Karakteristik Sindroma Rubella Kongenital pada Bayi

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi Rubella pada bayi. (Sumber: ProSehat)

Sindroma Rubella Kongenital (SRK) adalah suatu kumpulan gejala gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, dan penyakit jantung. Penyakit ini sering menyerang bayi yang baru lahir pada ibu yang terinfeksi virus rubella saat hamil. Rubella atau biasa disebut campak Jerman merupakan penyakit yang menyebabkan penderita mengalami ruam kemerahan dan disertai demam. Penyakit ini sangat menular. Pada SRK, gejala yang paling sering ditemukan adalah gangguan pendengaran. Dikatakan sebanyak 90 persen ibu yang terinfeksi virus rubella saat hamil akan mengalami SRK.

Berdasarkan data World Health Organization (WHO), sebanyak 110.000 bayi di 78 negara berkembang dan negara yang sedang mengalami outbreak rubella mengalami SRK. Lalu dari 103.000 bayi yang terkena SRK, 46% berasal dari negara bagian Asia Tenggara, termasuk negara yang tidak menjalankan program vaksinasi rubella. Sementara di Indonesia sendiri, berdasarkan data Kemenkes terdapat 30.463 kasus rubela pada periode 2010 – 2015 dan diperkirakan data ini masih belum pasti karena kurangnya data surveilans di lapangan.

Cara mencegah rubela yang paling efektif adalah dengan menjalankan program vaksinasi rubela. Indonesia sendiri juga sudah rutin menjalankan vaksin rubela sejak tahun 2017. Hal ini terbukti efektif pada negara yang melakukan program vaksin, angka insiden terjadinya rubela menurun. World Health Organization (WHO) turut menjalankan rencana untuk mengeliminasi rubella, campak, dan Sindroma Rubella Kongenital (SRK) dengan target  tahun 2021 – 2022 penyakit tersebut sudah bebas tuntas. Program surveilans rutin perlu dilakukan oleh semua pelayanan kesehatan, mau itu di rumah sakit atau puskesmas, untuk mengidentifikasi SRK pada anak di bawah umur 1 tahun agar dapat ditangani lebih cepat dan tepat.

Anak yang disuspek SRK akan diperiksa menggunakan Otoacoustic Emission (OAE) dan tes antibodi rubella, yang meliputi pemeriksaan IgG dan IgM. Hasil tes IgM positif menandakan seseorang sedang terinfeksi rubela, sedangkan IgG positif menandakan orang tersebut sudah pernah terinfeksi atau sudah divaksin rubella. Berikut adalah klasifikasi dari SRK, yaitu suspek SRK, terkonfirmasi SRK secara klinis, terkonfirmasi SRK berdasarkan hasil lab, dan bukan SRK.

Berdasarkan penelitian Dr. dr. Nyilo Purnami, Sp. THT-KL (K) dari Departemen Telinga Hidung Tenggorokan – Kepala Leher RSUD Dr. Soetomo yang dilakukan pada 95 pasien di RSUD Dr. Soetomo, Surabaya menyatakan bahwa umur pasien yang paling banyak terkena adalah bayi berumur 1 – <3 bulan, yaitu sebanyak 35 orang dan jenis kelamin laki-laki lebih banyak terkena dibanding perempuan.

Untuk gejala, sesuai dengan penjelasan di atas bahwa memang gejala pedengaran adalah keluhan tersering pada pasien SRK. Gejala lain yang menyertai terbanyak adalah post-partum jaundice (kondisi bayi kuning setelah lahir) selama 24 jam. Namun, hasil ini berbeda dengan penelitian di Indonesia yang menyatakan bahwa mikrosefali adalah gejala terbanyak. Tipe gangguan pendengaran terbanyak adalah gangguan pendengaran bilateral yang sudah dibuktikan berdasarkan hasil lab. Dari pemeriksaan antibodi, IgG adalah hasil terbanyak pada pasien SRK yang membuktikan mereka yang dengan IgG positif pernah mengalami rubela.

Tentu hal ini menjadi suatu perhatian karena angka kejadian rubela dalam satu rumah sakit masih tidak sedikit, walaupun dalam WHO sendiri menargetkan tahun 2021 – 2022 bebas rubella, khususnya bagi negara yang belum menjalankan program vaksin. Kualitas hidup penderita SRK menjadi turun dengan gejala yang menghambat kegiatan sehari-harinya. Vaksinasi rubella tentunya sangat penting demi mencegah terjadinya transmisi rubella dari ibu hamil ke anak dan mencegah turunnya kualitas hidup dikarenakan menderita SRK.

Dengan angka kejadian yang masih tinggi di negara berkembang, aksi Indonesia yang sudah menjalankan program vaksinasi merupakan hal yang sangat bagus dan diharapkan angka rubela dan SRK di Indonesia turun, seperti negara lain yang angka kejadian rubella juga ikut turun dengan program vaksinasi. Bukan hanya program vaksinasi, program surveilans juga sangat penting agar memperbaiki kualitas hidup penderita SRK dengan memberikan penanganan sejak dini. Hal ini mungkin akan memenuhi target WHO yaitu dapat mengeliminasi campak, rubella, dan SRK pada tahun 2021 – 2022.

Penulis: Nyilo Purnami

Artikel lengkapnya dapat dilihat pada link berikut ini:

https://www.pagepress.org/journals/index.php/idr/article/view/8762

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).