Digital Detox di Tengah Pandemi, Bagaimana Caranya? Apakah Memungkinkan?

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Mr Noob

Pandemi COVID-19 membawa banyak sekali permasalahan baru dalam kehidupan manusia. Pada dunia kerja dan pendidikan khususnya, dampak yang paling terasa adalah pemanfaatan teknologi digital secara berlebih. Meski banyak keuntungan yang didapat dari sistem belajar dari rumah atau study from home (SFH) dan bekerja dari rumah atau work from home (WFH), namun tidak dapat dipungkiri bahwa pemanfaatan teknologi digital berlebih juga dapat berdampak negatif untuk kesehatan.

Lantas, apakah memungkinkan melakukan digital detok di tengah pandemi?

Penulis berpendapat bahwa digital detox selama pandemi masih memungkinkan untuk dilakukan. Pelaksanaan digital detox tersebut salah satunya dapat dilakukan dengan pembatasan penggunaan teknologi digital; berhenti menggunakan media sosial; dan membatasi membaca berita secara online.

Pembatasan penggunaan gadget di masa pandemi dapat dilakukan dengan cara tidak menggunakan teknologi digital selain untuk kegiatan belajar dan atau bekerja. Jangan menggunakan gadget untuk bermain game, melihat video atau drama dan kegiatan sejenis untuk mencari penghiburan. 

Berhenti menggunakan media sosial juga perlu dilakukan karena selain dapat mengurangi penggunaan teknologi digital, juga dapat membuat kesehatan mental kita menjadi lebih baik. Kemudian, perlu juga membatasi diri dari membaca berita secara online agar tidak terjadi penerimaan informasi berlebih dan untuk menurunkan tingkat stress.

Pandemi COVID-19 membuat individu tidak dapat bergerak bebas, tidak dapat keluar rumah untuk menghibur diri atau berkumpul dengan teman. Jika membatasi diri dari media sosial dan dunia digital, lantas bagaimana individu bisa mendapatkan penghiburan?

Pertanyaan dan alasan tersebut seringkali datang ketika individu mulai ingin melakukan digital detox. Penulis berpendapat bahwa teknologi digital dan media sosial bukanlah satu-satunya sumber penghiburan untuk manusia. Hiburan di masa pandemi bisa didapatkan dengan membaca buku cetak, berbincang atau bermain dengan keluarga, berolahraga di rumah, yoga, meditasi, atau menyalurkan hobi.

Namun, perkembangan teknologi membuat manusia menjadi mudah mencari penghiburan untuk mendapatkan kebiasaan yang instan. Yaitu dengan bermain media sosial, game, menonton video, dan lain sebagainya. Sehingga, perlu menumbuhkan niat agar benar-benar bisa melakukan digital detox.

Bagaimana menimbulkan niat untuk melakukan digital detox?

Berdasarkan teori Health Belief Model, terdapat enam hal yang harus disadari individu agar dapat melakukan perubahan perilaku kesehatan, dalam hal ini adalah melakukan digital detox. Enam hal tersebut adalah 1) kesadaran individu akan kerentanan terhadap suatu penyakit (perceived susceptibility); 2) kesadaran akan bahaya suatu penyakit (perceived severity); 3) kesadaran terhadap manfaat dari perubahan perilaku yang akan dilakukan (perceived benefits); 4) kesadaran terhadap hambatan yang akan dihadapi (perceived barriers); 5) kesadaran untuk menyegerakan suatu tindakan karena kondisi tertentu (cues to action; dan 6) motivasi untuk hidup sehat (health motivation). 

1) Kesadaran terhadap kerentanan atas suatu penyakit

Penumbuhan niat untuk melakukan perubahan perilaku yang berdampak pada kesehatan dapat diawali dengan kesadaran terhadap kerentanan individu terhadap suatu penyakit Individu harus sadar bahwa ketika terpapar terlalu sering pada teknologi digital, dia rentan mengalami gangguan kesehatan.

