Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Presentasi Awal Kanker Payudara

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi deteksi dini kanker payudara. (Sumber: brilio.net)

Diperkirakan di Indonesia, kanker payudara telah menjadi jenis kanker yang paling banyak dialami oleh perempuan dengan menempati peringkat pertama di antara jenis kanker yang lain, serta menyumbang 11% angka kematian akibat kanker (IARC, 2018). Pengobatan medis pada stadium awal kanker memiliki prognosis yang jauh lebih baik untuk meningkatkan usia harapan hidup, akan tetapi, seperti di negara berkembang lainnya, hasil perawatan medis pada pasien kanker payudara yang kurang menggembirakan sebagian besar dilaporkan karena diagnosis dan pengobatan yang terlambat. Penelitian terdahulu mengindikasikan bahwa sebagian besar penderita kanker payudara mendatangi pusat layanan kesehatan pada stadium lanjut dan telah terdapat indikasi adanya penyebaran kanker pada organ tubuh yang lain (Irawan, dkk, 2008).

Presentasi awal kanker payudara dianggap sebagai bagian yang sangat penting bagi penanganan kanker payudara. Presentasi awal, merupakan interval 3 bulan antara waktu pertama kali muncul gejala kanker payudara dengan waktu konsultasi medis pertama kali. Standar emas 3 bulan dianggap sebagai konsensus, karena penelitian terdahulu mengindikasikan bahwa konsultasi medis lebih dari 3 bulan setelah pertama kali gejala kanker payudara muncul diasosiasikan dengan rendahnya usia harapan hidup (Burgess, Ramirez, Richards, & Love, 1998; Richards, Westcombe, Love, Littlejohns, & Ramirez, 1999).

Beberapa studi sebelumnya mencatat bahwa faktor-faktor demografis, psikososial, dan budaya dikaitkan dengan presentasi awal pasien kanker payudara pada pusat layanan kesehatan. Pada penelitian ini kami mengadaptasi Theory of Planned Behavior (TPB) untuk memahami pengaruh determinan-determinan psikososial terhadap perilaku presentasi awal kanker payudara. Menurut konsep TPB (Ajzen, 1991), determinan yang paling dekat dan berpengaruh secara langsung terhadap suatu perilaku sehat adalah niat untuk melakukan perilaku tersebut. Selanjutnya, niat untuk berperilaku akan dipengaruhi oleh sikap terhadap perilaku, norma subjektif serta persepsi kontrol perilaku yang dimiliki. Secara khusus, komponen dari TPB adalah:

  1. Intensi, merupakan motivasi, keputusan atau instruksi terhadap dirinya sendiri yang dimiliki secara sadar, untuk menampilkan perilaku yang diharapkan.
  2. Sikap, merupakan respon atas suatu objek dengan cara yang positif atau negatif secara konsisten. Sikap terbentuk dari kepercayaan terhadap perilaku serta evaluasi atas konsekuensi dari perilaku yang diharapkan, apakah dengan melakukan perilaku tersebut akan membawa dampak yang menguntungkan atau merugikan bagi individu.
  3. Norma subjektif, merupakan persepsi seseorang atas bagaimana pemikiran orang terdekatnya mengenai suatu perilaku. Norma subjektif terbentuk dari kepercayaan normatif dan sejauh mana ia memiliki motivasi untuk patuh terhadap apa yang disarankan oleh orang-orang yang ia anggap dekat tersebut.
  4. Persepsi kontrol perilaku, merupakan kepercayaan individu atas suatu perilaku, apakah perilaku tersebut mudah atau sulit dilakukan.

Kami melakukan studi kualitatif dengan menggunakan face-to-face-semi structured interview terhadap 23 penyintas kanker payudara di Surabaya untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku mereka datang ke pusat layanan kesehatan lebih awal, sehingga mendapatkan diagnosis dan perawatan medis yang lebih awal, dan pada akhirnya meningkatkan peluang untuk sembuh. Identifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku sehat ini dipandang sangat penting dilakukan untuk memahami multi faktor yang menentukan kedatangan awal para penyintas kanker ke pusat layanan kesehatan, sehingga memberikan informasi yang esensial untuk upaya pengembangan intervensi yang efektif untuk mempromosikan perilaku pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) dan pergi ke penyedia layanan kesehatan ketika mendapati adanya gejala kanker payudara.

