Viabilitas dan Toleransi Stress pada Heat Shock Protein 70 Knockdown Artemia Fransiscana

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi artemia. (Sumber: lalaukan)

Artemia adalah mikrokrustase yang dikenal dengan nama brine shrimp, karena mikrokrustase ini mampu hidup pada perairan dengan kadar garam tinggi.  Naupli Artemia digunakan sebagai pakan alami di tahap pemeliharaan ikan maupun udang. Artemia betina atau induk betina akan melepaskan embrio encysted yang memasuki diapauses ketika kondisi tidak menguntungkan. Diapause adalah suatu keaadaan fisiologis keterlambatan perkembangan yang ditandai dengan dormansi, aktivitas metabolisme berkurang dan peningkatan toleransi stress pada organisme krutase hingga mamalia.  Induk betina dari Artemia fransiscana dapat menghasilkan naupli yang berenang bebas melalui jalu reprodukai ovovivipar atau embrio encysted, yang dikenal sebagai kista, melalui jalur reproduksi ovipar.

Hsp memegang peranan penting selama diapauses pada beberapa organisme, termasuk Artemia.  Hsp telah terdokumentasi melindungi kerusakan protein dan melindungi berbagai gangguan lingkungan selama diapauses. Jika dalam kondisi stres, lebih dari satu Hsp diinduksi,kemungkinan karena pendamping molekuler seperti Hsps berfungsi bersama dalam jaringan (Haslbeck 2002). Hsp90, Hsp70, Hsp60, dan heat shock protein kecil (sHsps) disintesis selama diapause (MacRae 2010) dan mereka dapat bekerja sama dalam protein refolding setelah penghentian diapause.  sHsps (small Heat shock proteins) mengikat denaturasi protein melalui interaksi hidrofobik dan mengirimkannya melalui ko-faktor ke Hsp70 yang berperanan penting dalam refolding protein pada ATP.  Hsp90 berinteraksi dengan Hsp70 meningkatkan efisiensi refolding protein, dan keduanya dapat menyerap protein tanpa adanya ATP.

Hingga saat ini, sedikit informasi diperoleh tentang fungsi Hsp0 selama diapause.  Peran Hsp70 pada tahap diapauses Artemia jarang ditangani.  Dari studi kami sebelumnya dengan menggunakan RNAi, Hsp70 terbukti menjadi protein esensial dalam meningkatkan naupli A.fransiscana melawan terhadap berbagai stressor abiotik maupun biotik. Kelangsungan hidup naupli Artemia yang kekurangan Hsp70 kurang lebih 41% oleh stress panas dan 34% setelah diinfeksi Vibrio campbellii dibandingkan perlakuan kontrol (Iryani et al. 201).

Knockdown Hsp70 naupli berkembang secara normal dengan morfologi yang mirip dengan akumulasi jumlah protein normal (Iryani et al. 201).  Penelitian bertujuan untuk mengungkapkan fungsi Hsp70 pada A.fransiscana selama diapauses dengan terlebih dahulu menunjukkan adanya Hsp70 pada kista.  Knockdown dari Hsp70 dilakukan dengan RNAi dan perkembangan, viabilitas serta toleransi stress kista yang kekurangan Hsp70 diteliti.

Pada penelitian ini, kista Artemia ditetaskan pada air laut berkadar garam 30 ppt, diberi aerasi dan cahaya lampu yang kosntan selama 24 – 48 jam.  Naupli dipanen menggunakan saringan berukuran 200 mikron lalu dipindahkan kedalam bak fibre 120 liter dan dipelihara hingga dewasa.  Artemia dewasa dipanen setelah 28 hari pemeliharaan untuk dipergukana dalam mikroinjeksion.

Induk betina Artemia dengan kantung telur yang tidak dibuahi dipilih untuk mikroinjeksi.  Induk betina Artemia diletakkan pada agarosa dingin lalu 100 ng dsRNA disuntikkan ke dalam kantung telur dengan menggunakan micromanipulator (InjectMan, Eppendorf, Jerman).  Artemia jantan digabungkan dengan induk betina Artemia setelah 2 jam injeksi. Selama proses perkawinan, Artemia diberi pakan Chlorella vulgaris.  Waktu dari pembuahan hingga pelepasan kista dari induk betina Artemia diamati. Selanjutnya kista diinkubasi dalam air laut yang telah disaring dan diautoklaf dan diamati selama 10 hari apakah kista menetas dan gagal masuk diapause pada suhu kamar dengan tidak adanya Hsp70.  Total RNA dari kista Artemia diekstraksi dengan reagen TRIsure (Bioline, UK) dengan mengikuti petunjuk dari pabrik dan sedikit modifikasi.

Pengamatan mikroskop dilakukan untuk melihat apakah ada kista yang dilepaskan oleh induk betina Artemia yang disuntik dengan Hsp70 dsRNA secara morfologis normal dibandingkan dengan kista kontrol. Diameter kista diukur dengan Nikon Profile Project V-12B.  Aktivitas metabolik diukur dengan uji fenol red untuk menentukan apakah kista dapat hidup setelah dilepas dari Artemia betina. Toleransi stress kista ditentukan dengan uji penetasan, yaitu kista diinkubasi dalam air laut suhu kamar selama 10 hari.

Hasil menunjukkan bahwa hilangnya Hsp0 tidak mempengaruhi perkembangan maupun morfologi kista.  Waktu antara pembuahan dan pelepasan kista dari Artemia betina yang disuntik dsRNA Hsp70 sedikit tertunda, tetapi perbedaannya tidak signifikan dibandingkan kontrol.  Hsp70 berperan dalam toleransi stress tetapi tidak dalam perkembangan embrio Artemia yang diapause.

Penulis: Woro Hastuti Satyantini

Artikel lengkapnya dapat dilihat pada link berikut ini:

https://doi.org/10.1007/s12192-020-01113-0

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).