Deteksi Mutasi Gen FLT3 pada Leukemia Mieloid Akut

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi Leukemia Mieloid Akut. (Sumber: https://www.smarterhealth.id/)

Leukemia mieloid akut (LMA) merupakan penyakit keganasan hematologi yang disebabkan adanya kelainan klonal dari sel induk hematopoitik yang bersifat heterogen, baik dalam hal gambaran klinis maupun kelainan genetik yang mendasari.  LMA sering ditemukan pada penderita dewasa dan memiliki angka ketahanan hidup terendah dari semua jenis leukemia.  Berdasarkan data dari National Cancer Institute, insiden kasus baru LMA di dunia adalah 4,2 per 100.000  penduduk pertahun, dengan angka kematian 2,8 per 100.000 penduduk per tahun. Di Indonesia, hasil survei riset kesehatan dasar menunjukkan angka prevalensi kanker sebesar 4,3 / 1000 penduduk dan prevalensi LMA sebesar  1/ 10.000 penduduk.

LMA ditandai dengan adanya blokade pada mielopoisis dan proliferasi tidak terkendali dari sel blast yang menghasilkan gambaran insufisiensi hematologi berupa granulositopenia, anemia dan atau trombositopeni. Pada saat ini untuk tujuan terapi, LMA telah diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok prognostik yang berbeda berdasarkan kelainan kromosom yang dideteksi dengan  pemeriksaan sitogenetik. Deteksi mutasi gen pada skala yang lebih kecil memiliki peranan penting pada klasifikasi dan penentuan prognostik LMA lebih lanjut. Panduan tatalaksana klinik LMA membagi kelompok sitogenetik menjadi 3 kelompok resiko yaitu kelompok resiko favorable, intermediet, dan buruk.

Leukemia promielositik akut  dengan t(15,17), leukemia dengan core binding factor dan inv(16)/t(16;16) atau t(8;21) dan leukemia dengan sitogenetik normal memiliki prognosis yang baik sehingga masuk ke dalam kelompok resiko favorable. Sedangkan kariotipe kompleks atau monosomi, delesi kromosom 5 atau 7 dan beberapa chromosomal rearrangement yang spesifik memiliki prognosis yang buruk dan masuk kedalam kelompok resiko buruk. Adanya mutasi molekuler dapat merubah kelompok resiko tersebut. Mutasi NPM1 tunggal dan atau mutasi CEBPA biallelic meningkatkan prognosis penderita LMA dengan sitogenetik normal dari kelompok resiko intermediet ke kelompok  favorable, sedangkan adanya mutasi FLT3-ITD merubah resiko penderita kelompok resiko intermediet menjadi kelompok resiko buruk.

LMA merupakan penyakit dengan prognosis yang sangat bervariasi dengan angka mortalitas yang tinggi yaitu ketahanan hidup total 5 tahun kurang dari 50% dan pada penderita berusia tua (lebih dari 60 tahun) hanya 20% yang bertahan hidup setelah diagnosis ditegakkan. Pada saat ini pemeriksan sitogenetik dan deteksi kelainan molekuler saat diagnosis merupakan penentu faktor prognostik yang dapat memprediksi angka remisi lengkap,  ketahanan hidup bebas penyakit, resiko kekambuhan. Frekuensi mutasi gen FLT3-ITD 21 – 24% dan FLT3-TKD (D835)  5 – 10% ditemukan pada penderita LMA dengan sitogenetik normal.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional eksplanasi dengan rancangan cross sectional. Populasi target adalah penderita leukemia mieloid akut (LMA) baru yang dirawat di rumah sakit pemerintah dan swasta di Surabaya pada periode tahun 2017-2018. Pengambilan sampel menggunakan consecutive sampling yaitu sejumlah 25 penderita LMA yang memenuhi kriteria penerimaan sampel dimasukkan secara berurutan hingga jumlah sampel terpenuhi. Pengambilan sampel tersebut dilakukan di RS pemerintah/swasta  kota Surabaya dengan prosedur baku. Pelaksanaan penelitian dilakukan di departemen biokimia, departemen patologi klinik FKUA/RS dr Soetomo dan laboratorium Biokimia Kedokteran FKUA, Surabaya.

Spesimen pemeriksaan berupa 2 ml sisa darah aspirat sumsum tulang penderita LMA, spesimen merupakan sisa bahan pemeriksaan rutin diagnostik untuk menegakkan diagnosis LMA. Teknik PCR (Polymerase Chain Reaction ) digunakan untuk deteksi mutasi gen FLT3-ITD dan PCR – RFLP untuk deteksi mutasi gen FLT3-TKD (D835). Pada wild type gen FLT3-ITD akan dihasilkan fragment DNA sepanjang 329 bp sedangkan mutan gen FLT3-ITD akan dihasilkan 2 fragmen sepanjang 329 bp dan lebih dari 329 bp. Pada wild type gen FLT3-TKD (D835) akan dihasilkan fragmen DNA : 46, 68 dan 114 bp, sedangkan pada mutan gen FLT3-TKD (D835)  akan dihasilkan fragmen DNA: 114 bp.

Pada hasil pemeriksaan 25 spesimen penderita, sejumlah 4 penderita LMA (20%) didapatkan adanya mutasi FLT3-ITD dan hanya 1 penderita LMA yang didapatkan adanya mutasi FLT3-TKD(D835).

Prevalensi mutasi gen FLT3-ITD pada penderita LMA di Surabaya adalah 20% dan mutasi gen FLT3-TKD (D835) adalah 5%. Mutasi gen FLT3-ITD yang ditemukan pada penderita LMA tersebut berasosiasi dengan jumlah lekosit dan jumlah sel blast di sumsum tulang.

Penulis : Paulus Budiono Notopuro

Artikel lengkapnya dapat dilihat melalui link berikut ini:

http://ijbc.ir/article-1-935-en.pdf

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).