Kuliah Tamu Akuakultur UNAIR Banyuwangi Ajarkan Teknik Budidaya Ikan Sistem Bioflok di Era Millenial

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi foto oleh Agrikompleks

UNAIR NEWS – Salah satu alternatif yang dinilai dapat menjadi solusi budidaya dengan terbatasnya lahan dan air dimasa yang akan datang adalah sistem bioflok. Pasalnya, dengan sistem bioflok kita tidak perlu menyediakan lahan yang luas dan pergantian air yang intens untuk budidaya ikan dengan padat tebar yang tinggi. Pada Senin (16/11), Program Studi Akuakultur PSDKU Universitas Airlangga di Banyuwangi mengadakan Kuliah Tamu untuk membahas terkait teknis budidaya menggunakan sistem bioflok.

Ir. Suprapto yang merupakan Pendamping Kelompok Pembudidaya Ikan Lele Farmbiofloc 165 menjadi pemateri dalam kesempatan tersebut. Ia mengungkapkan bahwa sistem bioflok dinilai dapat menjaga parameter media budidaya dengan padat tebar tinggi tanpa pergantian air karena dapat mengubah limbah yang ada dalam media menjadi sumber makanan dari ikan.

“Dalam sistem bioflok limbah organik dalam media akan didaur ulang oleh ekosistem bakteri menjadi protein sel mikroba yang akan membentuk gumpalan (flok) dan dapat dimakan oleh ikan,” ungkap tim teknis Shrimp Club Indonesia (SCI) tersebut. 

Untuk membentuk ekosistem bioflok ada persyaratan yang harus terpenuhi salah satunya adalah komposisi bakteri yang ada dalam media. Untuk membentuk flok, diperlukan bakteri yang dapat menghasilkan senyawa untuk mengikat sel bakteri yang memanfaatkan limbah organik untuk tumbuh supaya bisa dimakan oleh ikan.

“Pada umumnya kita menggunakan kombinasi bakteri Lactobacillus, Bacillus subtilis dan Bacillus licheniformis dalam probiotik yang dimasukkan di media, karena selain dapat berperan dalam pengurai bahan organik Bacillus licheniformis juga berfungsi untuk menghasilkan biopolymer yang mengikat sel bakteri supaya dimakan ikan,” jelasnya.

Selain komposisi bakteri, sambungnya, ada persyaratan lain untuk membentuk ekosistem bioflok seperti DO dan Pengadukan yang cukup serta nilai C/N ratio > 10. Sehingga dalam sistem bioflok harus memiliki aerasi dan dilakukan kontrol berupa pemberian molase dalam pakan sebagai sumber C untuk menjaga C/N ratio dalam media.

Adapun tahapan dalam persiapan media sistem bioflok, menurut pemaparan Suprapto meliputi sterilisasi air media menggunakan kaporit, meningkatkan salinitas hingga 3 ppm dengan garam grasak dan formulasi flok pada hari ke-5 dengan probiotik dan molase.

“Untuk mempercepat pembentukan flok dapat dilakukan dengan memberi bekatul yang sudah difermentasi dan setelah flok terbentuk atau sekitar hari ke-10, benih dapat ditebar,” jelasnya.

Mengakhiri pemaparanya Suprapto mengungkapkan bahwa sistem bioflok hanya bagus diaplikasikan terhadap ikan-ikan yang kebutuhan proteinnya dibawah 40%. Hal tersebut terjadi karena jika terlalu tinggi protein, untuk menjaga C/N ratio harus menambah banyak C dari molase yang dapat menyebabkan flok terlalu padat dan mempengaruhi respirasi dari ikan.

“Kebutuhan flok pada tiap ikan berbeda, jika terlalu padat dapat mempengaruhi respirasi dan pertumbuhan ikan sehingga ikan yang kebutuhan proteinya diatas 40% agak sulit jika menggunakan bioflok,” pungkasnya.

Penulis : Ivan Syahrial Abidin

Editor : Nuri Hermawan

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).