Karakteristik Anak Sindrom Down dengan Keterlambatan Bicara dan Gangguan Pendengaran

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Warta Kota

Sindrom Down adalah suatu penyakit bawaan yang berhubungan dengan kelainan kromosom trisomi 21. Sebanyak 95% kasus sindrom Down terutama disebabkan oleh kelainankromosom trisomi 21. Kelainan kromosom tersebut berhubungan dengan kelainan-kelainan lain pada tubuh, seperti ketidakmampuan belajar, abnormalitas jantung, gangguan perkembangan otak, serta gangguan pertumbuhan fisik dan mental. Secara global, diperkirakan terdapat 8 juta penderita sindrom Down. Anak dengan sindrom Down membutuhkan perawatan khusus dari orang tuanya. Salah satu masalah yang sering terjadi pada anak sindrom Down adalah gangguan pendengaran dan keterlambatan bicara. Jika tidak dideteksi dan diobati sejak dini, masalah tersebut dapat berkembang menjadi masalah sosial-ekonomi yang dapat membebani anak dan orang tua. Oleh karena itu, bagi orang tua, mengenali gangguan pendengaran dan menyadari implikasinya pada anak dengan sindrom Down adalah hal yang sangat pentingkarena di kemudian hari akan berdampak buruk pada kemampuan kognitif, peniruan kalimat, pemahaman bahasa, dan kecepatan pengolahan kata. Orang tua yang memiliki anak sindrom Down harus menyadari kemungkinan kondisi tersebut sehingga anaknya bisa didiagnosis dan diobati dengan secepatnya.

Untuk meningkatkan kesadaran publik, Ratih Dyah Utami, Dr. dr. Nyilo Purnami, Sp.THT-KL (K), FICS, FISCM, dan Dr. Viskasari Pintoko Kalanjati, PA(K)., M.Kes., PhD, melakukan studi untuk mengetahui prevalensi dan karakteristik anak sindrom Down dengan keterlambatan bicara dan gangguan pendengaran. Data diambil dari rekam medis klinik audiologi RSUD Dr. Soetomo pada Januari 2013 – Desember 2017. Studi tersebut melaporkan sebanyak 30 pasien sindrom Down didiagnosis dengan keterlambatan bicara. Dari 30 pasien tersebut, lebih dari 60% berjenis kelamin laki-laki. Hal tersebut diduga berhubungan dengan prevalensi sindrom Down yang besar pada jenis kelamin laki-laki. Menurut studi tersebut, anak sindrom Down dengan keterlambatan bicara paling banyak berusia >1 – 2 tahun. Sedangkan,keterlambatan bicara paling sedikit terjadi padabayi berusia 4 – 6 bulan. Dalam penelitian lain, anak sindrom Down yang terlambatberbicara sebagian besar juga berusia >1 – 2 tahun.

Anak sindrom Down yang berusia 4 – 6 bulan memiliki keterbatasan dalam berbicara, seperti tidak dapat mengoceh dan mengucapkan variasi bunyi(huruf p, b, dan m), tertawa, menyuarakan kosa kata, mengekspresikanketidaksenangan, serta bersuara ketika sendiri atau saat diajak bermain. Dibandingkan dengan anak sehat, anak sindrom Downbaru bisa mengoceh pada usia lebih dari 1 tahun. Akan tetapi, mereka tidak bisa memahami makna ucapannya dan tidak bisa mengontrol ucapan tersebut. Pada anak yang sehat, jumlah kata yang diucapkan bertambah setiap bulannya, kemudian dapat diekspresikan dalam pertanyaan sederhana, seperti “Ada dimanakah kucing?” atau “Apa itu?”. Selain itu, anak tanpa gangguan pendengaran mampu menempatkan dua kata bersama (“Makan lagi”, “Buku ibu”), bahkan menggunakan huruf konsonan yang berbeda di awal kata.

Hasil penelitian menunjukkan gangguan kesehatan pada anak sindrom Down kebanyakan muncul setelah lahir. Terlebih lagi, ada 3 anak yang sekaligus memiliki gangguan kesehatan sebelum lahir, saat dalam kandungan, dan setelah lahir. Mayoritas gangguan kesehatan setelah lahir yang terjadi pada anak sindrom Down adalah kejang dan infeksi paru-paru. Dari seluruh pasien, 17% diantaranya lahir prematur. Alasannya masih belum diketahui, tetapi pada studi terbarutelah dilaporkan prevalensi bayi prematur yang mengalami gangguan pendengaran jumlahnya cukup tinggi. Dokter Nyilo bersama author lain juga mengidentifikasi gangguan pendengaran pada anak sindrom Down menggunakan pemeriksaan Audiometri Observasi Perilaku (Behavioural Observational Audiometry/BOA).Pada pemeriksaan tersebut, dapat terlihat apakah anakmerespon terhadap suara atau tidak.Hasil penelitian menunjukkan hanya sebesar 30% pasien yang memiliki pendengaran normal. Sebanyak 70% pasien memiliki gangguan pendengaran yang bervariasi, antara lain gangguan pendengaran sangat berat, berat, sedang, dan ringan.

Menurut sebuah literatur,anak sindrom Down yang memiliki gangguan pendengaran di kedua telinga lebih berisiko terlambatberbicara daripada yang hanyamemiliki gangguan disatu telinga. Hal ini dikarenakan anak sindrom Down dengan gangguan pada satu telinga masih dapat tumbuh dan berkembang daripada yang tidak mendapat rangsangan suara sama sekali. Kesadaran masyarakat masih kurang terhadap gangguan pendengaran pada anak sindrom Down dan implikasinya dalam jangka panjang.Harapannya, dengan meningkatkan pengetahuan masyarakat,dapat mengurangi implikasi yang ditimbulkan akibat gangguan pendengaran pada anak sindrom Down di kemudian hari.           

Penulis             : Dr. dr. Nyilo Purnami, Sp.THT-KL (K), FICS, FISCM

Judul Jurnal     :Characteristics of Down Syndrome Children with Delayed Speech and Hearing Loss in Audiology Clinic, Dr. Soetomo Surabaya Hospital_Link: http://medicopublication.com/index.php/ijphrd/article/view/9429/8820

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).