Menerjemahkan Hasil Pertama Vaksin Covid-19

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Kompas.com

Pandemi Covid-19 belum teratasi. Obat mujarab tidak kunjung muncul. Harapan terbesar sekarang terletak pada vaksin. Ada lebih dari 300 kandidat vaksin di seluruh dunia, dan sekitar 60 di antaranya telah berada dalam tahap uji klinik. Vaksin-vaksin tersebut menggunakan berbagai dasar dan metode, Sebagian bahkan belum pernah dikenal sebelumnya. Minggu ini muncul untuk pertama kalinya hasil fase 3 vaksin Covid-19.

Publikasi diakukan oleh perusahaan yang membuat vaksin Pfizer-BioNTech-Fosun Pharma, sebuah kerja sama 3 negara. Vaksin ini berbasis mRNA. mRNA adalah komponen genetik yang bertugas membawa pesan genetik dari DNA di inti sel untuk diterjemahkan menjadi serangkaian protein. Jika biasanya yang dimasukkan ke dalam tubuh adalah protein maka pada vaksin ini yang dimasukkan adalah mRNA. Selanjutnya di dalam tubuh mRNA akan menghasilkan protein dan antibodi. Penelitian fase 1 dan 2 berhasil baik dan kemudian diteruskan ke fase 3. Lebih dari tiga puluh ribu subyek diikutkan yang Sebagian besar berusia 18 tahun ke atas. Hanya ada sekitar 150 orang berusia antara 16-18 tahun. 

Pfizer bukanlah perusahaan yang mendapat suntikan dana pemerintah AS sehingga mereka relatif bebas untuk menentukan rencana sehubungan dengan vaksin ini. Pemerintah AS melalui Operation Warp Speed telah menetapkan 6 perusahaan vaksin sebagai yang paling diharapkan, disuntik dana dalam jumlah besar, dan diawasi secara ketat untuk menjamin aspek keamanan dan manfaatnya. Pfizer sempat didesak oleh Donald Trump untuk mengajukan lisensi dari FDA sesegera mungkin namun mereka tidak bersedia.

Ada lebih dari 1 kandidat vaksin mRNA saat ini. Moderna dan CureVac adalah contoh yang lain. Vaksin mRNA sudah mulai diteliti sejak 17 tahun yang lalu. Sekalipun hingga hari ini belum ada satu pun vaksin mRNA di pasar, orang cukup mengenal teknologi ini.

Hasil penelitian Pfizer menunjukkan perlindungan yang sangat baik, lebih dari 90 persen. Sebagai catatan, WHO meminta batas terendah vaksin untuk dilisensi di era Covid-19 setinggi hanya 50% saja. Bukan hanya efektif, vaksin Pfizer juga terbukti melindungi terhadap tahap serius dari penyakit Covid-19. Selain itu, sampel penelitian melibatkan kelompok berusia tua, di atas 80 tahun. Tidak heran jika keberhasilan ini disambut gembira para orang lanjut usia karena mereka lah justru kelompok paling rentan selama pandemi. Sebagian vaksin yang menjalani uji klinik menghindari kelompok anak dan lanjut usia karena berbagai pertimbangan.

Para penerima vaksin memang mengeluhkan reaksi lokal dan umum yang timbul setelah suntikan, terutama suntikan kedua. Vaksin ini memang disuntikkan dua kali, dengan jarak 21 hari. Reaksi lokal biasanya berupa nyeri, bengkak, dan kemerahan. Reaksi umum berupa demam, lelah, dan beberapa keluhan lain yang lebih sedikit. Secara sederhana, keluhan penerima vaksin ini tidak tergolong serius dan menghilang dalam waktu 1-2 hari. Keluhan tersebut jika ditelaah mirip dengan keluhan penderita selesma.

Keberhasilan Pfizer memberi harapan yang besar. Minggu depan dan 1-2 minggu berikutnya akan menjadi waktu banyak vaksin mengumumkan hasil mereka. Sangat membahagiakan melihat era baru dengan lebih dari 1 pilihan vaksin yang sangat boleh jadi akan mengakhiri pandemi. Banyak pilihan memang diperlukan sebab kebutuhan umat manusia akan vaksin ini begitu besar. Tidak mungkin sebuah perusahaan menutup semua kebutuhan tersebut. Selain itu, jika terjadi sesuatu yang tidak diharapkan dengan vaksin tunggal maka kesulitan akan menjadi sangat bermakna.

Kesulitan dengan vaksin Pfizer terutama menyangkut rantai dingin. Seperti diketahui vaksin adalah bahan khusus yang memerlukan perlakuan istimewa sejak dari pabrik hingga tersuntikkan. Karena mRNA bersifat tidak stabil, suhu penyimpanan ideal adalah minus 80 derajat Celcius. Fasilitas untuk mempertahankan suhu ini tidak sederhana dan tidak murah. Vaksin ini, dengan sendirinya, tidak mungkin dipergunakan secara luas di negara dengan infra struktur yang kurang memadai. Negara maju seperti Eropa Barat dan Amerika Serikat pasti relatif bisa mengatasi persoalan.

Sampai saat ini, orang yakin bahwa ketersediaan vaksin belum cukup untuk mengendurkan penggunaan masker, menjaga jarak, menghindari kerumunan dan cuci tangan. Vaksin akan sangat membantu namun tidak ada di dunia ini vaksin dengan keberhasilan 100 persen. Itu sebabnya kampanye pencegahan Covid-19 masih harus terus dilakukan. 

Lama timbulnya sistem pertahanan dalam tubuh belum sepenuhnya diketahui, juga beberapa kemungkinan efek simpang yang jarang belum dapat diprediksi. Pengawasan terhadap seluruh sampel penelitian tidak dihentikan dan memasuki tahap selanjutnya. 

Kita saat ini sudah melihat cahaya di ujung terowongan. Kita belum tahu berapa jarak cahaya tersebut, namun yang jelas cahaya itu ada.

Penulis: Dominicus Husada

Artikel Tayang pada Media Jawa Pos

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).