Mayoritas responden dalam penelitian ini sudah menikah (82.6%), lulusan perguruan tinggi (69,56%), bekerja sebagai pegawai swasta (56,52%) dan memiliki status sosial ekonomi yang cukup tinggi dengan pendapatan perbulan di atas Rp 10.000.000 (56.52%). Selain itu kebanyakan partisipan didiagnosis dengan kanker payudara stadium I dan II (69,56%), tidak memiliki riwayat keluarga dengan kanker (78,26%), dan memiliki asuransi kesehatan (52,17%). Sebagian besar responden menunjukkan adanya gejala sebelum mendapatkan diagnosis dengan kanker payudara, hanya 2 responden yang tidak menunjukkan gejala namun melakukan mamografi dan didiagnosis mengidap kanker payudara.

Berdasarkan hasil wawancara, terdapat 9 faktor yang berpengaruh terhadap perilaku deteksi dini kanker payudara yang dikategorikan ke dalam 2 tema besar: faktor internal dan eksternal.

Faktor internal:

  1. Pengetahuan terkait kanker payudara

Sebagian responden memiliki keterbatasan pengetahuan terkait kanker payudara: gejala, keparahan, stadium, faktor resiko, perawatan medis dan alur perawatan kanker payudara. Rendahnya pengetahuan ini berdampak pada kurangnya kesadaran akan kerentanan mereka terhadap kemungkinan menderita penyakit ini serta seberapa parah penyakit ini dapat terjadi, yang pada akhirnya berdampak negatif terhadap presentasi awal kanker payudara. Memperhatikan bahwa sebagian besar responden memiliki latar belakang pendidikan yang cukup tinggi akan tetapi tingkat pengetahuan terhadap kanker payudara masih cukup rendah, maka pada populasi yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah kemungkinan pengetahuan terhadap kanker payudara akan semakin rendah pula.

  • Persepsi kontrol perilaku

Responden mengindikasikan bahwa sebelum didiagnosis dengan kanker payudara, mereka yakin mampu melakukan SADARI dan pergi ke dokter ketika menemukan susuatu yang tidak normal pada payudara mereka, hal tersebut merupakan sesuatu yang dapat mendorong munculnya presentasi awal. Walaupun demikian, beberapa responden mengindikasikan bahwa mereka tidak tahu harus pergi ke mana (misal: puskesmas atau dokter umum, atau dokter spesialis tertentu) atau apa yang harus mereka lakukan ketika menemukan gejala kanker payudara, dimana hal ini dapat beresiko menghambat munculnya presentasi awal.

  • Riwayat kesehatan sebelumnya dan persepsi resiko

Perempuan yang memiliki riwayat sakit, baik terkait dengan payudara maupun tidak, dilaporkan memiliki kesadaran yang lebih tinggi atas abnormalitas yang terjadi pada payudara mereka. Responden yang memiliki persepsi resiko untuk terjangkit kanker payudara yang lebih besar, maka perilaku untuk memperoleh pemeriksaan medis lebih awal juga meningkat. Hanya 3 responden yang melaporkan bahwa sebelum didiagnosis dengan kanker payudara, mereka merasa tidak beresiko mengidap kanker payudara karena tidak memiliki faktor genetik.

  • Sikap dan kepercayaan

Sebagian besar responden memperlihatkan sikap yang positif terhadap konsultasi medis dan SADARI, yang mendorong mereka untuk menunjukkan presentasi kanker payudara secara awal, karena adanya harapan jika mereka datang lebih awal untuk mendapatkan pemeriksaan medis, maka akan mendapatkan diagnosis dan perawatan yang lebih cepat dan pada akhirnya dapat disembuhkan dengan cepat. Beberapa kepercayaan negatif tentang kanker payudara juga diungkapkan oleh responden: kanker payudara sangat menakutkan dan mematikan, tabu untuk dibicarakan, seseorang sebaiknya tidak berpikir mengenai suatu penyakit tertentu supaya tidak terjangkit penyakit tersebut, kanker payudara adalah kutukan atau hukuman, dan secara umum masyarakat berpikir bahwa resiko untuk menderita kanker payudara cukup rendah. Kombinasi sikap terhadap kanker payudara yang negatif, kepercayaan tradisional, serta rendahnya pengetahuan terkait gejala dan faktor resiko kanker payudara bisa jadi membuat sebagain wanita berpikir kanker payudara merupakan penyakit yang serius, namun sulit disembuhkan, yang menambahkan resiko untuk tidak melakukan presentasi dini.

