Kualitas Hidup Anak Dengan HIV di Indonesia: Peran Stigma, Beban Perawatan, dan Koping Pengasuh

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi anak dengan HIV. (Sumber: Hello Sehat)

Kemajuan di bidang farmakologi terutama antivirus pada anak dengan infeksi human immunodeficiency virus (HIV) meningkat pesat dan memperpanjang rentang usia hidup dari bayi hingga dewasa. Peningkatan kualitas hidup pada anak dengan HIV merupakan prioritas outcome dari tatalaksana, dimana para pengasuh memiliki peran penting. Stigma, beban, dan koping dari pengasuh akan memberi dampak pada kualitas hidup anak dengan HIV.

Sampai saat ini data kualitas hidup anak Indonesia dengan HIV dan peran pengasuh masih sangat terbatas, karena sebagian besar penelitian berfokus pada kualitas hidup pasien HIV pada orang dewasa. Oleh karena itu kami para peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang kualitas hidup anak Indonesia dengan HIV dan bagaimana pengaruh stigma, beban, dan koping pengasuh terhadap kualitas hidup anak yang hidup dengan HIV.

Peran pengasuh terhadap kualitas hidup anak dengan HIV

Human immunodeficiency virus dan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) merupakan penyakit yang menyebabkan masalah kesehatan di dunia, dimana prevalensi semakin meningkat. Begitu juga dengan penderita anak dengan HIV/AIDS di dunia, ternyata didapatkan peningkatan secara pesat. Di wilayah Eropa Timur dan Asia Tengah memiliki peningkatan jumlah pasien dengan HIV/AIDS setiap tahun, begitu juga di Jawa Timur, Indonesia, yang merupakan provinsi dengan populasi terbesar kedua, dimana ibukotanya, yaitu kota Surabaya dengan riwayat pernah memiliki daerah lokalisasi terbesar di Asia Tenggara, sehingga memiliki andil dan memberikan kontribusi pada jumlah anak dengan HIV/AIDS di Indonesia.

Pengobatan pada anak dengan HIV mengalami kemajuan pesat, berbagai antivirus telah ditemukan sehingga menekan angka kematian dari penderita HIV, namun hal ini menyebabkan peningkatan rentang usia hidup penderita HIV dari bayi hingga dewasa, akibatnya timbul masalah baru yaitu penyakit medis kronis, sehingga terjadi peningkatan morbiditas baik pada anak-anak dengan HIV maupun pengasuh mereka.

Permasalahan yang sering terjadi pada anak dengan HIV adalah stigmatisasi sosial, harga diri yang rendah, perkembangan seksual yang terhambat, perlunya kunjungan rumah sakit berulang, dan absensi sekolah. Stigma yang melekat pada pengasuh anak dengan HIV adalah banyaknya anggota masyarakat memiliki pandangan negatif dan tidak akurat tentang HIV karena selalu dikaitkan dengan tindakan asusila sehingga mendapatkan kutukan dari Tuhan, dan akhirnya dikucilkan dari masyarakat bahkan keluarga. Kondisi ini membebani pengasuh yang merawat anak dengan HIV dan menyebabkan masalah kesehatan mental pengasuh anak dengan HIV, sehingga mempengaruhi koping dalam kehidupan sehari-hari.

Meningkatkan kualitas hidup anak HIV merupakan fokus penanganan saat ini pada anak dengan HIV, sedangkan data kualitas hidup anak Indonesia dengan HIV dan peran pengasuh masih sangat terbatas. Maka perlu diketahui dampak stigma, beban, dan koping para pengasuh terhadap kualitas anak dengan HIV.

Pada penelitian ini didapatkan 53 pengasuh anak dengan HIV sebagai partisipan. Partisipan diukur stigma, beban, dan koping sebagai pengasuh anak dengan HIV, juga diukur kualitas hidup pada anak dengan HIV yang diasuhnya. Strategi koping yang digunakan diurutkan dengan sub skala koping apa yang paling sering dipakai dari yang tertinggi sampai yang terendah

Dari hasil analisis didapatkan semua pengasuh merahasiakan status penyakit anak mereka yang mengidap HIV, dan tidak didapatkan pengaruh stigma dan beban pengasuh terhadap kualitas hidup anak dengan HIV. Namun di sisi lain terdapat hubungan signifikan antara koping pengasuh terhadap kualitas hidup anak dengan HIV, dimana semakin tinggi koping pengasuh maka kualitas hidup semakin rendah karena menggunakan strategi emotion focused coping yang memiliki sosialisasi rendah terhadap lingkungan sekitar, dengan tujuan melindungi diri pengasuh dan anak yang diasuh dari stigma akibat status HIV, sehingga meminimalisasi beban pengasuh.

Hasil ini berimplikasi bahwa terdapat hubungan koping pengasuh terhadap kualitas hidup anak Indonesia yang hidup dengan HIV, sehingga perlu dilakukan analisa strategi koping apakah yang digunakan oleh pengasuh anak dengan HIV agar tidak menurunkan kualitas hidup anak dengan HIV di Indonesia. Sementara itu, tidak ada hubungan yang signifikan antara stigma pengasuh dan beban kualitas hidup anak Indonesia yang hidup dengan HIV.

Penulis: Azwin Mengindra Putera

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

https://www.dovepress.com/quality-of-life-qol-of-indonesian-children-living-with-hiv-the-role-of-peer-reviewed-article-HIV

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).