pemerintah ini (Laporan Zakat dan Pembangunan Indonesia (IZDR), 2009).

Pertama, pengelolaan zakat adalah milik otoritas Muslim; Kedua, kedua negara bagian harus membagi neraca pendapatan dan belanja terkait zakat. Ketiga, pemerintah diperbolehkan menghimpun semua jenis zakat, dan masyarakat harus membayar zakat kepada pemerintah agar pemerintah dapat mendistribusikan zakatnya. mustahik, dan keempat, kegagalan pemerintah dalam mendistribusikan zakat tidak menghilangkan kewajiban zakat secara individu. Penelitian ini menggunakan pendekatan kerangka balanced scorecard (Kaplan dan Norton, 2004). Pertama membahas terkait perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, strategi organisasi yang mengelola sistem manajerial untuk terus melakukan reformasi dan tumbuh menuju visi dan misi. Kedua, perspektif internal yang berfokus pada proses manajemen suatu organisasi untuk mengoperasionalkan perusahaan dibahas. Ketiga, hasil operasional dari perspektif berorientasi pelanggan dibahas. Perspektif ketiga berfokus pada bagaimana memberikan kepuasan kepada pelanggan melalui berbagai aspek, antara lain harga, kualitas, layanan, balanced score card merupakan metode yang dinilai mampu menilai kinerja organisasi melalui visi dan strategi organisasi secara nyata di lapangan yang kemudian akan dapat disusun menjadi suatu model suatu organisasi. Dan seterusnya. hasil terbaru dari Balanced Scorecard adalah dari perspektif keuangan. Sebagai organisasi yang berorientasi pada laba, perusahaan harus mempunyai tujuan akhir yaitu memperbaiki struktur biaya dan meningkatkan nilai aset perusahaan.

Penelitian ini mengambil sampel informan yang langsung sesuai dengan pilihan peneliti. Hal ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian dari mana informasi dapat diperoleh dari pengelola lembaga zakat. Informan berasal dari tempat mereka menjadi bagian dari struktur inti organisasi pengelola zakat (OPZ), baik itu Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang merupakan representasi dari lembaga zakat milik masyarakat, dan Badan Amil Zakat ( BAZ) yang mewakili instansi pemerintah yang memiliki zakat. Hasil temuan penelitian ini yaitu (1) Organisasi : menunjukkan kerjasama antar lembaga atau unit di luar lembaga zakat. Kerja sama LAZ dengan unit relawan digunakan dalam pelaksanaan penanggulangan bencana. BAZ menggunakan partner dalam menjalankan programnya. Koordinasi menjadi bagian penting dalam pengelolaan sebuah lembaga zakat. LAZ menggunakan sistem terpusat dalam penghimpunan dana zakat. Namun, BAZ menggunakan penggalangan dana mode terdesentralisasi. Tetapi masing-masing dari kita dapat menggunakan dana tersebut sesuai dengan prosedur keagenan. (2) Informasi : Pengawasan dilakukan untuk mengetahui kinerja lembaga. LAZ dan BAZ melakukan pengawasan melalui aliran dana dari muzakkī pendapatan. (3) Manusia : BAZ menawarkan pelatihan reguler dalam manajemen keuangan, sedangkan pelatihan LAZ untuk kebangkitan mullah akan disebarluaskan kepada masyarakat. Nilai-nilai yang harus dimiliki oleh pengepul, baik di BAZ maupun LAZ, melibatkan pengembangan karakter, yaitu sikap wajib menghimpun zakat, di antaranya adalah kejujuran dan kepercayaan. (4) Keuangan : Setiap institusi dalam mengembangkan aspek keuangan menggunakan strategi branding. LAZ menggunakan nama Al-Ahzar secara luas di Indonesia, sedangkan labelnya menggunakan lembaga pemerintah, BAZ. Inisiatif dalam memberi nilai muzakkī sangat penting untuk meningkatkan perolehan dana zakat. 

Penulis             : Tika Widiastuti, Imron Mawardi, Sri Herianingrum, Mochamad Badowi

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).