Faktor eksternal:

  • Norma

Mayoritas responden mengindikasikan bahwa orang-orang yang mereka anggap dekat (misal: suami, orang tua, teman dekat, anak) mempersuasi mereka untuk mengikuti pemeriksaan medis ketika ditemukan gejala kanker. Selain itu, responden menjelaskan bahwa perilaku orang-orang dalam lingkungan sosial terdekat mereka juga berpengaruh terhadap perilaku deteksi dini kanker payudara. Jika responden mempersepsikan bahwa lingkungan sosial mereka melakukan praktik deteksi dini kanker payudara (misal SADARI), maka mereka juga cenderung akan melakukan hal tersebut, dan berlaku pula sebaliknya.

  • Memiliki prioritas lain

Responden mengisyaratkan bahwa presentasi dini sangat terkait dengan rutinitas sehari-hari mereka. Ketika mereka memiliki prioritas lain, seperti pengasuhan anak, pekerjaan atau kesibukan keluarga perilaku SADARI atau pergi ke dokter untuk mendapatkan pemeriksaan medis akan ditunda.

  • Dukungan instrumental

Responden penelitian menyebutkan bahwa ketika mereka mendapatkan bantuan dari orang lain, misalnya membuatkan janji atau menemani untuk pergi ke dokter, maka presentasi awal memiliki peluang besar untuk terjadi. Dukungan instrumental juga dapat difasilitasi oleh tempat kerja, misal salah seorang responden menjelaskan bahwa ia melakukan pemeriksaan payudara karena tempat ia bekerja memfasilitasi pemeriksaan payudara oleh tenaga medis di kantor.

  • Faktor penyedia layanan kesehatan

Menurut beberapa responden, ketika mereka mempersepsikan bahwa pusat layanan kesehatan dapat dengan mudah diakses, misal: jarak dekat atau mudah dijangkau, kemudahan transportasi, atau kemudahan dalam membuat jadwal kunjungan, maka kecenderungan mereka untuk melakukan presentasi awal akan meningkat. Selain itu, responden melaporkan bahwa keputusan untuk melakukan pemeriksaan medis ketika merasakan gejala yang muncul juga dipengaruhi oleh status penyedia layanan kesehatan, yang membuat mereka merasa nyaman dan aman seperti sudah kenal dengan dokter yang melakukan pemeriksaan, dokter berjenis kelamin perempuan, atau dokter yang sudah terkenal memiliki reputasi dan kompetensi yang baik.

  • Isu finansial

Mayoritas responden dalam penelitian ini memiliki status sosial ekonomi yang cukup tinggi, akibatnya isu finansial tidak menjadi kendala pada upaya presentasi dini. Dengan melihat latar belakang status sosial ekonomi responden, temuan ini tidak dapat digeneralisasikan pada populasi yang luas, misal pada populasi dengan status sosial ekonomi menengah ke bawah. Temuan ini menunjukkan bahwa presentasi awal dan diikuti dengan pengobatan medis kanker payudara kebanyakan hanya mampu diakses atau dijangkau oleh pasien dengan status sosial ekonomi yang tinggi. Hal ini menunjukkan adanya kebutuhan yang mendesak untuk pelayanan kesehatan yang mudah diakses, terjangkau dan berkualitas bagi kelompok dengan status ekonomi menengah ke bawah.

Penelitian ini mengidentifikasikan beberapa determinan yang dapat memfasilitasi maupun menghambat presentasi awal kanker payudara. Dari hasil penelitian, kami merekomendasikan bahwa kegiatan promosi kesehatan kanker payudara sebaiknya tidak hanya menyampaikan informasi terkait kanker payudara dan gejalanya, akan tetapi juga berfokus pada peningkatkan persepsi resiko dan peningkatan ketrampilan untuk mengenali anatomi payudara normal dan tidak normal.

Mempertimbangkan hasil penelitian terkait pengaruh lingkungan dan norma sosial, edukasi sebaiknya tidak hanya diberikan pada wanita saja sebagai kelompok target, namun pelibatan lingkungan sosial seperti suami dan atau keluarga menjadi krusial untuk dilibatkan. Selain itu, hasil penelitian juga mengindikasikan pentingnya layanan kesehatan yang mudah diakses dan dengan biaya terjangkau, khususnya bagi masyarakat pada kelompok sosial ekonomi ke bawah atau hidup jauh dari pusat kota, untuk memfasilitasi presentasi dini.

Penulis: Triana Kesuma Dewi

Artikel lengkapnya dapat diakses melalui link berikut ini:

https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/08870446.2020.1841765

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).