Beberapa gangguan kesehatan tersebut antara lain adalah Computer Vision Syndrome (CVS) atau Digital Eye Strain, gangguan yang berhubungan dengan penglihatan dan mata yang disebabkan karena terlalu lama menatap layar komputer, tablet, e-reader dan telfon seluler. Kemudian, individu juga rentan mengalami insomnia, gangguan postur tubuh jika posisi penggunaan teknologi tidak tepat; kurangnya akitivtas fisik juga dapat mengakibatkan obesitas; gangguan kesehatan mental seperti stress dan depresi; serta kerentanan lainnya.

2) Kesadaran terhadap bahaya suatu penyakit

Bahaya menderita suatu penyakit tidak hanya berdasarkan tingkat kesakitan yang akan dirasakan individu dan pengaruhnya terhadap lama hidup individu, namun juga terkait dengan hal lain. Yaitu seperti dampak menderita suatu penyakit terhadap kondisi psikologis individu; pengaruhnya terhadap hubungan sosial; menurunnya produktivitas yang dapat berpengaruh pada penurunan pendapatan; bahkan risiko kehilangan nyawa. 

3) Kesadaran terhadap manfaat melakukan digital detox

Agar timbul keinginan untuk melakukan digital detox, individu perlu sadar bahwa pelaksanaan digital detox dapat memberikan berbagai manfaat. Diantaranya adalah membuat individu menjadi lebih produktif, menjadi lebih fokus, peningkatan kualitas tidur, terhindar dari penyakit terkait, peningkatan kualitas kesehatan mental. Pengalihan diri dari teknologi digital pada aktivitas fisik bahkan dapat meningkatkan kualitas kesehatan fisik individu dan memberikan energy yang lebih positif. 

4) Kesadaran terhadap hambatan untuk melakukan digital detox

Kesadaran akan hambatan, meski akan membuat individu berpikir dua kali untuk melakukan digital detox namun juga akan membuat individu dapat mempertimbangkan strategi yang dapat dilakukan agar dia tetap bisa melakukan digital detox. Sebagai contoh, salah satu hambatan yang dialami oleh mahasiswa untuk melakukan digital detox adalah informasi terkait perkuliahan di grup kelas yang tidak mengenal waktu; tugas; dan kelas online. 

Agar dapat melakukan digital detox, maka salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah dengan uninstall media sosial selain media sosial yang digunakan untuk perkuliahan; hanya mengaktifkan notifikasi pesan dari grup perkuliahan atau dosen; serta hanya membuka gawai untuk kebutuhan perkuliahan seperti kelas online dan pengerjaan tugas.

5) Kesadaran untuk menyegerakan melakukan digital detox karena kondisi yang dialami

Individu perlu menyadari apakah penggunaan teknologi digital berlebih telah mempengaruhi kualitas kehidupan dan kesehatannya. Ketika individu mulai merasakan gangguan tidur, gangguan fisik seperti kelelahan mata, gangguan psikologis maka mereka akan cenderung untuk segera memulai digital detox sehingga gangguan tersebut tidak terus berlanjut dan menjadi lebih parah. 

6) Motivasi untuk hidup lebih sehat dan atau melakukan digital detox

Setiap individu memiliki motivasi dan alasan masing-masing untuk hidup lebih sehat dan atau melakukan digital detox. Salah satu motivasi yang dapat dipertimbangkan individu adalah mencegah penurunan kualitas kesehatan di masa tua nanti atau agar diri terhindar dari penyakit. 

Dengan menyadari enam hal tersebut, diharapkan timbul perubahan perilaku dan tindakan agar individu mulai melakukan digital detox. Jika memungkinkan, mereka bisa mengajak individu lain untuk melakukan hal yang sama sehingga dapat meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat Indonesia di tengah pandemi COVID-19.

Penulis: Galuh Mega Kurnia (Mahasiswa FKM Universitas Airlangga)

Berita Terkait

UNAIR News

UNAIR News

Media komunikasi dan informasi seputar kampus Universitas Airlangga (Unair).